Namanya Revan Alvikar.
Anye memanggilnya Revan, sedangkan teman-teman kelasnya memanggil pria itu dengan nama Alvi.
Whatever. Anye tidak peduli. Gadis itu hanya sibuk meneliti wajah pria yang sekarang sedang duduk di hadapannya dan juga sedang membalas tatapannya.
Wajah pria itu datar. Terlihat keras dan seperti tidak pernah memedulikan apa pun yang ada di sekitarnya, kecuali dengan apa yang dia lihat.
Mereka berdua terus saling menatap. Tidak memedulikan orang-orang yang ada di sekitar mereka, bahkan teman-temannya yang sedang asyik sendiri.
Anye diam-diam meremas rok selututnya yang tersembunyi di bawah meja kantin. Setengah mati menahan diri untuk tidak menjilat bibirnya.
Gadis itu belum pernah mengajak bicara Revan. Pria itu pun sama. Bahkan sejak Revan mengenalkan diri sebagai siswa baru di kelasnya, mereka tak sekalipun berbicara dan hanya saling menatap seperti itu.
Anye berkedip, mengalihkan tatapannya pada Ivy lalu gelagapan sambil meraih sendoknya. Dengan gugup menyendok kuah baksonya yang sudah dingin.
Gadis itu makan dengan cepat. Memakan semua bakso di mangkuknya tanpa menikmati rasanya.
Kacau. Anye salah tingkah dengan pria yang sedari tadi masih menatapnya ini.
Sesekali, walaupun hanya lirikan pendek, Anye bisa melihat pria itu ikut memakan makanannya sambil terus menatapnya.
Ada apa dengan Revan Alvikar? Dan, ada apa dengannya?
Anye sekarang sudah kelas 2 SMA, di sebuah sekolah swasta yang terkenal.
Punya banyak teman dan juga geng di mana ada Ivy di dalamnya.
Geng mereka berisi perempuan-perempuan dengan standar yang tinggi. Tidak termasuk Anye sebenarnya. Dirinya tidak pernah menilai sesuatu dari segi mahal atau murahnya suatu barang. Kaya atau miskinnya temanmu, Anye tidak pernah melihat hal-hal seperti itu. Namun, karena berteman dengan perempuan-perempuan di dalam gengnya, mau tidak mau Anye juga dianggap memiliki standar yang tinggi akan sesuatu.
Anye cemberut. Lalu, pandangannya beralih pada buku-buku yang sedang diaturnya. Kali ini dia berada di perpustakaan untuk merapikan buku-buku yang tadi sempat diambil untuk dibaca.
Sesekali, walaupun dirinya punya banyak teman, menghabiskan waktu sendiri adalah hal yang disukainya.
"Ka-kau... ingin membaca?" Anye meringis saat mendengar suaranya sendiri. Pria itu terlihat aneh. Terlalu aneh untuk seorang yang tidak dikenal, lalu berlaku seperti sekarang.
Pria itu diam, rahangnya mengeras, lalu mengangguk pelan tapi masih tak bergerak menjauhi Anye.
Sekali lagi, pria ini aneh. Membuat Anye merasa tidak nyaman. Seharusnya teman yang baru dikenal, takkan berdiri sedekat ini.
"Sering ke sini?" Anye merinding saat mendengar suaranya yang berat itu.
Gadis itu menoleh ke arah lain lalu berdeham untuk membersihkan tenggorokkannya, "Ya, lumayan. Sekarang... bisa menjauh sedikit? Masih banyak buku yang belum kusimpan." Suara Anye masih terdengar payah, tapi masa bodoh, lebih baik suaranya terdengar payah dibandingkan dirinya harus berdekatan dengan pria ini lebih lama lagi dan membuat jantungnya hampir melompat keluar.
Revan terdiam. Menatap Anye yang masih menolak menatapnya, lalu menjauh sedikit diikuti dengan Anye yang juga bergerak menjauh.
"Bye."
***
Terasa aneh saat melihat orang baru tiba-tiba saja muncul di tengah-tengah pertemuan seperti ini. Apalagi saat Anye melihat orang itu adalah Revan.
"Guys, Alvi sekarang bakalan kumpul sama kita terus." Ardo tiba-tiba saja mendekat ke arah Revan dan merangkul pundak pria itu dengan semangat.
Geng Anye dan geng Ardo memang terdengar dekat dan saling berteman. Anye juga tidak tahu kapan gengnya ini mulai dekat dengan geng yang anggotanya berisikan para lelaki itu. Mungkin karena dirinya yang dekat dengan Ardo atau mungkin hal lain, Anye tidak tahu.
Semua teman-temannya bersorak menyambut Revan yang hanya diam. Begitu pula dengan Anye.
Tapi Revan? Setelah kejadian di perpus tadi? Anye tidak yakin. Pria itu membawa perasaan aneh pada dirinya yang membuat Anye ingin menjauh dan menjaga jarak.
Gadis itu menoleh ke semua temannya, memutuskan untuk tidak lagi bertatapan dengan Revan dan tidak lagi memedulikan pria itu. Mungkin nanti, entah kapan, Anye akhirnya akan terbiasa dengan pria itu.
Mungkin.
***