cover landing

When Kirana Met Mr. Arrogant

By Efratash


Ramalan zodiak bilang kalo hari ini, lo bakal ketemu sama pangeran berkuda.

Pasti ramalan itu salah. Tau kenapa?

Karena pangeran berkuda itu gue. Lo gak akan ketemu yang lain, selain gue.

Pagi,

Your secret admirer.

 

 Pesan yang diterima ponselnya itu membuat Rana tersenyum. Lengkapnya, Kirana Belvania. Belum lama ini, cewek berambut hitam sebahu itu memiliki pengagum rahasia. Memang, Rana bukanlah seorang yang populer di SMA Garuda. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan untuk Rana memiliki seorang pengagum rahasia. Setiap hari ada saja pesan atau barang yang diterima cewek itu. Jika ditanya, apa Rana merasa risi dengan keberadaan pengagum rahasia? Jelas saja Rana akan berkata tidak. Siapa sih cewek yang tidak suka diperhatikan? Apalagi jika dijadikan sebagai seorang yang spesial.

Dalam sehari, Rana tidak pernah tidak memikirkan pengagum rahasianya. Bahkan dia berkali-kali tersenyum, memikirkan rupa si pengagum rahasianya. Terkadang pula, Rana mencoba menebak-nebak siapa pengagum rahasianya itu. Bisa jadi dia teman sekelasnya atau bisa juga, dia adalah salah satu teman dekatnya. Hanya dengan membayangkannya saja, Rana jadi ingin melayang.

Rana menundukkan kepala, memeriksa bagian bawah mejanya, siapa tau ada sesuatu yang diberikan oleh pengagum rahasianya. Benar saja, cewek itu menemukan sebuah kotak makanan berukuran sedang di dalam laci mejanya. Sebuah senyuman tercetak pada wajah Rana seiring cewek itu membuka tutup dari kotak makan tersebut.

"Wahh!" ujarnya kegirangan.

Itu donat, kesukaannya. Hangatnya makanan itu terasa pada ujung-ujung jari Rana. Hal ini menunjukkan kalau makanan berbentuk bulat itu, belum lama dibuat dan belum basi. Setiap donat tersebut memiliki topping yang berbeda-beda. Rana jadi ingin melahap semua donat itu dalam sekali gigit. Memang terdengar rakus. Tapi, siapa peduli? Toh, itu makanan milik dia sendiri bukan?

Sebelum benar-benar melahap donat pemberian si pengagum rahasia, Rana terlebih dahulu memutar pandangan ke sekeliling kelas.

Yah, rame.

Tidak ingin dicap sebagai cewek rakus, Rana memilih untuk makan di kantin. Seharusnya, tidak banyak yang akan melihat. Apalagi saat ini masih pagi, bahkan bel masuk sekolah belum berbunyi. Mungkin hanya mereka yang belum sarapan yang akan menongkrong di kantin. Sisanya? Sibuk menyalin tugas dari teman mereka yang rajinnya tingkat dewa.

Rana berdiri. Dia melangkah keluar dari kelas. Tetapi, tepat saat dia berada di depan pintu kelas, pergelangan kakinya tiba-tiba keseleo, menyebabkan dirinya terjerembap ke atas lantai.

"Donat gue!”

Kotak makan yang tadi ada di tangannya, kini tergeletak mengenaskan. Donat-donat yang juga ada di dalam kotak makan itu berserakan. Bahkan beberapa donat turut mengenai sepatu dari siswa yang akan melintas di depan kelasnya. Rana tidak tahu dan tidak peduli siapa orang itu, yang dia pedulikan hanyalah donat-donat pemberian si pengagum rahasianya.

Sebagian siswa yang berada di dekat situ, menahan mulut mereka agar tidak tertawa melihat kejadian absurb yang dialami Rana. Namun, ada juga di antara mereka yang wajahnya kelihatan tegang. Bahkan mereka sampai berseru, Woi, itu Lintang!” Tentunya Rana tidak mendengar seruan-seruan kecil itu. Dia masih saja sibuk memikirkan donat-donat mengenaskan itu, tanpa ada niatan untuk berdiri dari posisinya yang tidak enak untuk dilihat.

"Woi, Cecak! Ngapain lo masih tiduran di situ? Mau nyamain orang-orang di pinggir jalan sana?" Suara itu terdengar agak menusuk indra pendengaran Rana. Dan, apa tadi? Dirinya disebut sebagai Cecak? Untung saja, cewek itu memiliki kesabaran tingkat tinggi, jadi dia tidak mau repot-repot meladeni orang yang seperti itu.

Para siswa satu per satu mulai berdatangan karena penasaran dengan apa yang terjadi. Mereka yang melihat reaksi Rana tersebut, sampai ada yang menahan napasnya. Sedangkan cowok yang sepatunya terkena noda dari donat yang dibawa Rana, masih berdiri di depannya dengan wajah menahan kesal. Berkali-kali, cowok itu menggeram karena diabaikan oleh Rana.

"Apa harus nunggu donat-donat itu berubah jadi manusia dan jadi temen lo dulu, baru lo mau berdiri?" Ucapan sarkastis itu membuat Rana mendongak kesal. Raut wajah kesal milik Lintang menyambutnya. Cepat-cepat Rana bangkit dari posisi dan berkacak pinggang.

"Emang kenapa kalo gue mau nunggu tuh donat buat jadi manusia? Masalah buat lo?"

"Bersihin sepatu gue!"

Rana melongo. Apa-apaan dia? Tiba-tiba menyuruh gadis itu membersihkan sepatunya. Ah, Rana hampir lupa dengan siapa dia berbicara. Lintang Galendra, si cowok sombong, bossy dan arogan. Karena dikenal sebagai cowok sombong, Lintang jadi susah mendapat teman. Hanya dua cowok yang sama sombongnya dengan Lintang saja yang mau berteman dengan cowok itu.

Rana merubah posisi tangannya menjadi bersedekap. "Siapa lo, tiba-tiba nyuruh gue?"

"Bos lo!"

Rana langsung naik darah mendengar ucapan Lintang. "Apa lo bilang?"

"Gue-bos-lo!" ulang Lintang dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"Apa-apaan sih, lo?! Gue gak—"

"Lo udah ngotorin sepatu gue. Jadi, sekarang lo harus bersihin sepatu gue…" Lintang menatap Rana tajam, membuat cewek itu membungkam mulutnya.

"… Cecak," sambung cowok itu disertai dengan nada yang mengejek.

Mata Rana melotot. Mengapa Lintang bisa bersikap seenak jidat seperti itu? Padahal Rana tidak mencari gara-gara dengan Lintang. Apa hanya dengan menjatuhkan donat ke sepatu cowok itu, Rana jadi harus terseret oleh masalah yang cowok itu buat sendiri?

"Gue gak mau bersihin sepatu lo." Rana bersedekap. Dia berbalik dan bergegas pergi dari hadapan Lintang. Namun, baru satu langkah Rana berjalan, dia kembali menghentikan langkah. "Satu lagi. Gue bukan cecak, gue punya nama," sambungnya, kemudian melanjutkan langkah.

Lintang berdecak. Karena Rana masih belum jauh dari jangkauannya, ditambah lagi tangannya yang panjang, Lintang menarik ujung rambut Rana yang terurai bebas. Otomatis, Rana meringis dan melangkah mundur ke belakang, mengikuti tangan Lintang yang menarik rambutnya. Sungguh tidak berperikemanusiaan. Para siswa yang melihatnya saja sampai gigit jari. Mungkin mereka membayangkan bagaimana jika mereka berada di posisi Rana.

"Lo gila? Sakit nih, rambut gue!" Rana mengelus-elus rambutnya yang tadi di tarik Lintang.

"Sekarang juga, bersihin sepatu mahal gue!" Rana geli mendengar ucapan Lintang. Mahal katanya? Sombong sekali cowok itu.

"Sama, tangan gue juga mahal!” balas Rana dengan nada yang sedikit kesal.

Lintang tidak kalah kesal dengan Rana. Cowok itu mencengkeram lengan Rana untuk menyalurkan rasa kesal. "Bersihin sepatu gue!" Nada suara Lintang meningkat drastis. Sepertinya, cowok itu tidak dapat lagi menahan rasa kesal dan emosinya.

"Aww, aww. Iya-iya, gue bersihin sepatu lo, sekarang." Rana berjinjit seraya memegang tangan Lintang untuk menahan rasa nyeri pada lengannya. Mendengar ucapan terpaksa Rana itu, Lintang langsung melepas cengkeraman tangannya.

"Cowok kok, banyak maunya, sih?" cibir Rana dengan suara yang pelan.

"Lo ngomong apa?"

"Gak, gue gak ngomong apa-apa."

Sembari memegang lengannya yang masih terasa nyeri, Rana menekuk lututnya di bawah kaki Lintang. Cewek itu menarik napas panjang-panjang, mencoba mengumpulkan kesabaran yang tadi sempat hilang.

Rana meraba-raba saku seragam putih abu-abunya. Namun, dia tidak mendapati sesuatu yang bisa digunakan untuk membersihkan sepatu Lintang. "Lo ada tisu, sapu tangan, atau kain lap, gak?"

"Gak. Pake aja baju atau rok lo," ujar Lintang tanpa pikir panjang. Dahi Rana mengerut. Dia menunduk, melihat baju seragamnya yang berwarna putih bersih. Tidak mungkinkan demi membersihkan sepatu Lintang, Rana harus mengotori bajunya? Mau tak mau, Rana menarik ujung roknya ke depan, untuk membersihkan sepatu mahal Lintang.

"Udah bersih, nih."

Lintang menunduk, memeriksa sepatunya dengan teliti. "Bersih dari mana? Itu yang di ujung sebelah kiri masih kotor. Pinggir-pinggirnya masih kotor gitu. Itu juga tuh, yang di deket tali sepatu sebelah kanan masih kotor. Mata lo ke mana, sih? Masih kotor kayak gitu, udah lo bilang bersih." Telinga Rana sudah seperti terbakar mendengar omelan Lintang itu. Kalau saja Rana berani, mulut Lintang sudah dia lakban sejak tadi.

Tangan Rana mengepal keras. Dia membersihkan sepatu Lintang dengan cara menekan sepatu cowok itu. Hal ini menimbulkan suara Lintang yang mengaduh kesakitan. "Woi, pake hati ngapa, bersihinnya!" Ucapan Lintang sama sekali tidak Rana hiraukan. Cewek itu tetap saja membersihkan sepatu Lintang menggunakan tenaganya yang terpendam.

Merasa sepatu Lintang sudah bersih, Rana langsung berdiri dari posisinya. "Pokoknya, ini udah bersih."

Lintang berhenti mengaduh. Gantian, cowok itu menekuk lututnya. Namun, bukan untuk membersihkan sepatu Rana. Melainkan untuk melihat kondisi sepatunya, sekalian mengelus-elus sepatunya yang tadi ditekan-tekan oleh Rana. Harapnya, semoga sepatunya tidak rusak karena disentuh oleh cewek yang tidak punya rasa tanggung jawab.

"Urusan kita, selesai," ujar Rana sembari bergegas kembali ke kelas.

Karena posisi Lintang masih berlutut, cowok itu langsung memegang betis Rana. Lagi-lagi, langkah Rana dihentikan oleh Lintang. Bahkan, cewek itu hampir terjungkal karenanya. Rana kembali berbalik ke arah Lintang, seiringan dengan itu, Lintang berdiri.

"Gue rasa mata lo udah rabun."

Rana mengembuskan napasnya kesal. Ada apa lagi dengan cowok satu itu. Kenapa dia tidak langsung saja membiarkan dirinya pergi?

"Bersihin tuh, yang ada di bawah kaki lo," kata Lintang. Tidak lagi menghiraukan reaksi Rana, cowok itu melangkah dengan santai, melewati donat-donat yang masih berceceran di lantai. Rana menunduk. Bahkan, dia lupa kalau donat-donat pemberian pengagum rahasianya masih berserakan di lantai. Tentu saja, ini semua salah Lintang. Harusnya tadi, Rana tidak meladeni cowok itu.

Satu per satu siswa yang tadi mengerumuni Rana bubar. Tentunya karena pertunjukan dadakan yang diadakan oleh Rana dan Lintang telah usai. Menghela napasnya, Rana kembali menekuk lutu. Rana bergerak mengumpulkan makanan berbentuk bulat itu dan memasukkannya ke dalam kotak makan yang berada tak jauh dari situ. Kalau saja dirinya tahu, siapa pengagum rahasianya, sudah pasti dia akan meminta maaf karena sudah menjatuhkan makanan pemberiannya.

Drrttt… drrttt… drrttt….

Getaran yang ditimbulkan ponsel Rana pada saku seragam menghentikan pekerjaannya. Kedua tangan Rana saling digosokkan satu sama lain untuk membersihkan kotoran dari tangannya. Setelah dirasa tangannya bersih, Rana merogoh saku seragam dan mengambil ponselnya. Cewek itu membuka layar ponsel yang langsung menampilkan sebuah pesan yang membuat pipinya bersemu.

Gue gak perlu kata maaf. Cukup dengan melihat senyuman lo, gue udah maafin semuanya.

Satu masalah gak akan ngebuat lo jatuh, kan?

Semangat,

Your secret admirer.

 Setidaknya, masih ada orang yang mau menyemangatinya. Walaupun, Rana sendiri tidak tau siapa dia.

***