cover landing

The Dark Life

By DeChan


Prolog

Charles duduk diam di mobil mengawasi sebuah rumah mungil, dia sudah menyelidiki gadisnya. Dia tahu sebentar lagi gadisnya akan pergi ke teater. Dia melirik ke luar jendela dan melihat sang gadis mengunci pintu rumah dengan senyum indah di wajah. Tatapannya bertemu dengan Smith dan dia memberi isyarat. Smith keluar dan menghampiri gadisnya dan mereka berbicara. Charles menyelinap lincah keluar dari mobil dan dengan gerakan ringan dia sudah ada di belakang gadis tersebut. Tidak bisa menahan diri lagi dia menghirup aroma wangi gadisnya, membuat Wanita itu menoleh menyadari kehadirannya.

“Kau.” Sophia menatap nyalang Charles yang mengangkat tangan lalu sengatan rasa sakit yang tajam menusuk tengkuknya. Ada lengan kuat yang mendekapnya sebelum kesadarannya menghilang. Dia terhuyung dan Charles memeluknya posesif dengan mata bersinar kejam. Dia berhasil mendapatkan gadisnya. Dia menunduk menatap wajah cantik sang gadis dan tersenyum puas.

“Biar saya saja yang menggendongnya, Tuan.” Smith yang berdiri diam mengawasi mendekat.

Charles menggeleng tegas lalu menggendong Sophia memasuki limusin, Smith membukakan pintu. Charles mengatur posisi gadisnya senyaman mungkin, menjadikan pahanya yang kuat sebagai bantal. Dia menyingkirkan surai keemasan yang menutupi wajah gadisnya lalu mengecup bibir mungil merona gadisnya.

“Sekarang kau milikku, Sophia Elver.”

***

Part 1

Sophia tidak akan membuat ini mudah. Dia berlari dengan bertelanjang kaki, sesekali menoleh ke belakang memastikan Charles tidak lagi mengejarnya. Napasnya memburu, keringat membasahi tubuhnya yang dibalut gaun putih tipis, membuat lekuk tubuhnya terlihat.

Batu berukuran sedang yang tidak dia lihat membuatnya terjatuh keras. Dia berguling-guling dan berhenti saat gaunnya tertarik sampai robek. Dia memerhatikan gaunnya yang sekarang terlihat menyedihkan—kotor dan robek. Belum lagi tangan dan kakinya mengeluarkan darah karena tergores ranting dan tanaman. Dia lelah sudah berjam-jam berlari mengitari hutan itu, tetapi tidak menemukan jalan keluar. Dia mendongak memandang bias-bias cahaya rembulan yang menembus sela-sela dedaunan hutan. Bisakah cahaya itu membantunya keluar dari sini?

Sophia menengang saat sepasang lengan kekar memeluk tubuhnya. Dia menoleh dan melihat Charles berjongkok, sepasang mata abu-abu yang dingin menatapnya tajam.

Charles menyeringai kejam. "Well, akhirnya aku menemukanmu lagi, Sophia Elver."

"Lepaskan aku." Sophia berteriak saat Charles dengan kasar mencengkeram pinggangnya, mengabaikan teriakannya, memanggul gadis itu di atas bahu bagaikan sekarung kentang. Pandangannya berputar-putar saat Charles melangkah cepat ke arah mobil. Dia dapat merasakan darah mengalir cepat ke kepalanya.

Tidak mendapat jawaban, sekuat tenaga dia memberontak dan memukul-mukul punggung kekar Charles. Percuma saja, pukulannya seakan tidak memberi rasa sakit kepada Charles. Dia menendang-nendang dengan liar, berharap Charles menyerah dan mau menurunkannya, tetapi Charles terdiam dan semakin mempererat pegangannya—dia menegang saat tangan Charles mencengkeram bokongnya. Susah payah dia mendongak dan melihat bibir Charles yang membentuk garis datar pertanda sedang menahan amarah.

"Aku mohon, lepaskan aku," isak Sophia memohon. Pria itu menurunkan tubuhnya, lalu memasang sabuk pengaman dan mengunci pintu mobil. Dengan tenang Charles mengemudikan mobil membawanya kembali ke dalam sangkar emas.

"Sophia Elver, hukuman sudah menantimu di rumah," gumam Charles dingin.

Dan kini Sophia tau bahaya besar sudah menantinya ....

***

Sungguh perjalanan itu begitu menyiksa Sophia, ketegangan suram yang mereka lewati dalam perjalanan sunyi menuju mansion. Charles menghentikan mobil, membuka pintu mobil dan kembali memanggulnya. Charles memang sangat kejam dan tahu sekali cara menyiksa, memanggulnya seperti sekarung kentang. Dia memutuskan menyerah dan pasrah, tidak ada gunanya memberontak itu hanya membuatnya lelah sendiri.

Walaupun penglihatannya terbalik, Sophia bisa melihat kalau mereka sudah sampai di mansion. Charles terus memanggulnya melewati para pengawal yang berjaga di sisi kanan dan kiri sebuah tangga yang melingkar dengan ornamen cantik menuju sebuah kamar.

Charles membanting tubuh Sophia ke atas ranjang dengan kasar. Rasa sakit langsung menjalar keseluruh tubuhnya, belum sempat dia mengatasi semua rasa sakitnya pria itu sudah lebih dulu menindihnya.

"Kau tahu, Gadis Nakal? Kau sudah membuatku sangat marah." Tangan besar Charles mengelus wajahnya dengan lembut, tetapi sentuhan itu bagaikan tumpukan jarum yang perlahan menggores wajahnya.

Astaga! Alarm tanda bahaya langsung berbunyi, dia tahu Charles pasti akan melakukan hal yang tidak menyenangkan padanya. Ini sungguh mengerikan. Charles dengan rahang yang menegang dan tatapan mata tajam yang menusuknya sedang mengelus lembut wajahnya.

"Maaf." Sophia tahu permintaan maafnya tidak berguna, tapi setidaknya dia berharap masih ada kebaikan di hati pria itu.

"Hmm, memaafkanmu? Tentu, aku akan memaafkanmu, tetapi ada konsekuensi dari setiap tindakanmu." Suara Charles terdengar sangat tenang sambil mengecup leher jenjang Sophia berulang kali. 

"Aku janji tidak akan kabur lagi."

"Kau tidak akan bisa kabur lagi karena mulai detik ini penjagaan terhadapmu akan diperketat. Jangankan kabur, keluar dari pintu itu pun sekarang mustahil kaulakukan." Telunjuk Charles mengarah pada pintu yang ada di kamar Sophia, dan tangannya yang lain mencengkram dagu Sophia dengan kasar.

"Sakit," rintih Sophia, cengkeraman Charles bagaikan capit besi.

"Sakit, ya? Tapi aku belum melakukan apa-apa."

Ketakutan tampak jelas di mata Sophia, dengan sisa tenaganya dia berusaha mendorong tubuh Charles dari atas tubuhnya, tetapi usahanya sia-sia bahkan Charles tidak bergerak sedikit pun.

"Hukuman apa yang cocok untuk gadis nakal sepertimu?"

Sophia menangis terisak-isak merasa putus asa. Dia meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh kekar Charles. Dia menjerit, seketika gerakan Charles terhenti.

Charles mengernyit. Dia belum melakukan apa-apa dan gadis kecilnya di depannya ini berteriak seakan-akan baru saja diperkosa. Dia mengamati Sophia dan terbelalak melihat sekujur tubuh Sophia penuh luka gores. Pasti tergores saat di hutan tadi, pikirnya.

Charles berdiri dengan cepat dari atas tubuh Sophia, memanggil pengawal yang berjaga di luar pintu. Tampak pria berkulit kecokelatan mendekat.

Sophia mengamati dengan ketakutan, apakah Charles akan menyuruh pengawal itu melakukan sesuatu kepadanya?

"Suruh pelayan membawa antiseptik, air hangat, handuk, dan salep penghilang bekas luka."

"Baik, Tuan."

Setelah memastikan pengawal keluar, pandangan Charles terarah kepada Sophia, dia dapat melihat ketakutan di mata hijau itu. Perlahan dia menunduk dan tatapan mereka bertemu.

"Kau takut pengawalku melakukan sesuatu kepadamu, yah? Tenang saja, kau aman selama kau bersikap baik, tetapi saat kau mencoba kabur lagi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi," gumam Charles santai seakan tahu apa yang dipikirkan Sophia.

Kalimat itu terdengar sangat mengerikan, Sophia refleks beringsut menjauh sampai punggungnya terbentur sandaran tempat tidur.

"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Belum saatnya, tetapi satu hal yang pasti kau milikku—semua hal ada padamu adalah milikku."

Sophia ingin membantah, namun ketukan pintu menghentikannya.

"Masuk," kata Charles.

Sophia melihat perempuan yang masih muda, usianya mungkin lebih tua tiga tahun darinya. Pelayan itu meletakkan nampan yang dia bawa.

"Alicia, berikan nampan itu kepadanya. Jangan membantunya, biarkan perempuan pemberontak ini mengobati lukanya sendiri." Charles berdiri, Alicia menunduk hormat. Sophia memandang kepergian Charles dengan datar.

***

Charles menutup pintu kamar Sophia, langkah kakinya terdengar berderap di sepanjang lorong yang dihiasi lampu kristal yang mewah. Kemewahan yang dia miliki tidak membuatnya merasa bahagia. Sekarang dia begitu frustasi karena hampir saja lepas kendali, pesona Sophia memang tidak bisa dihindari, pikirnya masam.

"Sepertinya aku butuh pelampiasan. Smith, siapkan mobil kita ke klub."

"Baik, Tuan." Smith yang selalu mengekor di balik bayangan Charles mengangguk dan segera pergi menyiapkan mobil.

Limusin hitam itu berhenti di sebuah klub malam yang elit. Di pintu masuk terlihat dua pengawal yang berjaga di sisi kiri dan kanan pintu masuk, Charles memperlihatkan kartu identitas VIP dan dia diizinkan masuk. Sebenarnya dia tidak perlu melakukannya, dia adalah tamu kehormatan di sini, tetapi demi formalitas dan berjaga-jaga jika pemilik klub memperkerjakan orang baru.

Begitu dia masuk ke dalam, suara ribut, bau rokok, minuman beralkohol, juga orang-orang setengah mabuk yang menari di lantai dansa bahkan bercinta sudah menjadi hal yang biasa baginya. Dia mengendarkan pandangannya mencari keberadaan sahabatnya, dan dia menemukannya sedang duduk di sudut bar.

"Kau datang, aku pikir kau bercanda saat mengatakan kau akan kemari." Edward berseru riang saat melihat Charles yang berjalan menghampirinya.

Charles berdehem, tidak mau meladeni sahabatnya. Dia yakin sahabatnya itu pasti akan menertawakannya jika mengetahui alasan kedatangannya.

"Kenapa dengan wajahmu? Mendung seperti perusahaanmu akan bangkrut," canda Edward berusaha membuat Charles sedikit tersenyum.

"Aku hampir menidurinya tadi," kata Charles tanpa memandang Edward.

"Wow, apakah si Balerina mungil itu?"

Charles mengangguk sambil meminum vodka yang baru saja diberikan bartender.

Edward mengangkat bahu dan tersenyum lebar. "Aku tidak bisa menyalahkanmu karena gadismu memang sangat cantik. Saranku jangan terlalu terburu-buru kalau tidak dia akan lari ketakutan."

Charles menghelas napas frustrasi. "Tanpa kau bilang juga dia sudah mencoba kabur dariku dan aku hampir lepas kendali."

"Kau mulai mencintainya?" tanya Edward.

Charles langsung menoleh dan menatap Edward tajam. "Kau bercanda? Perasaanku sudah lama mati dan kau tahu betul, Edward."

"Charles, aku merindukanmu." Wanita bergaun merah terang dengan potongan pendek yang sangat ketat menjatuhkan dirinya di pangkuan Charles lalu memeluknya.

"Aku juga merindukanmu, Alexa. Ayo kita ketempat biasa," Charles melingkarkan lengannya di pinggang Alexa.

Edward menatap sahabatnya yang perlahan menghilang di balik kerumunan. "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Charles, apa yang telah terjadi bukanlah kesalahanmu," gumamnya seorang diri.