cover landing

Sexy Friendzone

By Hossana222


Di umur 26 tahun, hidup Sierra masih begini-begini saja. Padahal dia sudah lulus kuliah S2 Bisnis dari Australia dengan nilai terbaik. Tidak bekerja, tidak berbisnis, dan berbagai tidak-tidak lainnya. Dia terlalu malas. Buang-buang waktu.

Lagi pula, untuk apalagi dia bekerja kalau kakak dan orangtuanya memiliki harta yang tak terhitung, bahkan warisan dari mereka mungkin tidak akan habis sampai tujuh turunan nanti.

Uang saku yang mereka berikan setiap bulannya saja cukup untuk membeli satu unit rumah yang ada di daerah elite. See? Untuk apalagi seorang Sierra bekerja?

Namun meski uang sakunya banyak, Sierra tidak diizinkan untuk tinggal sendiri. Wanita itu dikurung dan dikekang. Sierra seperti boneka kelinci yang mereka kurung di dalam kandang. Tidak ada kebebasan untuknya. Sama sekali tidak ada!

Kalau keluarga wanita itu bahagia dan harmonis, mungkin tak jadi masalah. Namun, sayangnya keluarga Sierra dipenuhi dengan masalah. Ibu dan ayahnya selalu bertengkar. Yang mereka pikirkan satu: uang. Hal itulah yang membuat wanita itu enggan menikah.

Lihatlah orangtuanya! Pernikahan mereka seperti neraka. Bahkan meski sudah memiliki dua anak yang sudah dewasa, mereka tetap tidak malu bertengkar seperti itu. Mereka mementingan egonya masing-masing. Bahkan bisa dibilang, keduanya tidak pantas untuk menjadi orangtua.

Untuknya, sebuah hubungan dan cinta itu hanya pembodohan. Cinta itu tidak ada. Semua hanya mitos. Bahkan, mungkin hubungan romantis yang kalian lihat selama ini hanyalah kebohongan yang orang lain buat untuk menutupi kebusukan rumah tangga mereka.

Hanya sang kakak yang menjadi harapannya di dunia ini. Hanya kakaknya sosok yang dia andalkan. Hanya sang kakak yang sangat menyayanginya. Dia adalah sosok paling luar biasa dalam hidup Sierra.

***

"Mau ke mana?" Kakak Sierra melotot melihatnya akan pergi sore-sore begini, dengan tas kecil dan paper bag berisi pakaian. Yah, meski terkadang menyebalkan, tapi sang kakak tetap yang paling peduli dengannya.

"Ke rumah teman," jawabnya malas.

"Mama dan Papa dalam perjalanan pulang. Nanti malam mereka pasti nyariin kamu."

"Aku nggak mau ketemu mereka," ketus Sierra dengan wajah murung dan sedih. Dengan trik itu, dia yakin kakaknya pasti tidak akan tega melarangnya pergi. 

Dia yakin hati lembut pria itu akan goyah ketika melihat wajah sedih adik kesayangannya.

"Ke rumah teman yang mana?" Kakaknya menginterogasi.

"Caren."

"Temanmu sudah menikah, Ra. Kamu nggak boleh nginep di sana terus-terusan."

"Ya kalau gitu, kakak bolehin aku beli apartemen!"

"Sierra bukannya kakak nggak mau. Tapi kamu itu ceroboh, kakak belum siap lepas kamu sendirian!"

See... kakaknya sangat sayang pada Sierra. Ya, dia memang ceroboh. Bahkan, wanita itu sudah puluhan kali kehilangan kunci mobil saat bepergian. Sierra selalu mengandalkan kakaknya dalam hal apa pun. Wajar jika sang kakak khawatir.

Tapi Sierra butuh kebebasan!

"Aku bosen dengerin mereka bertengkar. Kakak ngertiin aku, dong!" protes Sierra lagi.

“Sierra juga tolong ngertiin kakak! Kamu denger petir aja nangis semalaman nyariin kakak. Mana mungkin kakak biarin kamu tinggal sendiri?”

“Kakak please!”

“Tidak ada tawar-menawar, adikku sayang!”

Belum juga adu mulut mereka selesai, Sierra melihat orangtuanya datang, dan lagi-lagi dalam keadaan bertengkar. Wajah ibunya terlihat lebam. Melihat kondisi itu, Sierra memperkirakan mereka sudah bertengkar dari sebelum mereka sampai di rumah.

Tanpa melihat atau menghiraukan mereka, Sierra beranjak pergi dengan mobil kesayangannya. Meski sang ibu terus memanggil, tapi wanita itu tak peduli.

Sebenarnya Sierra tidak tega melihat ibunya seperti itu. Tapi dia sudah lelah memberi tahu ibunya. Sierra selalu bilang menyarankan agar sang ibu menceraikan sang ayah, pria brengsek itu. Tapi apa? Sang ibu ternyata lebih takut hidup tanpa uang ketimbang tanpa kebahagiaan.

Ya, Sierra tahu sang ibu mungkin melakukan itu lantaran takut anak-anaknya hidup susah. Namun ibunya mungkin tak sadar, bahwa bukan hidup bergelimang harta yang anak-anaknya inginkan. Sierra hanya ingin dilingkupi kasih sayang orangtua dan hidup dalam keharmonisan.

Sierra lelah selalu tertekan hidup di tengah-tengah mereka. Wanita ingin kehangatan keluarga!

"Sial!" Sierra memukuli setir di sepanjang jalan. Wanita itu sedih, tapi tidak menangis, atau lebih tepatnya mati-matian menahan air mata.

Tidak lucu jika Caren melihat matanya bengkak, kan? Dia pasti akan sedih luar biasa. Dia adalah sahabat terbaik yang Sierra miliki.

Ketika Sierra sampai di rumah sang sahabat dan hendak memasuki gerbang, tiba-tiba ada sebuah mobil yang menerobos masuk dari arah berlawanan, dan hampir menyerempet mobil Sierra. Sialan!

Tak mau kalah, wanita itu ikut menancap gas dan membalas memojokkan mobil itu.

Terdengar suara decitan mobil terbaret yang begitu memekakkan telinga dari arah samping. Sepertinya bareten itu cukup panjang.

Mampus! Siapa suruh sok-sok dempet orang? Dipikir aku nggak berani?

Terlihat seorang pria yang begitu tampan dengan kaca mata hitamnya, turun dari mobil. Pria itu memakai kemeja biru dengan kancing yang terbuka hingga ke dada. Menampilkan benda tegap, padat, dan indah yang ditumbuhi bulu-bulu halus dengan seksinya. Rasanya Sierra ingin bersandar di sana dan memeluknya seharian.

Oh My God! Kenapa dia sangat tampan? Tanpa sadar, Sierra terpaku melihatnya. Dia adalah bayangan pria sempurna yang selalu wanita itu lihat muncul sebagai tokoh-tokoh fiksi.

"Woy, turun kamu! Mobilku baret! Sialan!"

What? Pria itu menyalahkannya? Padahal dia duluan yang memulai kekacauan ini! Mobil Sierra juga baret! Wanita itu urung merasa kagum pada sosok adam ini.

Sierra pun turun dari mobil, lalu menghampirinya dengan tatapan tajam.

"Apa?!" sentak Sierra.

"Mobilku baret! Bisa nyetir, nggak? Gantian kalau mau masuk!"

"Kamu duluan yang mulai dempet-dempet orang!"

"Kamu yang mulai! Kamu harusnya ngalah, dong!" sela pria itu.

"Loh, kamu kan cowok!"

"Lho apa salahnya cewek ngalah? Ini semua gara-gara keegoisan kamu!"

Sierra kesal sekali pada pria ini. Sok tampan sekali. Memang pria kan yang harusnya mengalah? Pria ini yang egois! Bukan Sierra!

Tanpa aba-aba, Sierra menarik daging perut pria itu dan memelintirnya. Wanita itu cubit perutnya dengan tenaga ekstra. Untung saja pria itu six pack, jika dia buncit, habislah! Mungkin cubitan wanita itu akan terasa lebih sakit.

"Arghhh sial!" Pria itu memegangi perutnya dan berusaha menyingkirkan tangan Sierra.

Wanita itu tertawa puas saat melihat pria itu berteriak. Namun, kebahagiaan wanita itu tak berlangsung lama ketika tiba-tiba pria itu menarik tangan yang mencubitnya, dan beralih mendekap Sierra.

Deg! Dada wanita itu berdegup kencang karena gugup.

Posisi mereka saat ini seperti sedang syuting film India atau sedang photoshoot mesra ala-ala pre-wedding saja. Sadar akan hal memuakkan itu, Sierra langsung menginjak kaki pria itu, dan menjambak rambutnya.

"Kamu pikir aku nggak sanggup beli mobil kamu!" Sierra menjambak rambut pria itu lagi dengan lebih keras. "Beraninya peluk-peluk!"

"Cewe gila! Jangan kege’eran!"

"Sierra!" panggil Caren, sahabatnya, dengan nada panik. Sang suami Julian, juga ikut panik melihat pertengkaran keduanya. Apalagi Sierra menjambak pria yang merupakan teman Julian tersebut dengan kejam.

"Valdo!" Julian ikut berteriak.

"Oh, jadi nama kamu Valdo? Dasar berengsek!" Sierra berteriak kencang, masih asyik menjambak dan memukulinya.

Wanita itu puas sekali! Akhirnya, dia memiliki tempat untuk melampiaskan amarahnya!

"Sierra, Valdo, sudahlah ayo masuk! Aku buatkan makanan, ya? Minuman? Kalian pasti haus karena teriak-teriak." Sahabat mereka mendamaikan, memisah pertengkaran Sierra dan Valdo, dan menggandeng keduanya masuk rumah. 

Kalau bukan karena Caren, Sierra pasti tidak akan berhenti memukul pria itu.

"Cewe gila!" cetus Valdo pada Sierra dengan mata melotot.

"Cowo sinting!" balas Sierra

"Sudah!" Caren tersenyum manis dan masih mencoba membuat keduanya tenang.

Kenapa sih, dia jadi cowo nggak mau ngalah banget? 

***

Caren menatap sahabatnya sambil tersenyum ketika Sierra terus mengoceh. Seingatnya, ini pertama kali Sierra berurusan dengan seorang pria.

Caren tahu betul bagaimana cueknya Sierra dengan semua pria waktu sekolah dulu. Sierra tidak main-main dengan prinsipnya tentang tidak mau berkomitmen. Tapi siapa tahu memang Valdo jodohnya, kan? Caren tersenyum geli memikirkannya.

"Kenapa senyum?" Sierra berkata ketus. Sierra seakan tahu isi kepada sahabat baiknya itu.

Caren langsung memeluk Sierra, lalu menatapnya dengan rasa gemas. "Kamu cocok banget sama Valdo!"

"Ogah! Aku udah bilang, aku nggak akan berkomitmen, kan?

"Sierra... tapi—“

"Nggak akan!"

"Iya deh, jangan marah dong. Kamu jadi nginep? Nanti malam aku izin Julian buat tidur sama kamu." Caren terlihat bersemangat.

Sierra menatap sahabatnya dengan rasa tak enak. Kakaknya benar, tidak sepantasnya ia menginap dan terus merepotkan Caren. Sahabatnya sudah bersuami. Keadaannya sudah berbeda. Pasangan itu pasti butuh quality time berdua, bukan? Mungkin memang sebaiknya ia menginap di hotel saja.

"Tapi aku nggak jadi nginep. Kak Samuel marah," bohongnya sambil tersenyum, seolah tak terjadi apa-apa.

"Orangtuamu... tidak bertengkar lagi, kan? Sierra kamu boleh nginep kapan pun kamu mau!" Caren memeluknya erat.

"Aku baik Caren, mereka di luar kota. Makasih ya, kamu udah jadi sahabat paling baik di hidup aku."  Sierra membalas pelukan sahabatnya dengan hangat.

"Kita udah lama sahabatan, Sierra. Kamu juga sahabat terbaik yang pernah aku punya."

Di sisi lain, para pria sedang membahas pekerjaan dengan serius. Namun, Julian terkadang melirik Valdo yang terus menoleh ke arah kaca pembatas ruang kerjanya yang tembus ke halaman belakang.

Valdo menatap wanita yang sedang menangis sambil berpelukan dengan sahabatnya itu. Valdo sepertinya penasaran dengan apa yang terjadi. Kenapa wanita barbar yang dia temui tadi terlihat begitu sedih?

"Sierra itu keluarganya nggak harmonis. Dia sering nginep kalau orangtuanya berantem. Caren sering cerita,” ujar Julian memecah keheningan.

"Siapa yang peduli?" respons Valdo.

"Udah lah, nggak usah munafik. Gue tau lo suka sama dia. Sierra tipe lo banget, kan? Cantik, kecil, pendek, seksi, masih perawan." Julian tertawa geli sambil melempar berkas tebal ke arah Valdo.

"Dih... otak lo!" Valdo mencoba mengelak, namun sudut matanya tetap melirik kepada wanita yang Julian maksud.

"Mantan yang lo seriusin, rata-rata mirip sama Sierra. Gue udah kempesin ban mobilnya. Lo antar gih!"

"Lo apaan sih?"

"Jangan gedein gengsi!" Julian pergi dari sana sambil tertawa, sedangkan Valdo menatap wanita yang baru saja dibicarakan dengan saksama.

Cantik, manis, seksi, mungil, sepertinya memang sesuai dengan tipe wanita yang dia suka. Pasti nyaman saat dipeluk. Valdo tersenyum kecil.

Sepertinya tidak ada salahnya dia menggunakan kesempatan ini untuk mendekatinya. Meski Sierra galak, setidaknya dia harus mencoba. Valdo hanya perlu menjinakkannya!

"Lo bakal jadi cewe gue bulan depan," desis Valdo percaya diri. Seorang Valdo memang tidak pernah gagal mendekati wanita.

Namun, Valdo tidak tahu jika Sierra itu belut listrik yang susah didapatkan, apalagi menyangkut masalah cinta dan komitmen.

***