cover landing

Tuan dan Nyonya Tjakra

By ratnatiana


"Jadi, kamu yang namanya Kara?"

Kara Adnan menyesap cairan pekat beraroma kafein dari gelas sekali pakai dalam genggaman, sebelum melangkah keluar dari lift. Denting samar terdengar kala pintu di belakang punggungnya perlahan menutup. 

Ia mendapati seseorang tengah berdiri di hadapannya. Jangkung dan berpenampilan rapi. Kara tahu, pemilik suara bernada angkuh tersebut pastilah Bima Tjakra. Anak laki-laki dari Oesman Tjakra, pemilik Tjakra Engineering, biro rival tempatnya bekerja.

"Bisa kerja dengan bener apa tidak?" Bima menatapnya tajam. Lelaki itu berkacak pinggang, lalu mendekat perlahan. Detak langkahnya yang demikian percaya diri, mengisi keheningan di antara mereka. Kara dapat mencium aroma mint segar yang menguar samar dari tubuh lelaki itu.

"Maksud lo apa?" Kara balas bertanya, sambil menyugar rambut sebelum menumpukan salah satu telapak tangannya di pinggang. Kini, ia meniru gestur tubuh Bima. "Ada masalah sama gue?"

"Mana Samuel?"

"Ya di kamar lah."

"Kamu yakin?"

“Sam bukan anak kecil yang harus gue temani kemana-mana.” Kara mengembuskan napas. Jengkel. "Memangnya dia mau kabur kemana? Sam selalu bersama gue seharian ini."

Memang benar. Kara tidak sedang berbohong. Semenjak mereka meninggalkan kediaman keluarga Adnan di bilangan Pondok Indah pagi tadi, kakaknya tersebut berada di sisinya sepanjang waktu. Sam masih terlihat mengurusi pekerjaan melalui laptop di pangkuannya, meski mobil yang mereka tumpangi telah berbelok masuk ke dalam parkiran Pesanggrahan Nirwana, tempat mereka berada kini.

"Kamu yakin?" Mata Bima memicing.

Kara paham, tatapan menuduh dari lelaki itu tertuju pada gelas di genggamannya. "Gue hanya turun sebentar ke kafetaria di lobi bawah. Tidak lebih dari dua puluh menit lamanya."

Kara menyadari, itu memang bukan waktu yang cukup singkat. Namun, ia benar-benar membutuhkan kafein agar fokusnya tetap terjaga. Juga, agar matanya tetap dapat terbuka lebar sepanjang waktu.

Bima mendengkus. "Aku dapat laporan kalau Samuel menghilang."

“Omong kosong macam apa itu?” Kara mendelik. “Jangan ngawur. Siapa yang bilang?”

Bima memutar bola mata. “Apakah kamu selalu over confidence seperti ini?”

"Elo kalo ngomong jangan sembarangan ya. Sam nggak mungkin kabur dalam acara sepenting ini." Suara Kara meninggi. Seakan ingin membuktikan bahwa ucapannya benar, kedua kakinya melangkah gegas. Di belakang, Bima mengekor tanpa diminta. Derap kaki mereka bergema di sepanjang lorong dengan penerangan benderang.

Di depan kamar nomor delapan kosong delapan, Kara menghentikan langkah. Ia menatap Bima tajam sebelum membuka pintu. "Sam! Ada yang nyariin lo—"

Udara dingin yang berasal dari pendingin ruangan, berembus begitu pintu terbuka. Kara belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia tertegun kala mendapati kamar milik Samuel telah penuh sesak dengan orang-orang berbadan tegap. Melalui pakaian yang mereka kenakan—setelan hitam bernada monoton, juga badge yang melekat di bagian dada, Kara langsung mengenali bahwa mereka adalah tim sekuriti dari grup And-Design.

"Sam? Sam mana?" Pertanyaan Kara begitu menuntut jawaban, menyita atensi seisi ruangan. 

"Pak Samuel menghilang."

Eh, apa?

Kara merangsek maju. Cairan pekat cokelat kehitam-hitaman dalam gelasnya sontak bergoyang kala ia bergerak dengan ceroboh. Bima telah berdiri di sisinya. Kini, semua orang memusatkan perhatian pada mereka berdua. 

"Apa keamanan And-Design memang selemah ini? Kenapa kalian bisa kehilangan Samuel?" Bima angkat bicara. Nadanya sungguh menjengkelkan. "Kalian harus bertanggung jawab."

Kara terkesiap, melongo untuk sesaat. Utusan Tjakra memang benar-benar cari gara-gara, ia membatin.

Kara pun lekas-lekas menghabiskan sisa kafeinnya, sebelum melempar wadahnya ke tempat sampah di sudut ruangan. Gelas tersebut menyentuh bibir keranjang, lalu bergulir cepat ke lantai. Lemparannya meleset. Sisa cairannya menetes hingga ke tepian gelas.

Namun, Kara tak peduli. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana, lalu menekan angka satu dengan tenaga yang jauh lebih dari yang seharusnya dibutuhkan.

Nama Sam muncul di layar. 

Beberapa detik berlalu, tetapi Sam tak kunjung menjawab. 

"Sam nggak pernah mengabaikan panggilan gue." Kara menatap Bima. Kecemasan mulai datang merayap. Sekelebat gagasan mengerikan terbit di benaknya. “Gimana kalo sesuatu terjadi pada Sam?”

Sebelum Bima sempat menanggapi, giliran ponsel lelaki itu berdering. Mengentak-entak dengan nyaring, mengoyak suasana.

"Ya?" Bima menjauh dari jangkauan pendengaran Kara untuk sesaat. Namun, tak butuh waktu lama, lelaki itu pun kembali. Ekspresi angkuhnya mengabur. Berganti dengan rona pias penuh kecemasan. "Aileen menghilang."

Sial!

Kara menyugar rambut. Frustasi. "Kamera. Kamera. Periksa kamera hotel secepatnya."

Bima memotong, "Timku sedang melakukannya."

"Apa Aileen Tjakra menghilang karena elo sedang sibuk ngejek gue?" Kara mencibir. Meski ia tahu saat ini bukan waktu yang tepat untuk membalas perlakuan Bima, tetapi ia tak tahan lagi untuk tidak menyemburkan kekesalannya. "Keluarga Tjakra juga harus bertanggung jawab jika sampai konferensi pers ini gagal."

"Kita tidak punya banyak waktu lagi. Kerahkan tim kita masing-masing untuk menyusuri setiap jengkal hotel ini." Selepas berkata demikian, Bima beranjak pergi. Sebelum sosoknya menghilang di balik pintu, lelaki itu menambahkan, "Temukan mereka, atau kita berdua akan kehilangan kepala."