cover landing

Where Your Eyes Linger

By putriatk


Sebuah Mercedes Benz S-Class berwarna hitam terlihat memasuki pelataran lobi salah satu gedung di kawasan SCBD. Dua orang pria dengan postur tubuh yang nyaris sama keluar dari pintu penumpang yang dibukakan oleh petugas berseragam navy. Yang satu terlihat mencolok dengan iris berwarna amber dan rambut brunette-nya sedangkan yang lain mudah dikenali karena ia merupakan satu-satunya staf lelaki yang bekerja di bawah Plowden Corp.

“Kau yakin mau menemui manajer baru itu secara pribadi?”

“Kenapa? Memangnya hal seperti ini tidak termasuk dalam job desk seorang CEO?” Yang berambut brunette bertanya balik sembari mengaitkan kancing teratas pada setelan jasnya.

“Sayangnya, ingatanku hanya mengacu pada bagian di mana kau mengatakan bahwa tidak ingin terlibat sedikit pun dengan WODTY.”

“Oh, ayolah, Forth, bukankah lebih sopan bila aku mengucapkan terima kasih langsung pada manajer baru yang telah menyelamatkan salah satu anak perusahaan dari rumor tak berdasar yang nyaris menyebabkan kebangkrutan?”

Lelaki itu, Forth Divyatma, melempar tatapan menyelidik pada Leo Willian Plowden selaku pemangku jabatan tertinggi di Plowden Corp. Meski sudah mengenalnya selama belasan tahun, tetap saja, selalu ada bagian dari pemikiran Leo yang tak pernah bisa ditebak olehnya, seperti peraturan hanya merekrut karyawan berjenis kelamin perempuan di perusahaan bahkan termasuk security. “Kau yakin hanya itu alasannya?”

Leo menolehkan kepalanya. “Yup.”

“Bukan karena kau tertarik padanya?” tanyanya lagi blak-blakan.

“Lucu mendengar kau mengatakan hal semacam itu di saat 99,9 persen staf Plowden Corp adalah wanita dengan beragam kecantikan dan kecerdasan yang menurutmu setara Miss Universe.”

Forth menjentikkan jarinya. “Exactly. Setelah selama ini kau tak pernah menunjukkan antusiasme pada wanita mana pun, bukankah wajar jika aku mencurigaimu saat kau bilang ingin mengucapkan terima kasih langsung pada seorang manajer yang bahkan belum resmi bekerja selama satu bulan? Terlebih kau sampai menginjakkan kaki ke tempat yang jelas-jelas berada di list terbawah radar perhatianmu.”

Leo menepuk bahu Forth seolah sedang membersihkan debu halus yang menempel pada jas sutra yang tengah dikenakannya. “Kau terlalu cerewet, Sweety.”

Bisikan pelan itu sukses membuat sekujur tubuh Forth bergidik ditambah ibu jari dan telunjuk Leo yang kini bermain-main di cuping telinganya langsung memicu warna merah yang menjalar di bagian indra pendengaran Forth. “Kau benar-benar tak peduli dengan rumor yang beredar huh?”

“Rumor?” Kedua alis Leo langsung naik. “Ahh, maksudmu tentang kita?” katanya sembari mengalungkan kedua lengan kekarnya di tengkuk sang CIO(Chief Information Officer), tak peduli dengan pelototan security yang tampak kikuk namun berusaha untuk tetap berdiri tegap di tempatnya. “Aku tak tahu siapa yang memulainya, tapi kuakui idenya sungguh brilian.”

“Brilian? Cih!” Forth mendengus kesal. “Justru karena ulahnya, pintu jodohku tertutup selama ini. Tak ada yang berani mendekatiku. Mereka berpikir bahwa aku adalah propertimu yang tak boleh disentuh sama sekali,” protesnya penuh penekanan.

“Tapi kau memang milikku.”

Dengan kasar, Forth mengempaskan lengan yang sedari tadi membelit lehernya lalu membetulkan dasinya yang sedikit miring. “Kulitmu benar-benar setebal badak.”

Leo menyeringai sembari mengikuti Forth yang masih bersungut-sungut mengutuknya.

***

Suara decitan dua pasang sepatu oxford sangat kontras dengan ketukan heels yang menyambut mereka di ruang meeting. Ana Sofia selaku direktur dari WODTY Cosmetic, langsung tersenyum cerah ke arah keduanya.

“Mengejutkan. Sungguh suatu kejutan besar, Mister Plowden.”

Leo menerima uluran tangan wanita berusia empat puluh tahun yang masih tampak bugar tersebut.

“Bukankah ini pertama kalinya Anda mengunjungi kami? Bahkan seingat saya, Anda tidak datang ketika peresmian empat tahun lalu?”

“Apa hal itu menjadi kewajiban?”

“Tidak. Tentu tidak. Saya memahami kesibukan anda,” jawab Ana Sofia sopan.

“Kalau begitu, mari kita hentikan basa-basi ini.” Jika menyangkut masalah pekerjaan, beramah tamah bukanlah sifat Leo. “Saya memberi anda kepercayaan penuh tapi nyatanya Anda malah membuat WODTY di ambang bangkrut.”

“Ahh, tentang itu, umm, apa Anda tidak keberatan bila saya menjelaskannya lebih rinci setelah kita duduk dengan nyaman?” Tentu saja Ana Sofia langsung menyiapkan sederet pembelaan saat front desk menginfokan bahwa sang CEO mendadak muncul bersama tangan kanannya.

Leo menarik kursi di dekatnya, Ana Sofia dan Forth mengikuti gerakannya setelahnya.

“Jadi, seperti yang sudah anda ketahui, salah satu produk lipstik dalam rangkaian seri The Eve dengan kode batch EV3P1 yang baru saja akan diluncurkan menuai respons negatif setelah seorang beauty vlogger mengulasnya di kanal Youtube pribadinya. Ia menyebutkan kalau produk tersebut tidak higienis dan tidak layak pakai karena ia menemukan serat-serat halus serupa bulu hewan dan ia pun mengkritik tekstur produk yang jauh di bawah standar. Sayangnya, setelah kami tindak lanjuti lebih mendalam, dengan sangat menyesal, saya harus meminta maaf bahwa iya, produk baru itu cacat.”

“Jadi, Anda mengakui terjadi kesalahan saat produksi?”

“Lebih tepat bila kau mengkategorikannya sebagai bencana yang terjadi karena kelalaian manusia, Forth.” Suara baritone Leo mendominasi seisi ruangan.

“Tapi setidaknya, perusahaan cukup beruntung karena produk tersebut belum benar-benar resmi diluncurkan sehingga kita bisa menghancurkan semua lipstik dengan kode batch yang sama, Mister Plowden,” tutur Ana Sofia. “Dan dengan alasan itu pula WODTY bisa mengklaim bahwa lipstik tersebut palsu atau dengan kata lain, pihak tak bertanggung jawab dengan sengaja mencoba meniru dan mengedarkannya demi keuntungan pribadi dan kami juga telah mengajukan tuntutan kepada Nona beauty vlogger karena telah menimbulkan kerugian bagi WODTY Cosmetic baik secara materi maupun non materi.”

“Faktanya, tetap saja WODTY yang menanggung kerugian terbesar, Miss Ana.”

“Anda bisa memecat saya saat ini juga bila anda merasa kerugian yang dialami WODTY Cosmetic tidak sebanding dengan pencapaian yang sudah saya berikan selama empat tahun terakhir, Mister Plowden,” sambung sang direktur cepat.

Meski dalam hati, Forth bertepuk tangan atas ketenangan dan ketidakgentaran Ana Sofia menghadapi binatang buas di depannya ini namun tetap saja Forth menilai tindakannya terlalu berani. “Apa ini cara anda untuk bertanggung jawab, Miss Ana?” tanyanya.

Wanita berambut blonde itu mengangguk tanpa ragu.

“Kudengar, kalau bukan karena pemikiran cepat Manajer Communication dan Public Affairs yang baru, WODTY benar-benar tidak akan terselamatkan?”

“Ahh, iya, Anda benar sekali Mister Plowden. Meskipun baru bergabung, ia telah menunjukkan kinerja yang mumpuni, bisa dibilang perusahaan benar-benar beruntung karena menerimanya di timing yang tepat.” Meski terlihat sedikit bingung dengan perubahan topik pembicaraan namun dengan cepat Ana Sofia kembali menguasai diri.

“Kalau begitu, bisakah saya menemuinya, Miss Ana? Saya rasa berterima kasih padanya secara pribadi adalah bentuk kesopanan yang harus kutunjukkan selaku CEO Plowden Corp.”

Tentu saja Forth bisa menangkap raut terhina di wajah sang direktur. Sudah jelas sikap Leo menujukkan bahwa ia lebih bersyukur memiliki karyawan seperti Manajer baru itu ketimbang Ana Sofia yang telah mengabdi kepadanya semenjak WODTY Cosmetic didirikan.

“Enng… Tidak masalah, Mister Plowden.” Ia dengan segera menghubungi divisi Communication dan Public Affairs, memerintahkan sang manajer baru untuk datang ke ruang meeting segera.

“Apa tujuanmu menemuinya sebenarnya?” bisik Forth pelan ketika seorang staf pemasaran menginterupsi untuk menyerahkan berkas pada Ana Sofia.

Leo hanya memutar-mutar cincin yang melingkar di jari telunjuk sebelah kirinya sembari melemparkan satu kedipan yang membuat lelaki berambut hitam itu tak lagi ingin bertanya.

TOK. TOK.

Ketukan halus disertai derit pintu kaca yang ditarik membuat perhatian ke empat pasang mata di ruangan teralih. 

“Oh, Nona Lauren, kemarilah,” panggil Ana Sofia.

Wanita yang mengenakan setelan cape blazer putih dipadu rok sepan senada itu melangkah masuk dengan aura penuh percaya diri. Rambut panjang bergelombang sewarna karamelnya yang dibiarkan tergerai terlihat begitu pas dengan kulitnya yang kuning langsat. Riasan berat yang dia bubuhkan pada wajahnya memberikan kesan arogan sekaligus cerdas.   

“Mister Plowden, perkenalkan Manajer Communication dan Public Affairs kami yang baru, Nona Sherapina Lauren Lunde.”

Leo bangkit dari kursinya, terkesiap selama sepersekian detik sebelum berjalan cepat ke hadapan Lauren yang berdiri kokoh di tempatnya seperti Gunung Everest.

“Selina?”

“Huh? Siapa?”

Kepedihan di hati Leo langsung menyeruak kembali ke permukaan ketika iris cokelat di depannya menatap balik kepadanya dengan penuh tanda tanya. Pekikan tertahan sempat terdengar kala Leo menarik sang manajer baru ke dalam dekapannya, begitu erat hingga meremukkan tembok tebal yang susah payah dibangunnya selama dua belas tahun terakhir. 

***