cover landing

Sweet Dangerous

By Marrygoldie


Ketika Tuhan sudah membuat cerita tentang sepasang pria dan wanita, maka tidak akan ada siapa pun yang mampu menghalanginya. Bahkan dalam kondisi mustahil sekali pun, cerita itu akan tetap mempertemukan mereka.

***

 

Pagi itu matahari menyinari sebuah mansion yang terletak di Holmby Hills, Los Angeles. Mansion itu memiliki desain arsitektur bergaya kastil Prancis. Bentuk bangunannya menyerupai huruf ‘W’ yang menjelaskan pemilik asli mansion itu, yaitu keluarga Wagner. Dengan dinding berwarna putih gading serta atap abu-abu memperlihatkan kemegahan bangunan seluas lima ribu dua ratus meter persegi tersebut.

Sayangnya mansion itu tidak lagi dimiliki oleh keluarga Wagner. Sebulan yang lalu lahan yang mencapai dua hektar itu diambil alih oleh CEO Baxley Motor Company bernama Max Baxley. Keindahan dari bangunan klasik itu telah menarik perhatian pria berusia tiga puluh dua tahun tersebut.

Namun ada yang berbeda hari ini. Mansion itu tampak begitu sunyi dan tenang. Tidak ada pergerakan dan aktivitas yang terlihat. Di dekat pintu masuk tampak dua petugas yang tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Serta semua petugas keamanan yang berjaga di mansion itu mengalami kondisi yang sama. Termasuk sang pemilik mansion.

Di halaman belakang mansion itu, tampak tubuh Max tergeletak di atas rerumputan hijau. Merasakan sinar matahari menyengat kulit wajahnya yang kecokelatan telah mengusik lelap pria itu. Perlahan kelopak matanya yang bergerak mulai terbuka. Menampilkan bulatan beige yang menawan. Dia harus mengerjapkan matanya saat sinar matahari menusuk retina.

Setelah matanya mampu beradaptasi dengan sinar matahari yang menyilaukan, Max pun mengedarkan pandangan. Menyadari dirinya tidak berada di ranjang yang empuk seketika pria itu menegakkan tubuh. Dia kembali melihat hamparan rumput di sekelilingnya dan beberapa pepohoan yang berdiri tegak.

“Bagaimana bisa aku di sini?” bingung Max.

Pria dengan tinggi tubuh 183 sentimeter itu ingat dengan jelas jika dia membaringkan tubuhnya di atas ranjang di kamar utama mansion. Dia bahkan sangat yakin dia tidak meminum wine, sampanye atau minuman lainnya yang bisa membuatnya mabuk.

“Tidak. Aku sama sekali tidak minum semalam. Pasti ada yang tidak beres.”

Max segera berdiri dan berjalan masuk mansion. Dia tidak merasakan pusing. Artinya dia tidak mabuk sama sekali. Memasuki mansion, Max mencari petugas keamanan. Namun, mansion yang ditinggalinya itu terasa sunyi senyap. Dengan sedikit berlari, Max yang kala itu masih mengenakan kuos polos abu-abunya serta celana training hitam. Dia menyusuri mansion hingga ke bagian depan.

Langkah Max terhenti saat melihat pemandangan orang-orang bagian keamanannya pun mengalami hal yang serupa. Pria-pria yang mengenakan setelan berwarna hitam itu tergeletak tak sadarkan diri di atas lantai. Bahkan anggota keamanannya pun bisa diterobos. Jelas Max merasa benar-benar terancam. Dia harus memutar otak untuk mencari cara menyelesaikan keanehan ini.

 

Aku adalah seorang bodyguard. Aku bisa melindungimu, Max.

 

Kalimat itu keluar dari bibir seorang wanita yang telah mengusik pikiran Max selama sebulan ini. Wanita yang berani menolak pesona seorang Max Baxley. Bibir pria itu mengembangkan senyuman yang sarat akan rencana dalam pikirannya.

“Kita akan bertemu lagi, Mawarku.” Gumam Max penuh keyakinan.

***

Di atas ring tinju, tampak seorang wanita tengah melawan seorang pria. Meskipun memiliki postur langsing, tetapi gerakan Ruby Laingley jauh lebih gesit dari lawannya. Bahkan saat ini dia melakukan pukulan yang mengarah ke wajah secara bertubi-tubi atau biasanya disebut dengan jab. Serangan ini membuat pria itu yang lebih tinggi lima sentimeter darinya terhuyung ke belakang. Setelah melawan lebih dari tiga puluh menit jelas membuat pria itu kehilangan staminanya.

Akhirnya Ruby mengeluarkan serangan andalannya. Dia melontarkan tangan kanan yang dilapisi sarung tinju layaknya bentuk kait atau dinamakan hook. Tinju yang keras dari Ruby itu mengenai pipi kiri pria tersebut. Beruntung pria itu mengenakan helm pelindung kepalanya sehingga pukulan dari Ruby tidak fatal. Awalnya pria itu terhuyung ke belakang sebelum akhirnya benar-benar ambruk.

Seorang wasit pun menghitung mundur dari angka sepuluh menuju angka satu. Namun Scott tidak kunjung bangkit berdiri. Pria itu langsung melambaikan tangan tanda menyerah.

“Kau benar-benar mawar berduri, Ruby. Cantik tapi menyakitkan.” Pria yang menjadi lawan Ruby adalah teman latihannya, Scott.

“Dan kau masih saja selamban siput, Scott. Jika gerakanmu selamban itu, aku bisa selalu mengalahkanmu.” Wanita itu mengulurkan tangan untuk membantu Scott berdiri.

Wanita itu melepaskan helm pelindung kepalanya. Membiarkan rambut panjangnya yang dikuncir di belakang kepala terjatuh ke punggungnya. Rambut sewarna langit malam yang gelap itu tampak sedikit berantakan.

Scott yang sudah melepaskan helm pelindung kepalanya masih betah mengamati Ruby. Setiap gerakan yang diciptakan oleh Ruby seakan begitu menarik untuk dilewatkan. Kaus abu-abu yang memeluk erat lekukan tubuh Ruby yang indah telah basah di beberapa tempat. Serta celana sweatpants sewarna memperlihatkan kaki Ruby yang jenjang. Tidak akan ada yang mengira jika Ruby adalah seorang bodyguard wanita.

“Kau berani melihat lagi akan kubuat kau tidak bisa bangun, Scott.” Ancam Ruby yang menyadari tatapan pria itu.

Seketika wajah Scott menampilkan cengiran tanpa dosanya. “Ketika bunga mawar sudah menunjukkan durinya, benar-benar sangat menakutkan.”

Ruby pun tertawa melihat Scott berpura-pura memasang wajah takutnya. Dia tahu teman kerjanya itu tidak akan berbuat hal yang tidak sopan. Tapi Ruby sama sekali tidak tertarik menjalin hubungan dengan pria mana pun. Karena itu dia selalu memberikan jarak pada pria yang memandangnya sama seperti yang Scott lakukan.

Sayangnya hanya satu pria yang mampu merontokkan mawar Ruby. Pria yang mampu membuat Ruby menyerah pada setiap sentuhannya. Tapi Ruby bertekad untuk tidak kembali jatuh pada pria itu. Setelah mengetahui reputasi Max Baxley yang terkenal di kalangan wanita, sudah menjadi alasan bagi Ruby untuk membangun dinding tinggi penuh duri yang tidak membiarkan pria itu kembali melewatinya.

“Ruby!”

Panggilan itu membuat kepala Ruby menoleh sehingga dia bisa melihat seorang pria yang dikenalnya sebagai penjaga tempat latihan itu bernama Josh. Dengan tubuh kekar layaknya Dwayne Johnson membuat Josh ditakuti. Terkadang seseorang hanya melihat dari fisik tanpa melihat dalam hatinya. Sebenarnya Josh tidak menyeramkan seperti yang dipikirkan orang lain. Dia pria yang baik dan ramah dengan versi suara beratnya.

“Ada apa, Josh? Apa kau juga ingin main denganku di sini? Scott mulai membosankan.” Ruby terkekeh melihat wajah kesal Scott.

“Tawaran yang menggiurkan Ruby, tapi Mr. Garrison menelepon dan meminta kau segera datang ke kantornya,” ujar Josh.

“Sial! Kenapa kau tidak langsung memberitahuku?” Ruby segera melepaskan sarung tangan tinjungnya dan keluar dari ring.

Wanita itu berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya lebih dahulu. Scott bersandar pada sudut ring mengamati wanita itu.

“Sampai kapan kau akan mengalah demi Ruby, Scott?” tanya Josh.

Scott menoleh dan menunjukkan wajah terkejutnya. “Oops... aku ketahuan.”

“Mana mungkin pemain terbaik kita bisa dikalahkan oleh wanita. Kau benar-benar aktor yang pandai,” ejek Josh.

“Aku hanya menikmati senyuman di wajahnya ketika dia menang. Aku tidak akan menukar apa pun untuk melihat hal itu,” kata Scott.

“Kenapa kau tidak mengutarakan saja perasaanmu. Kupikir Scott bukanlah seorang pengecut,” saran Josh.

“Tentu saja aku sudah melakukannya. Dan kau tahu sendiri bagaimana Ruby, bukan?” tanya Scott.

“Pria yang menyedihkan.” Josh menggelengkan kepalanya lalu berbalik pergi.

“Sialan kau Josh!” seru Scott.

Scott turun dari ring dan melompat ke punggung Josh. Meskipun memberikan pukulan pada bahu dan punggung Josh, tapi pria bertubuh besar itu hanya merasa tergelitik karena tindakan Scott. Membuat siapa pun yang melihat candaan mereka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

***

Ruby berlari memasuki gedung perkantoran kecil yang terletak di West Hollywod. Kantor itu adalah Garrison Security, tempat yang menaungi Ruby sebagai seorang pengawal wanita. Jika berurusan dengan sang pemilik perusahaan keamanan ini, Ruby harus bergegas untuk tidak mendapatkan omelan dari Kakek Tua itu.

Sebenarnya umur Ray Garrison belum terlalu tua untuk menjadi kakek-kakek. Tapi karena dia selalu menceramahi Ruby, wanita itu memanggilnya Kakek Tua.

“Hai, Teresa.” Sapa Ruby pada sekertaris Ray.

Wanita cantik dengan mengenakan setelan rapi berwarna peach tersenyum melihat Ruby.

“Akhirnya kau datang. Ray sudah menunggumu dari tadi,” ucap Teresa.

“Salahkan dia karena menghubungi saat aku sedang latihan,” cibir Ruby.

Mereka berdua pun tertawa. Ruby pun tidak bisa disalahkan. Karena dia tidak mungkin menemui bosnya dengan pakaian penuh keringat.

“Kalau begitu masuklah. Dia mungkin siap menerkammu kalau kau tidak masuk.” Teresa menunjuk ke pintu di mana Ray telah menunggu di dalam ruangan itu.

“Jika dia menerkamku, bersiaplah kau juga akan diterkam olehnya.” Ruby pun terkekeh dan bergegas menghampiri pintu ruangan Ray.

Ruby mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu itu. Terdengar suara Ray yang begitu dalam menyuruhnya masuk. Wanita itu meraih gagang dan mendorong pintu itu. Dia pun melangkah masuk setelah pintu terbuka untuknya.

“Kau memanggilku, Ray?” tanya Ruby melihat Ray duduk di kursi kebesarannya.

Pria paruh baya berusia hampir lima puluh tahun itu menatapnya. Meskipun tidak lagi muda, Ray tetap menjaga tubuhnya dengan baik. Tidak heran dia pernah menjadi pengawal terbaik.

“Ada seseorang yang membutuhkan bantuanmu, Ruby,” ujar Ray tanpa basa-basi.

“Aku siap menjalankan tugasku, Ray.” Ucap Ruby dengan mantap.

Ray berdiri dan berjalan menuju sofa. Saat mengikuti bosnya dengan pandangannya, saat itulah Ruby menyadari mereka tidak berdua saja dalam ruangan itu. Seorang pria duduk dengan santai sembari menyilangkan kakinya. Seketika tubuh Ruby sekaku batang pohon. Pria yang menatapnya dengan senyuman menggoda itu telah membuat punggung Ruby menggelenyar. Saat itulah ketakutan merasuki Ruby. Dia sangat yakin pertemuan ini tidak akan berjalan baik. Bisa dipastikan tidak akan baik untuk dirinya.

***