cover landing

Sexy Lingerie

By Belladonna Tossici


Prolog

Rumah Keluarga van den Heuvel, 3 tahun lalu.

 

Ciuman penuh gairah menuntun Hamizan mencecap millimeter demi millimeter kulit Cassandra. Lingerie transparan meliarkan fantasi kelaki-lakiannya. Menyajikan bayangan erotis yang dia yakin tidak akan didapatkannya dari calon istrinya. Penuh gairah, Hamizan merenggut lace lingerie itu sampai terlepas dan menyajikan pemandangan yang lebih indah lagi.

Hamizan terdiam kala Cassandra menatapnya dalam-dalam. Dia menemukan kesedihan di sana. Manik mata cokelat itu berkaca-kaca.

"Fuck me," bisik Cassandra, "fuck me for farewell gift."

Hamizan melumat bibir merah menantang Cassandra yang dibalas dengan pagutan seolah tak ingin melepasnya. Cassandra mengerang meningkahi penyatuan mereka. Dalam dan lembut, Hamizan menggerakkan pinggul semakin cepat di dalam Cassandra.

Terakhir, ini yang terakhir.

Suara dari dalam kepala Hamizan mengingatkan. Hamizan menjilat salah satu puncak dada Cassandra yang membusung. Mengisapnya lembut hingga wanita itu mendesah. Air matanya tumpah. Cassandra melingkarkan kaki melilit pinggang Hamizan. Kenapa dia terlambat menyadari bahwa Hamizan membawa pergi separuh hatinya? Parahnya besok Cassandra dipaksa melihat laki-laki yang dia cintai bersanding di samping sahabatnya. Bodoh.

Pelukan Cassandra semakin erat, melekatkan tubuh kokoh di atasnya untuk menghimpit dadanya. Hamizan menggeram, menyentak kasar seiring gelenyar yang terkumpul di pangkal paha. Napas keduanya berkejaran. Hamizan berteriak kala ledakan itu menyemburkan cairan kemenangan yang membasahi liang hangat Cassandra.

"Terima kasih, Ndra," bisik Hamizan seraya mengecup kening Cassandra. "Thanks for everything."

***

Masa kini, 3 tahun kemudian

 

Setiap anak perempuan yang menonton kartun Disney, memiliki harapan yang sama akan akhir dari kisah cinta putri-putrinya. Happily ever after. Katakanlah Cinderella diperbudak ibu dan dua saudari tirinya, katakanlah Putri Salju terancam kehilangan nyawa di tangan ratu jahat, katakanlah Putri Aurora tertusuk jarum pemintal sampai tertidur seperti orang mati, tetapi ketiganya berakhir serupa, diselamatkan pangeran tampan nan kaya raya. Diboyong ke istana megah, menikah dengan kemeriahan yang mengharukan, lalu hidup bahagia untuk selamanya.

Mungkin penulis kisah romantis itu belum bertemu Pat Kay, siluman babi yang mengatakan, “Cinta, deritanya tiada akhir.” Sebab realitanya banyak cinta justru berakhir tragis seperti Romeo dan Juliet.

Mutiara terhenyak sesaat. Mesin mobil telah berhenti sejak lima menit yang lalu di depan pintu supermarket langganannya. Tepat hari ini tiga tahun lalu, pangeran tampan bernama Hamizan Parama mengucap ikrar ‘kabul’ di hadapan penghulu. Mas kawinnya masih dipajang dalam pigura berupa uang kertas yang dibentuk miniatur Masjidil Haram, tempat impian mereka berdua yang belum kesampaian untuk dikunjungi.

Kalau menyebut pernikahannya dengan Hamizan berlangsung tragis, rasanya Mutiara layak disebut perempuan tak bersyukur. Teman-teman kuliah yang datang ke resepsi pernikahannya saja berdecak iri. Bagaimana tidak, ketika berdiri, maka Hamizan tampak menjulang mengingat tingginya mencapai seratus delapan puluh sentimeter. Hamizan merupakan keturunan keluarga Parama, pemilik jaringan The Grand Parama Hotel di dua puluh kota di Indonesia. Kenalannya di dunia bisnis pun tak main-main. Padahal Mutiara datang dari keluarga sederhana sehingga suara sumbang mengatakan dukun sewaan Mutiara pasti sakti. Peletnya berhasil menangkap ikan paus.

Namun, adakah yang gratis di dunia sementara kencing di terminal bus saja membayar? Tentu saja Mutiara membayar tunai semuanya dengan menjadi istri yang patuh. Mengubur impian untuk meniti karier di perusahaan multinasional selepas kuliah, hanya berdiam di rumah menunggu kepulangan sang pangeran. Termasuk belajar memasak meski sejak kecil itulah pekerjaan yang paling dibencinya.

Mutiara turun dari mobil. Menyeret langkah menuju tempat troli dibariskan. Peringatan ulang tahun ketiga pernikahan belum bisa dikatakan spesial. Orang tuanya yang sudah menikah tiga puluh tahun saja tidak mengadakan acara besar. Malah mereka menganggap hal semacam itu tak perlu dirayakan.

Cepat saja Mutiara memasukkan bahan-bahan mentah ke troli. Asparagus kaleng, udang pancet besar, pasta rotini, butter, bawang putih, jeruk lemon, dan beberapa herbs. Untuk hidangan spesial, Mutiara hanya bisa memasak ini. Cassandra yang mengajarkannya. Aneh bukan? Padahal tercatat di menu Parama Kitchen, restoran milik Hamizan. Cassandra mengaku mencurinya diam-diam tanpa menjelaskan bagaimana.

Ketika melintasi konter buah, Mutiara memilih beberapa buah mangga setengah matang. Berhubung hidangan utamanya berbau Italia, maka Mutiara memutuskan membuat mango panna cotta yang asam manis. Sejenak dia senyum sendiri membayangkan betapa puas Hamizan melahap suap demi suap masakan sang istri.

Saat kembali ke rumah, mood Mutiara membaik. Pertama, dia membuat mango panna cotta terlebih dahulu. Perpaduan warna putih dan oranye dalam gelas kaca terlalu cantik untuk tak diabadikan. Maka dia menata meja dapur ala foodstagram, menempatkan whisk, beberapa butir telur, dan panci mengitari mango panna cotta.

Klik! Klik! Klik! Klik! Klik! Klik!

Mutiara mengangguk puas setelah beberapa kali mengambil foto dari berbagai sudut. Dibukanya laman Instagram untuk mengunggah karya amatirnya. No caption needed, begitu ketik Mutiara di kolom caption.

Sebelum meninggalkan aplikasi, Mutiara menyempatkan mengunjungi akun Venusian Lingerie. Cassandra berkacak pinggang penuh percaya diri memamerkan body suit lingerie sutra hitam setengah paha. Belahan dadanya mengintip dari renda yang cantik. Ditunjang wajah perpaduan Asia dan Kaukasia, kaki mulus jenjang, dan pinggang ramping, Cassandra sukses menambah pengikut akun Venusian. Kebanyakan bapak-bapak lupa umur dan lupa istri, meski ada juga perempuan yang ingin tampil seksi.

Seksi. Ketik Mutiara yang kemudian buru-buru menghapus komentar menjijikkan tadi. Ya ampun, dia saja yang perempuan bisa tergiur kemolekan tubuh Cassandra, bagaimana laki-laki di luar sana?

Wah, produk baru lagi.

Ya, begini lebih aman. Mutiara harus menjaga image sebagai istri baik-baik, bukan perempuan binal yang berbuat sesuka hati selama ditinggal suami mencari nafkah. Tak sampai sedetik kemudian, ponsel Mutiara berdering.

“Halo, San,” sapa Mutiara kalem.

[Hai, Mut! Ya ampun, happy anniversary ya, Cin. Aduh, nggak berasa udah tiga tahun aja lo married sama Hamizan.]

“Tahu dari mana kalau hari ini anniversary pernikahan gue yang ketiga?”

[Ya tahu lah, kan lo satu-satunya sahabat gue yang nyiksa gue jadi penerima tamu sampai gue digodain om-om.]

Cassandra tertawa renyah mengenang peristiwa tiga tahun lalu. Kalau bukan demi sahabatnya, dia malas berkebaya enam jam lebih, harus menyunggingkan senyum ramah pada para tamu meski sesungguhnya ingin memaki. Cassandra dan Mutiara memang bagaikan dua kutub yang berlawanan. Si berisik dan si kalem. Si tomboy dan si feminin. Berjalan di sisi si Jangkung Cassandra, Mutiara bagaikan liliput. Semasa SMA, Cassandra tak tahan rambutnya panjang sedikit saja. Maka dia memangkas rambut nyaris cepak. Beranjak kuliah di jurusan manajemen, dia sadar kecantikan adalah aset yang perlu dirawat.

Mutiara tergelak. “Bisa aja lo. Anyway, selamat ya produk baru lo launching lagi.”

[Thank you, Dear. Lo pilih aja satu, hitung-hitung anggap kado dari gue.]

“Nggak usah repot-repot.” Mutiara kurang suka berpakaian terbuka. Orang tuanya mengatakan, perempuan yang memamerkan tubuh layak disebut pelacur. Ya, sekolot itulah mereka.

“Oh iya, San, Mas Hamiz lagi sibuk ya?” Mutiara menggigit bibir. Jangankan memberi hadiah mewah seperti di iklan toko berlian, mengucap selamat hari jadi saja lupa. Meski kecewa, Mutiara berusaha memahami. Pekerjaan memang pusat dunia laki-laki, kan? Selama Hamizan tidak macam-macam, Mutiara mengunci mulut.

[Marah-marah mulu tuh dia. Seram juga gue dengarnya. Uh, gue pengen makan siang tapi takut ketemu suami lo.]

Hamizan menolak meneruskan bisnis perhotelan keluarga. Minatnya pada dunia kuliner terlalu besar. Tiga tahun lalu, dia dan Cassandra sepakat patungan menyewa ruko untuk bisnis. Restoran Hamizan menempati lantai bawah, sementara lantai dua menjadi markas dan gudang Venusian Lingerie. Kerja sama yang membawa berkah lantaran karyawan Venusian makan di The Parama Kitchen meski hanya sebulan sekali. Hamizan memberikan diskon khusus atas permintaan Cassandra.

“Marah kenapa?”

[Itu, Yudi nyuri uang dari mesin kasir.]

“Yudi yang karyawan baru itu? Kok bisa?”

[Kepepet kali. Mau gue sampaikan sesuatu ke laki lo?]

Semula, Mutiara ingin mengingatkan Hamizan untuk pulang lebih awal. Pekerjaan memang penting, tetapi kebersamaan dengan istri kan penting juga. Mutiara mendesah, bersiap kecewa jika Hamizan pulang malam lagi. Insiden pencurian bukan main-main.

“Nggak ada.”

[Kalau gitu nanti gue sampaikan sama laki lo biar pulang cepetan. Panna cotta itu kelihatan enak lho.]

“Eh, nggak usah!”

Tetapi Cassandra hanya membalas dengan kekehan renyah lantas memutus sambungan telepon.

***

Seharian, Mutiara menyedot debu dari rumah dua lantainya. Ada tempat cuci dan ruangan yang belum disekat di lantai atas. Rencananya akan dijadikan kamar anak. Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan lah penentu segalanya. Tiga tahun mengayuh biduk rumah tangga, buah hati yang dinanti tak kunjung hadir ke dunia.

Kesibukannya kini berputar di sekitar rumah. Mutiara tak lagi menghadiri acara ibu-ibu lantaran risih dengan pertanyaan maupun tatapan penuh belas kasihan. Entah kenapa orang Indonesia suka sekali bertanya tentang pernikahan dan anak, padahal orang luar negeri sudah berpikir untuk menjadikan Mars sebagai tempat tinggal manusia.

Mutiara memasukkan jemuran yang telah disetrika ke lemari. Hamizan dan Mutiara memiliki lemari terpisah. Pakaian mereka disusun berdasarkan jenis dan warna. Rapi tertata.

Pukul lima tepat, Mutiara menyiapkan makan malam istimewa. Cassandra mungkin sungguh mengatakan pada Hamizan untuk pulang cepat. Mutiara tak mau mempermalukan suaminya di depan anak buah. Kembali ke rumah demi perayaan tiga tahun pernikahan tanpa anak. Hamizan sangat sabar menunggu. Tidak sekali pun membicarakan mau berpoligami.

Dari kulkas, Mutiara mengeluarkan udang besar dari freezer, merendamnya dalam air hangat agar sedikit lunak. Perhatiannya tertuju pada pasta. Mutiara membuka kemasannya, menuangkan dua cup ke panci berisi air. Sementara itu sembari menunggu pasta matang, Mutiara membuka kaleng asparagus, menuang isinya ke saringan sampai airnya tiris.

Seingat Mutiara dulu, dia menangis terkena percikan minyak panas. Sekarang semua dia lakukan cepat. Termasuk dalam hal menumis asparagus atau memanaskan butter sampai meleleh. Practice makes perfect, right?

Aroma lezat butter berpadu bawang putih menerbitkan liur dari bawah lidah Mutiara. Pasta matang sempurna. Udang empuk tetapi tidak over cooked kalau mengikuti kata Chef Arnold Poernomo.

Sebentuk lengan kekar melingkari pinggang Mutiara kala wanita itu memindahkan masakannya yang telah siap ke piring saji berwarna putih.

“Hmmmh,” erangnya geli kala daun telinganya dijilat.

Happy anniversary, Sayang,” bisik Hamizan lembut.

Mutiara berbalik, berdebar mendapati suaminya telah menggulung lengan panjang kemejanya sebatas siku. Sigap, Hamizan meraih piring dari kitchen island lalu membawanya ke meja makan mungil. Dia menyalakan lilin yang telah dipersiapkan Mutiara di tengah meja.

Mutiara duduk di kursi. “Happy anniversary. Yuk dimakan mumpung masih hangat.”

Alih-alih menurut, Hamizan merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel. Melodi mendayu piano mengalun disusul vokal menyayat hati Baek Ji Young. Mutiara tak berkedip ketika Hamizan mengulurkan tangan.

“Ini lagu favoritmu, kan?” Hamizan hafal betul melodi “That Woman”. Mutiara menjadikannya ringtone selama setahun penuh sebelum kemudian menggantinya dengan “Sunset” dari Davichi.

Mutiara mengangguk ragu, menyambut uluran tangan Hamizan. Senyum pria itu mengembang kala mendekap pinggang kurus sang istri, membawanya maju lalu mundur mengikuti irama. Mutiara memekik senang ketika tiba-tiba Hamizan mengangkat tubuhnya dan berputar beberapa kali.

Jarak mereka semakin terkikis. Mutiara merasakan udara berembus dari sela mulut Hamizan mengelusi pipinya. Dia memejamkan mata, menerima pagutan sang suami. Berhati-hati dan membujuk sampai bibir Mutiara pasrah ketika lidah Hamizan menerobos masuk.

Musik telah usai, tetapi kemudian berputar dari awal memandu bibir Hamizan mencuri kecupan di sekujur garis leher Mutiara. Desahan istrinya lolos. Jemari ramping Mutiara mencari ritsleting Hamizan lalu menariknya turun. Dielusnya pusat gairah sang suami, tetapi pergelangan tangannya dicekal.

Mata Hamizan berkilat tajam. “Kamu memasak untukku, sebagai imbalannya, aku yang akan menyenangkanmu.”

Tak sempat ke kamar, Hamizan mengangkat Mutiara, mendudukannya di ruang kosong di kitchen island. Dibukanya paha Mutiara. Sekali sentak, celana dalam polos tanpa renda itu lepas. Erangan Mutiara tak tertahan ketika Hamizan separuh bersujud mendesakkan kepala ke lembah kenikmatannya, membelai titik sensitif dengan lidahnya.

“Mas….” Mutiara memejamkan mata menghayati gelenyar-gelenyar yang menguasai dirinya. Tangannya menumpu bobot tubuh yang semakin lama terasa semakin berat saja.

Hamizan menyingkap daster Mutiara, melucutinya, lalu melempar ke lantai. Dia menyukai payudara kecil dan padat istrinya yang tak mengintimidasi. Dengan senang hati Hamizan mengulum, menyapukan lidah di puncaknya yang membusung.

“Oh!” Kendali Mutiara nyaris hilang sepenuhnya.

Soundtrack kesayangan Mutiara di ponsel Hamizan berhenti digantikan intro “Starlight” dari Muse.

Shit!” umpat Hamizan. Matanya membulat kala melihat di layar siapa yang menelepon.

“Siapa, Mas?” tanya Mutiara sembari menegakkan diri.

Hamizan menggeser tombol hijau. “Halo, Mama.”

[Kenapa kamu, Zan? Kayak nggak senang dapat telepon dari Mama?]

“Perasaan Mama saja. Ada apa, Ma?”

[Mama pesan tiket ke Jakarta. Kamu ingat kan ulang tahun Aki minggu depan? Kamu dan Mutiara datang, kan?]

Hamizan memandangi Mutiara lalu menepuk kening. Dia memang lupa ulang tahun kakeknya yang tahun ini mencapai usia delapan puluh. Masih sehat bahkan kuat berkendara sendiri.

“Ingat, Ma.”

[Jangan terlambat jemput. Mama sudah kirim foto tiket dan jadwal tiba pesawat lho.]

“Baik, Ma.”

[Eh, hari ini kamu merayakan ulang tahun perkawinan yang ketiga, kan?]

“Iya.”

[Istrimu sudah hamil belum? Mama ditanyain terus sama tetangga di sini.]

Hamizan dan Mutiara sama-sama mengembuskan napas bosan. Pertanyaan ini lama-lama terdengar seperti teror.

“Sampai ketemu ya, Ma.”

***

Hello Readers,

Sexy Lingerie akan menemani liburan akhir tahunmu. Kalau nggak sabar nunggu, silakan baca dulu:

1.    Devils Inside (tamat)

2.    Saviora (tamat)

3.    On Fire Bastard (tamat)

4.    Tyet of Georgia (tamat)

5.    Selingkuhan CEO (ongoing)

Love,

Bella