Surya baru pulang kerja ketika tiba di ruang tengah dengan suasana begitu mencekam. Surya tak pernah merasa terpojokkan seperti ini selama hidupnya. Malam ini menjadi kali pertama mata seluruh anggota keluarga kompak tertuju padanya, mereka seolah meminta Surya menjelaskan semua yang seharusnya dia luruskan.
“Tumben pada kumpul di sini?”
“Duduk, Bang. Ada yang mau Ayah tanyakan.”
Tiba-tiba Surya gugup, tak biasanya Ayah mengajaknya bicara ditemani semua anggota keluarga, “Apa, Yah?”
“Ayah dapat kabar dari kolega kalau kamu punya pacar khayalan. Apa benar?”
Surya menarik napas dalam, karena untuk menjelaskan kesalahpahaman ini dia butuh kesabaran lebih.
"Apa yang Ayah dengar itu cuma rumor. Abang nggak mungkin punya pacar khayalan."
"Terus suara siapa yang karyawan dengar?" Ayah menatap Surya lebih intens, "lagipula selama ini Abang nggak pernah ngenalin cewek ke Ayah. Bisa aja, kan, rumor itu benar?"
Surya menghela napas frustrasi, "Ya ampun, Yah. Selama Abang bisa dapat pacar beneran, kenapa harus punya pacar khayalan?"
"Ya udah, kalo gitu buktikan. Satu bulan, Ayah kasih Abang waktu buat kenalin pacar Abang ke keluarga," Ayah bangkit dari duduknya, "kalo selama itu Abang belum juga kenalin pacar, terpaksa Abang harus dimutasi supaya reputasi perusahaan nggak hancur di mata relasi."
Lalu Ayah pergi ke kamar, meninggalkan Surya yang menyandarkan punggung sembari mengembuskan napas berat.
"Udah, Bang. Biar Bunda bantu ngomong sama Ayah." Bunda mengusap pundak Surya, mencoba memberi kekuatan pada anak laki-lakinya.
"Abang beneran nggak punya pacar khayalan. Bunda percaya, kan?"
Bunda mengangguk, "Bunda yang lebih tau Abang daripada Ayah, jadi Bunda yakin Abang nggak bohong."
Airin yang baru membuat minuman dari dapur, ikut nimbrung, "Lagian sih lo, udah tau karyawan pada heboh gosipin lo. Bukannya langsung diatasi, jadi Ayah keburu tahu, kan?"
Surya mengambil segelas jus jeruk buatan Airin lalu meneguknya, "Gue udah nyuruh Bima ngatasi masalah itu, tapi kolega terlanjur dengar gosip-gosip karyawan. Ya ... udah pastilah mereka ngadu ke Ayah."
Cetta menyimak pembicaraan sembari meminum jusnya, kemudian tiba-tiba matanya melebar, "Terus gimana caranya Abang punya pacar dalam waktu sebulan?"
Surya mengacak-acak rambutnya kasar, pikirannya benar-benar kacau oleh rumor tak jelas itu. Dia khawatir jika Ayah benar-benar akan menurunkan jabatannya. Lalu bagaimana dengan proyek yang sedang dikerjakan? Jika sampai Ayah serius dengan ucapannya, sia-sia sudah apa yang dikerjakannya selama ini.
"Bun, punya kenalan buat calon pacar Abang, nggak?"
“Emang kriteria Abang yang gimana?”
Tanpa sadar pikiran Surya mengarah pada seseorang di masa lalunya, “Yang periang, terus cantik. Cantiknya bukan wajah doang, tapi hatinya juga.”
“Hmm … siapa ya?” Bunda memikirkan siapa sosok yang cocok sesuai kriteria Surya, “Kakak sama Cetta ada kenalan yang mirip kriteria Abang nggak?”
“Alah, nggak usah pake kriteria segala. Waktu lo cuma sebulan, nanti gue bantu cari di dating apps.”
“Gila lo! Seenggak laku itukah gue?”
“Daripada lo dimutasi, pilih mana?”
Surya sekakmat, dia menatap Bunda dan Cetta yang tak bersuara, berarti mereka pun setuju dengan ide gila Airin.
“Maaf, Bang, Cetta nggak punya ide lain.”
“Abang coba aja dulu saran Kakak, siapa tahu setelah kenalan cewek itu masuk kriteria Abang.”
Surya mengembuskan napas pasrah ketika Airin mulai memasang aplikasi dating di ponselnya.
Gak apa-apa Sur, setidaknya buat sementara
***