cover landing

Rainbow Falling

By yaricaeryana


Kyu Hyun memejamkan matanya. Berusaha menguatkan diri sendiri atas keputusannya kali ini. Ia tidak mau egois lagi. Berbahagia di atas penderitaan orang lain itu sama sekali bukan hal yang menyenangkan.

Ia sempat bertemu dengan Myung Soo—adik sepupunya--dan mengatakan kalau ia akan menemui Yeon Hyo di Danau Seokchon siang ini, untuk mengembalikan ponsel gadis itu yang tertinggal di rumahnya kemarin. Myung Soo harus datang, tanpa mengetahui alasan yang jelas kenapa ia juga harus datang. Semula Myung Soo menolak, tapi Kyu Hyun memaksanya untuk datang, dan pada akhirnya ia menyanggupi hal itu.

Kadang Kyu Hyun berpikir, kenapa saat itu ia harus bertemu dengan Yeon Hyo? Kenapa Myung Soo mengenalkannya pada gadis itu? Sedangkan pria itu sendiri diam-diam mencintai Yeon Hyo dan menginginkan gadis itu?

Oh, Kyu Hyun sangat menyesal dengan semua ini. Seharusnya ia tahu kalau Yeon Hyo adalah satu-satunya alasan kenapa Myung Soo mau menjalani pengobatan di rumah sakit. Seharusnya ia tahu kalau gadis itu adalah kekuatan terbesar bagi adiknya untuk bertahan hidup. Seharusnya ia tahu kalau gadis itu adalah sumber kebahagiaan yang paling penting untuk Myung Soo. Seharusnya ia tahu….

Kyu Hyun menghela napas berat, membuka matanya, dan kemudian mencengkeram kerah bajunya kuat-kuat. Berusaha menekan emosinya sampai pada titik yang terendah. Hatinya sesak. Sakit sekali.

Pria itu lantas menguatkan dirinya sendiri untuk turun dari mobil hitam itu dan melangkah memasuki Danau Seokchon yang saat ini tidak begitu ramai. Angin berhembus cukup kencang saat ia tiba di taman ini.  

Kyu Hyun merapatkan mantel cokelatnya dan berdiri dengan lutut lemas di bawah pohon ek tua yang bagian puncaknya sedikit tertutup salju. Matanya sesekali melirik ke arah arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Gadis itu terlambat lagi.

“Kau sudah lama menunggu?” tanya Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut.

“Tidak juga,” jawab Kyu Hyun rendah, tak ada penekanan sama sekali dalam nada suaranya.

Yeon Hyo menatap pria itu dengan bingung. Sepertinya ada yang aneh dengan Kyu Hyun hari ini. Pria itu bahkan berbicara tanpa menggunakan intonasi sama sekali, benar-benar datar.

Gadis itu menyadari kalau ini pertama kalinya ia mengunjungi Danau Seokchon pada siang hari. Biasanya ia datang kemari bersama Kyu Hyun pada malam hari karena pemandangannya yang sangat indah, apalagi saat musim semi tiba. Danau yang pinggirannya dikelilingi taman pohon bunga sakura ini ternyata cukup sepi pada siang hari. Aneh sekali, bukan? Tidak seperti biasanya pria itu mengajaknya bertemu di tempat seperti ini.

“Kau kenapa?” tanya Yeon Hyo lagi, kali ini terdengar begitu khawatir. Kyu Hyun menggeleng lemah, dan membalas tatapan gadis itu dengan perasaan campur aduk. Haruskah ia memutuskan hubungan cintanya dengan gadis yang sangat ia cintai ini? Oh Tuhan, ia benar-benar mencintai Jung Yeon Hyo. Tapi, apa yang harus ia lakukan untuk menebus kesalahannya pada Myung Soo?   

Kyu Hyun mendengus dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ekor matanya tanpa sengaja menangkap sesosok pria yang berdiri kaku tak jauh dari tempatnya. Pria itu mengenakan mantel hitam tebal dan syal berwarna senada melilit di lehernya. Kacamata hitam itu tidak dapat menyembunyikan identitas pria itu. Kyu Hyun mengenalinya, walaupun ia berusaha menyamar.

Kyu Hyun paham kalau pria itu tidak akan pernah bisa lepas dari pakaian serba hitamnya yang terlihat misterius. Pria itu sangat menyukai warna hitam, dan tentu saja Kyu Hyun mengetahuinya dengan jelas. Ia sudah menduga kalau pria itu akan datang kemari, walaupun sebenarnya ia sendiri tidak tahu kenapa ia harus datang ke tempat ini.

Tapi satu hal yang pasti, Kyu Hyun tahu kalau Myung Soo adalah orang yang tepat untuk menjadi penahan agar Yeon Hyo tidak terjatuh begitu saja. Menjadi sosok yang akan selalu berdiri dibelakang gadis itu. Sedikit memaksa Myung Soo untuk datang, tentu bukan ide yang buruk.

“Ini ponselmu, ketinggalan di meja kemarin.”

“Terima kasih,” sahut Yeon Hyo sambil tersenyum. Gadis itu menerima ponsel putih miliknya dari tangan Kyu Hyun, dan kemudian memasukkannya ke dalam saku mantel.

Kyu Hyun menghela napas, menciptakan uap-uap kecil karbondioksida dari pembakaran sistem pernapasannya, dan kemudian berusaha untuk berekspresi sedatar mungkin. Lebih tepatnya lagi, menunjukkan wajah dingin andalannya.

“Ada hal yang mau aku bicarakan denganmu, Yeon Hyo-ya[1]. Ini serius.”

“Katakan,” jawab Yeon Hyo cepat. Jantungnya berdebar lebih keras daripada sebelumnya. Perasaannya mendadak tidak enak.

“Aku tidak bercanda dan ini pembicaraan serius. Jadi, jangan anggap kalau aku hanya bermaksud menggodamu.”

Kyu Hyun menghela napas berat dan kemudian tersenyum kecut seraya menunduk. Kakinya terasa goyah, dan pandangannya mulai kabur begitu saja. Pria itu menahan napas dan berkata, “Kita akhiri saja hubungan ini.”

“Apa?” Yeon Hyo terdiam selama beberapa saat dan kemudian meremas ujung mantelnya kuat-kuat. Lututnya mendadak lemas. Ia tidak salah dengar, bukan? Kyu Hyun mengakhiri hubungan mereka? Astaga, sebenarnya apa yang terjadi?

“Kau tidak bercanda, bukan?” tanya Yeon Hyo menyuarakan pikirannya. Gadis itu menggeleng cepat dan kemudian meraih dagu Kyu Hyun agar pria itu kembali menatapnya, tapi ternyata pria itu menepis tangan Yeon Hyo dan mengalihkan pandangannya ke arah langit.

“Kyu Hyun-ah….”

“Aku tidak mungkin meneruskan hubungan ini lagi, Yeon Hyo-ya. Aku mencintai gadis lain,” ucap Kyu Hyun dingin. Yeon Hyo tersentak. Gadis itu benar-benar tidak mempercayai pendengarannya sekarang. Kyu Hyun mencintai gadis lain? Bagaimana mungkin? Bukankah selama ini….

“Aku tidak benar-benar mencintaimu.”

Yeon Hyo tersekat. Rasanya gadis itu tidak mampu untuk berdiri lebih lama lagi. Kepalanya terasa pusing. Air mata mengalir begitu saja saat pria itu menepuk pelan pundaknya dan kemudian mulai berjalan meninggalkannya tanpa menoleh sedikitpun. Oksigen benar-benar terasa menipis di sekitarnya.

Yeon Hyo menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menunduk, menangis sejadi-jadinya. Langkah kaki Kyu Hyun terdengar semakin menjauh. Ia tidak berani lagi mengangkat wajah dan menatap punggung yang menjauh pergi itu. Ia tidak sanggup. Hatinya sesak. Sakit sekali.

“Yeon Hyo-ya?” panggil seseorang yang membuat Yeon Hyo menoleh dengan cepat. Myung Soo tersenyum kecil dan dengan sigap menahan tubuhnya sebelum gadis itu sempat terjatuh. Pria itu lantas meraih Yeon Hyo ke dalam pelukannya, mengusap pundaknya pelan dan membelai rambutnya, berusaha meredakan tangis gadis itu.

“Ada apa?” tanya Myung Soo lirih. Pria itu menghela napas kasar saat Yeon Hyo semakin terisak. Sungguh, ia benci sekali melihat gadis itu menangis. Ia tidak akan tahan melihatnya. Yeon Hyo adalah salah satu alasannya bertahan hidup. Gadis itu adalah sumber kebahagiaannya. Melihatnya terluka seperti ini, sama saja dengan membuatnya merasakan sakit yang menyesakkan.

“Kyu Hyun… Kyu Hyun memutuskan hubungan kami tanpa sebab,” sahut Yeon Hyo dengan suara bergetar. Myung Soo tersentak. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya dan kemudian menatap bola mata basah Yeon Hyo hanya untuk sekadar memastikan, namun tampaknya gadis itu benar-benar terluka.

“Memutuskan hubungan kalian tanpa sebab? Bagaimana bisa? Yeon Hyo-ya, kau tahu sendiri kan kalau kakak sepupuku itu sangat mencintaimu?”

“Dia… ternyata mencintai gadis lain,” sahut Yeon Hyo parau, kali ini tangisnya pecah, membuat Myung Soo tertegun. Baru kali ini ia melihat Yeon Hyo sekacau ini. Dan ternyata hatinya ikut sakit.

Myung Soo mendengus, buru-buru merogoh saku mantelnya, mencari ponsel, secepat yang ia bisa. Setelah mendapatkan benda hitam itu, Myung Soo lantas mencari nomor ponsel Kyu Hyun, dan menghubungi pria itu dalam hitungan detik.

“Hyung?” ucap Myung Soo, berusaha terdengar biasa. Walaupun sebenarnya, pria itu sedang kesal setengah mati atas ulah kakak sepupunya yang tega membuat Yeon Hyomenangis sampai seperti ini.

Ya? Ada apa, Myung Soo-ya?” sahut Kyu Hyun yang berada di ujung sambungan telepon dengan nada santai, tanpa merasa bersalah sama sekali.

“Apa yang kau lakukan pada Yeon Hyo?” tanya Myung Soo tajam. Pria itu mengeratkan pelukannya pada Yeon Hyo. “Kenapa kau memutuskan hubungan dengan Yeon Hyo? Apa salahnya? Kau tidak terkena gangguan jiwa mendadak, bukan?”

Myung Soo-ya, jangan ikut campur! Ini masalah antara aku dan Yeon Hyo!

“Oh, masalahmu? Oke, aku tidak akan ikut campur, Hyung. Tapi asal kau tahu saja, tindakanmu itu benar-benar keterlaluan!” Nada suara Myung Soo mulai meninggi. Emosi sudah benar-benar menguasainya. Ia tak habis pikir, apa sebenarnya tujuan kakaknya memutuskan hubungannya dengan Yeon Hyo? Bukankah selama ini mereka baik-baik saja?

Keterlaluan menurutmu, tapi tidak bagiku! Dengarkan hal ini baik-baik, Myung Soo-ya, aku tidak peduli lagi pada gadis itu. Aku sama sekali tidak mencintai Jung Yeon Hyo. Jadi, ini memang akhir dari hubungan kami dan aku sudah mengatakan alasannya dengan jelas pada Yeon Hyo. Aku… mencintai gadis lain.

“Kyu Hyun!” bentak Myung Soo. Saat pria itu hendak mengumpat dan memprotes jawaban tidak berperasaan Kyu Hyun, sambungan telepon itu terputus begitu saja.

Myung Soo mendengus. Pria itu lantas mencoba menghubungi Kyu Hyun lagi, tapi ponselnya sudah tidak aktif. Ia menyerah dan kemudian memasukkan ponsel itu ke dalam saku mantel. Pria itu baru menyadari kalau wajah Yeon Hyo terlihat begitu pucat saat ini. Bibir gadis itu bergetar hebat dan air matanya berjatuhan semakin deras.

“Menangislah. Menangislah jika hal itu dapat membuat perasaanmu lega,” ucap Myung Soo pelan, namun terdengar cukup jelas di telinga Yeon Hyo. Gadis itu tidak menjawab, semakin terhanyut dalam perasaan sakitnya

Pria itu lantas mengeratkan pelukannya, mengelus pundak Yeon Hyo dengan lembut. Rasanya ia ingin sekali menghiburnya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi sepertinya, kondisi Yeon Hyo benar-benar buruk dan tidak mungkin mau mendengarkannya lagi.

                       

****

           

Kyu Hyun memacu mobil tuanya dengan kecepatan tinggi. Napasnya semakin lama semakin terasa sesak. Rahangnya mengeras, tampak kaku.

Semua yang ia katakan pada Yeon Hyo adalah kebohongan belaka. Ia tidak pernah mencintai gadis lain seperti yang ia katakan. Kyu Hyun sangat mencintai Yeon Hyo. Tapi keadaan yang memaksanya untuk melakukan semua ini. Ia merasa terlalu banyak menyakiti dan merebut kebahagiaan orang lain, terlalu banyak bersikap egois.

Jika sejak awal ia tahu kalau Myung Soo menyukai Yeon Hyo, ia tidak akan mendekati gadis itu, dan tidak akan jatuh cinta padanya. Tapi kenapa takdir seolah mempermainkannya sampai seperti ini? Seharusnya ia tahu kalau keberadaan Yeon Hyo sangat penting bagi Myung Soo. Hanya Yeon Hyo yang membuat Myung Soo mau berusaha melawan penyakit kelainan ginjal itu dan bertahan hidup.

Seharusnya ia tahu kalau Yeon Hyo adalah satu-satunya alasan Myung Soo bisa tahan melakukan cuci darah dua kali dalam sebulan untuk tetap bertahan hidup. Adik sepupunya itu bahkan bisa tersenyum hanya karena melihat Yeon Hyo bahagia.

“Myung Soo-ya, maafkan aku,” desis Kyu Hyun. Pria itu menghela napas panjang dan memperlambat laju mobilnya. Pikirannya benar-benar kacau sekarang. Ia tidak mungkin kembali ke rumah. Myung Soo pasti akan mengamuk habis-habisan karena Kyu Hyun sudah membuat Yeon Hyo terluka begitu dalam. Kyu Hyun berhasil membuat hati gadis itu hancur berkeping-keping.

Kyu Hyun menghentikan laju mobilnya dan memarkirkan mobil itu tepat di depan apartemen Somerset Palace Seoul, entah kenapa ia bisa sampai ke sini. Pria itu menarik napas perlahan dan mengembuskannya saat tangannya berhasil membuka pintu mobil walaupun dalam keadaan gemetar.

Kyu Hyun berjalan memasuki apartemen mewah yang terletak di Yulgok-ro 2-gil, Jongno-gu itu dengan langkah gontai. Pria itu menghela napas berat beberapa kali hingga akhirnya berdiri kaku tepat di depan pintu bercat putih manis di lantai 8. Tangan kanannya terangkat ke udara dan mengetuk pintu itu dua kali sampai ada sahutan dari dalam. Lagi-lagi pria itu memasang senyuman palsu untuk menyembunyikan rona kesedihan yang sangat kentara di wajahnya.

“Cho Kyu Hyun?” desis seorang gadis yang baru saja muncul dari balik pintu itu seraya tersenyum kecil.

“Selamat siang. Lama tidak berjumpa,” sahut Kyu Hyun sambil membungkuk kecil.

“Sudah lama sekali kita tidak berjumpa. Ada apa, Kyu Hyun-ah?”

“Ada yang mau aku bicarakan, Rae Hee-ya. Boleh aku masuk?”

 

****

 

“Itu tidak mungkin, Kyu Hyun-ah. Aku tidak mau disebut sebagai gadis perebut kekasih orang,” sahut Choi Rae Hee sambil menaruh secangkir kopi panas di meja putih kecil di dekat jendela yang menghadap ke balkon—tempat mereka duduk. “Minum dulu.”

Apartemen Rae Hee serba putih dan minimalis. Hanya terdapat satu kamar tidur dan ruang keluarga yang cukup besar, yang langsung terhubung dengan dapur dan balkon. Gadis itu memilih apartemen ini karena lokasinya dekat stasiun bawah tanah Anguk maupun kawasan Insa-Dong dan Jongno-Gu, dimana terdapat banyak pilihan tempat berbelanja dan hiburan. Stasiun bawah tanah Gwanghwamun (jalur 5) dapat dijangkau dengan berjalan kaki selama lima menit .

“Tapi aku punya alasan kuat kenapa harus melakukan semua ini. Kau belum pernah bertemu dengan Yeon Hyo dan gadis itu juga tidak mengenalmu sama sekali. Aku yakin besok pagi ia akan datang ke rumahku dan bersikap seperti biasanya. Seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi kalau kau ada di sana dan mengaku sebagai kekasihku, kemungkinan besar Yeon Hyo akan menyerah. Tolong bantu aku, Rae Hee-ya.”

Walaupun apartemen Yeon Hyo juga di Jongno-gu, tentu saja gadis itu tidak mengenal Rae Hee karena Kyu Hyun tidak pernah mengenalkan sahabat baiknya yang jarang berada di Seoul itu pada Yeon Hyo. 

“Apa semua ini karena adik sepupumu?” tanya Rae Hee dengan tatapan penuh selidik. Kyu Hyun mengangguk kecil.

“Myung Soo belum bisa melakukan operasi transplantasi ginjal karena belum ada donor yang cocok. Akhir-akhir ini tubuhnya semakin lemah karena dia bosan melakukan cuci darah. Aku tahu penyebab Myung Soo tidak bersemangat. Waktu itu Yeon Hyo menanyakan kapan kami mulai mencari gedung untuk acara pernikahan awal musim panas tahun depan saat Myung Soo bersama kami. Ekspresi wajahnya langsung berubah. Aku tahu ia sangat terluka.”

“Tapi kau tidak bisa melakukan semua ini, Kyu Hyun-ah. Ini sama saja melukai Yeon Hyo sekaligus Myung Soo secara tidak langsung. Apa jadinya kalau Myung Soo tidak menerima keputusanmu? Masalah ini akan semakin rumit,” ucap Rae Hee yang membuat Kyu Hyun tersenyum lemah.

Ia tahu kalau setiap langkah yang diambilnya itu akan menimbulkan risiko. Tapi tetap saja dia tidak tega melihat Myung Soo terus menerus tersiksa seperti itu. Kyu Hyun sangat menyayangi adik sepupunya. Ia juga sangat mencintai Yeon Hyo. Tapi bukankah cinta itu tidak harus selalu saling memiliki? Asalkan orang yang kita cintai itu bahagia, pasti kita akan merasakan kebahagiaan itu juga.

“Percaya padaku kalau semua akan baik-baik saja. Yeon Hyo akan aman bersama Myung Soo. Kau harus membantuku, Rae Hee-ya. Harus.”

 

***