cover landing

The Eleventh Ex

By PietGenta


"Woi, Kalya datang!"

Teriakan Yana yang lebih sering dipanggil si Cungkring, membuat semua siswa SMA Darma Bhakti bergegas berdiri mengatur posisi. Ya, yang semula mereka berbaur menjadi satu di lorong kelas, kini mulai membelah jalan demi menyambut kedatangan sang ratu.

"Kepada yang mulia Ratu Mantan, kami persilakan untuk memasuki jalur kehormatan yang telah kami persiapkan," teriak Cungkring dengan badan tegap mirip pengawal kerajaan yang memberikan penghormatan.

Sang Ratu Mantan melempar senyum manisnya kepada semua orang yang ada di sana sambil menaikan dagunga penuh wibawa. Dinda dan Imey yang berdiri tepat di belakangnya hanya cekikikan.

Sambil melambaikan tangan, Kalya berjalan melewati para cowok kelas sebelas yang sudah menunggunya dari tadi. Suara tepukan tangan dari mereka semakin menambah kemeriahan pagi ini.

Dinda tertawa geli. "Kalau ditambah karpet merah, Kalya udah mirip juara kompetisi ajang kecantikan aja, Mey,” ujarnya.

"Ih, seru tahu. Ini perayaan terunik yang ada di sekolah kita,” balasnya sambil ikut tepuk tangan.

"Iya.. Iya.. Unik. Saking uniknya, cuma di sekolah kita aja yang temannya baru putus malah dirayain gini,” timpal Dinda menepuk jidat Imey gemas. Keduanya pun tertawa geli.

"Ssshhhht. Berisik. Fokus jalan ke kelas aja bisa gak?" ujar Kalya kepada kedua sahabatnya itu.

“Iya, Ratu Mantan!” samber Dinda dan Imey. Kini Kalya pun ikut tertawa.

***

Berbeda dengan Kalya yang terlihat bahagia dengan pencapaian konyolnya, Raldo malah tampak murung.  Sebenarnya dia tak ingin masuk sekolah hari ini, tetapi ulangan Fisika tak bagus jika dihindari. Bisa mati dia dikejar Pak Burhan.

Raldo mulai menyusuri lorong kelas dengan cara mengendap-ngendap. Kepalanya memutar ke kiri dan kanan untuk memastikan situasi aman terkendali.

“Sepi. Berarti, acara penyambutan Ratu Mantan sudah selesai,” ucap Raldo merasa lega.

Pemuda dengan ransel berwarna hitam itu kemudian berlari menuju kelas. Berharap tidak ada orang yang menyapa atau bahkan mengajaknya diskusi tentang kejadian tadi malam. Dia tidak akan pernah lupa. Betapa malunya dia ketika seseorang merekam dan menyebarkan video ketika Kalya memutuskannya.

“Baru juga jadian tujuh hari. Masa kita putus, Kal?” tanyanya malam itu.

“Kan lo yang salah. Gue bilang lagi kepingin sate taichan. Kenapa lo bawanya sate ayam Madura?”

“Tapi kan sama-sama sate ayam.” Kalya melengos enggan menanggapi pembelaan Raldo.

Malam itu, banyak yang menelpon Raldo untuk menanyakan tentang kebenaran video menyedihkan yang tersebar di grup Whatshapp kelas sebelas. Tidak ada pilihan lain, Raldo hanya bisa mengiakan. Dan harus pasrah menerima apa yang akan terjadi di sekolah, hari ini.

 Baru saja Raldo merasa senang dan diistimewakan oleh teman-temannya di kelas karena menjadi pacar cewek terpopuler di sekolah, tetapi sayang, semua harus berakhir.

 Raldo benar-benar sudah berusaha menjadi pacar yang baik untuk Kalya. Selalu mengalah, nurut, perhatian, tetapi, tetap saja akhirnya putus juga.

Raldo sebenarnya tidak buruk. Dia tampan, sering juara kelas dan berasal dari keluarga yang berada. Hanya saja, tidak pandai bergaul. Dia lebih suka menghabiskan jam istirahatnya di dalam perpustakaan seorang diri, dibanding nongkrong di kantin seperti cowok-cowok lainnya.

Ya, Raldo memang berbeda. Dia dikenal sebagai cowok kaku, minderan dan pemalu. Imey bilang, Raldo mungkin terlihat lebih keren kalau kacamatanya dilepas, dan jalannya jangan terlalu menunduk. Tetapi menurut Dinda, justru itulah ciri khasnya Raldo. Dan bagaimana kata Kalya?

Jangan tanyakan hal itu kepada Kalya. Dia tidak akan peduli. Dia hanya suka membuat cowok baper, kemudian memacarinya dan meninggalkannya.

Sekarang, Raldo sudah di depan kelas. Walau sedikit ragu untuk membuka pintu, dia yakin akan aman karena sebentar lagi Pak Burhan datang ke kelas.

Kreek! Pintu terbuka.

Semua temannya sedang duduk rapi di bangku masing-masing. Lagi-lagi Raldo lega.

"Pagi, Teman-Teman.." sapanya polos.

"Pagi, Raldo.." jawab mereka kompak. Raldo bergegas duduk di bangkunya.

"Do, itu.." kata Cungkring menunjuk ke papan tulis sambil menahan tawa.

~Selamat atas prestasimu menjadi mantan kesepuluh Kalya Amanda~

Raldo tertunduk lemas. Semua teman-temannya malah bersorak dan memberikan selamat.

***

Siapa yang tidak mengenal Kalya Amanda? Sepertinya, hampir semua siswa dan siswi SMA Darma Bhakti mengenal dia.

Perawakan Kalya yang mungil, membuat cowok-cowok berbadan tinggi gemas melihatnya. Kata anak basket sih, Kalya cocok kalau diajak boncengan pakai motor gede. Rambutnya yang panjang terurai akan terbang bebas ketika tertiup angin jalanan, tidak lagi menghalangi pipi tembamnya.

Suasana kantin siang ini, seperti biasa, gaduh. Bukan karena berebut makan, tetapi obrolan mereka masih seputar Kalya.

"Gua sih paling suka sama bibir si Kalya. Tebal tapi mungil dan keriting," ujar Restu yang punya mimpi di hidupnya bisa jadian dengan Kalya.

Semua teman-temannya tertawa. "Keriting? Bibir apa mie gorang yang lagi gue makan ini, nih?” timpal si Cungkring sambil mengunyah.

“Lo nggak bakal ngerti. Gua tuh merhatiin Kalya udah dari kelas sepuluh. Asli sih, dia cewek tercantik di sekolah ini, sumpah,” ucapnya lagi.

"Bukan cuma lo yang ngomong kayak gitu. Anak kelas dua belas juga mengakui kecantikan si Kalya. Lo hitung aja. Ada berapa kakak kelas yang udah jadi mantan si Kalya. Malah yang gua denger, Kak Rendy sampai mau mengundurkan diri dari klub basket sekolah gara-gara si Kalya. Padahal kan dia kaptennya," kata Cungkring panjang lebar.

"Kak Rendy yang mantan kesembilan Kalya?" tanya Restu diikuti anggukan kepala Cungkring.

Bukan rahasia lagi, kalau Cungkring bisa tahu banyak tentang Kalya. Bukan hanya tentang si Ratu Mantan sih, pemuda berbadan kurus itu juga dikenal tahu segalanya mengenai gosip-gosip yang sedang hangat di SMA Darma Bhakti.

"Eh, Kring. Gua sampai sekarang masih shock, loh. Kok bisa si Raldo jadian sama Kalya?"

"Ya ampun. Gitu aja lo nggak tahu. Si Kalya kan semacam kolektor cowok-cowok. Jadi, berbagai tipe cowok, dia coba pacarin.”

“Duh, kenapa gue nggak masuk kriteria, ya?” gumam Restu.

“Ya, nggak cowok berjambul, dekil, kere dan punya otak mesum kayak lo juga kali, Bro.”

“Anjir,” timpal Restu memukul kepala Cungkring dengan botol air mineral miliknya.

Semua teman-temannya tertawa puas mendengar Restu dicela habis-habisan. Tetapi di luar mereka suka saling mencela, Cungkring dan restu adalah sahabat. Celaan mereka pun hanya becandaan yang biasa dibuat untuk mencairkan suasana di sela-sela kegiatan sekolah.

Di mana ada mereka, di situlah tercipta tawa dan canda yang setiap harinya tidak pernah habis.

 

"Eh.. Eh.. tuh, lihat. Kalya." Restu menunjuk ke pintu masuk kantin yang berada tepat di depan meja mereka.

Meja itulah yang menjadi favorit Restu kalau di kantin. Karena, dia bisa melihat cewek-cewek keluar masuk kantin dengan jelas.

SMA Darma Bhakti cukup besar. Di sana, terdapat banyak meja berbentuk persegi panjang dengan empat kursi saling berhadapan. Warga sekolah bisa memilih meja mana saja yang mereka sukai.

Seperti adegan slow motion, Kalya dan sahabat-sahabatnya berjalan begitu pelan. Menyibakan rambut ke kanan dan ke kiri. Menundukan kepala dan perlahan menaikan kepalanya lagi. Anggun dan penuh pesona.

Bibir Kalya yang Restu bilang tebal dan keriting itu, kini menebar senyum manis ke seluruh penjuru kantin. Semua terpesona, kecuali para cewek yang gerah melihat aksinya.

"Andai aku jadi pacarnya. Sehari pun nggak apa-apa deh," ceplos Restu sambil menyangga dagu. Semua teman-temannya tertawa.

Ketika mereka sedang asyik memandangi Kalya sambil berkhayal, tiba-tiba Rendy datang.

"Kal. Gue mau ngomong," ucapnya di depan Kalya.

"Huuh, ganggu!" seru para cowok diikuti tawa Cungkring merasa puas. .

Rendy datang dengan wajah memelas. Dia sangat menyesal dulu sudah membuat cewek di hadapannya kecewa. Andai, di hari jadi satu bulan mereka, dia tidak latihan basket, mungkin detik ini mereka masih pacaran.

"Gue minta maaf. Please...”

“Gak!” tegas Kalya geram.

“Lo udah nyakitin gue dengan jadian sama si cowok di bawah rata-rata itu. Jadi, cukup. Kita mending balikan lagi aja," ujar Rendy di hadapan tiga cewek yang sedang menatapnya sinis.

"Eh, jangan sembarangan lo. Lo merasa jadi cowok di atas rata-rata? Pede banget. Raldo nggak serendah itu, dia cuma kaku sama culun doang.”

Imey menepuk pundak Kalya. “Heh! Heh! Mohon maaf. Cuma kaku sama culun? Nggak cuma, tapi banget.”

“Sialan, lo!” jawab Kalya sambil menahan tawa. Dinda melotot.

Rendy tersenyum sambil memalingkan wajahnya. Sudah bukan rahasia lagi, Kalya dan kedua sahabatnya memang pintar membuat lelucon. Terkecuali, Dinda. Dia lebih sering berperan sebagai alarm kedua sahabatnya. Kalau mereka sudah keterlaluan, gadis berambut ikal itu yang mengingatkan.

“Kal. Dengerin gue...”

Kalya menghela napas di hadapan cowok yang menjadi idola para cewek SMA Darma Bhakti itu. Entah harus dengan cara apa lagi dia menolaknya.

“Gue mau kita balikan. Gue bakal keluar dari klub basket sekolah, sumpah. Jadi, waktu gue bakal banyak buat lo,” jelas cowok berperawakan tinggi itu.

Kalya memegangi pundak Rendy dan membisikan sesuatu ke telinganya. “Ganteng, Kalya Amanda nggak pernah mungut sesuatu yang sudah dibuang!”

Degg! Dada Rendy seperti dihantam peluru berukuran jumbo. Sakit sekali.

Kalya dan kedua sahabatnya berlalu dari hadapan Rendy yang berdiri mematung. Sesekali matanya melirik ke kiri dan kanan untuk melihat bagaimana reaksi orang yang ada di sana.

Semua hanya menunduk dan pura-pura fokus ke makanan di hadapan mereka. Kalau saja Rendy bukan kakak kelas, ingin sekali mereka menertawakan cowok yang baru saja ditolak mentah-mentah oleh Kalya Amanda.

“Tuh, seorang Rendy yang jadi idola para cewek di sekolah aja dianggap barang bekas yang nggak layak dipungut lagi. Lah, apa kabar elo yang hanya remehan keripik singkong?” celetuk Cungkring mengusap wajah Restu yang dari tadi melongo.

“Sialan, lo! Gue mah ganteng. Emang elo?!”

“Canda, Ganteng!” timpal Cungkring diikuti tawa lepas teman-temannya.

Restu mengusap jambul kebanggaannya. Sesekali dia mengedipkan mata ke arah Kalya, Imey dan Dinda. Bukannya dibalas dengan kedipan, Imey justru malah mengepalkan tangannya ke arah cowok yang menjadi langganan ke ruang BK karena sering ketahuan mengganggu cewek-cewek di toilet itu.

“Taklukin tuh si Restu,” ceplos Imey. Kalya melirik meja Restu. Cowok berjerawat itu menggigit dasi sekolahnya karena salah tingkah.

Kalya tertawa sinis. “Dia sih udah pasti takluk sama gue. Gue pengen calon mantan ke sebelas yang beda.”

Dinda mengerutkann alisnya. “Mantan ke sebelas? Jangan bilang ke gue, kalau elo udah ada niatan mau jadian sama seseorang, terus putus, terus jadi mantan, terus...”

Stop! Jadilah penonton yang bijak, Dinda.”

Imey tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi wajah Dinda yang kesal tetapi nggak bisa marah karena saking bosannya mengingatkan Kalya untuk berhenti bermain-main dengan perasaan orang.

***