cover landing

Play With Fire

By Kanaya55


This chapter includes explicit content

Lelaki itu menggandeng tangannya dan menariknya cepat menyusuri lobi hotel. Ia tampak tidak sabar untuk segera mencapai kamar mereka. Gadis yang digandengnya, berusah mensejajari langkah lelaki berkacamata itu. Namun, ia tampak kesulitan karena sepatu sandal ber-hak dengan tinggi tujuh senti itu menyiksa kakinya dari tadi.

Gaun pendek berwarna putih gading dengan hiasan payet dan brokat berwarna emas, membungkus tubuh indah gadis berambut panjang itu. Rambutnya yang berkilau ditata dengan curling iron, membentuk ikal-ikal di ujungnya hingga membuat gadis cantik itu terlihat seperti model, bintang sinetron atau selebgram yang sering muncul di sosial media.

“Sam, maaf, bisa pelan sedikit? Aku takut jatuh.” Pinta gadis itu seraya menarik sedikit ujung kemeja lelaki itu.

Lelaki bernama Samuel itu menoleh dan menatap gadis yang sedang bersamanya. Jemarinya kemudian meraih dagu gadis itu dan mencubitnya lembut. “Maaf, aku lupa kamu pake hak tinggi. Kamu pasti susah jalan ya.”

Gadis itu mengangguk. “Maaf, Sam.” Ia tersenyum sedih.

“Tidak apa, aku bisa bersabar sedikit.” Samuel tersenyum, kemudian mengurangi kecepatan langkahnya. Ia bahkan melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu dan menuntunnya berjalan.

“Terima kasih, Sam.” Gadis itu mengerjap-ngerjapkan mata indahnya sambil menatap lelaki yang sedang menuntunnya.

Pasangan dengan perbedaan umur sekitar dua puluh tahun itu berdiri begitu dekat di elevator dan Samuel bersyukur, hanya ada mereka berdua saja di sana. Sewaktu di klub tadi, ia sungguh tidak sabar menunggu pesta dan jamuan yang diselenggarakan Monsieur Francois berakhir. Begitu banyak gadis-gadis cantik berpakaian minim, mulai dari atasan crop top, sampai atasan bikini semua bisa dilihat di sana. Tentu saja, hal tersebut sangat memanjakan mata lelaki seperti dia. Namun, Samuel menolak mereka yang merayunya, karena ia sudah bersama gadisnya sendiri. Dahlia yang cantik dan lugu, bagai berlian yang belum terasah di antara jutaan gadis cantik dan mata duitan di luar sana.

Ia memeluk gadis itu dari belakang dan mengeratkan pelukannya, sehingga gadis itu bisa merasakan tonjolan yang mengeras di antar kedua pahanya. Bibirnya bergerak ke telinga gadis itu dan mengigit, serta menjilat telinganya.

“Saam,” lirih gadis itu menyebut namanya.

Jemari lelaki itu kemudian bergerak naik turun, menyentuh bahu dan lengannya yang telanjang, lalu bergerak menyingkirkan rambut Dahlia dari lehernya. Bibirnya kemudian bergerak menciumi leher gadis itu. Dahi gadis itu berkerut, ia tidak begitu suka Samuel menghisapnya terlalu keras, karena itu akan berbekas. Namun, ia tidak memiliki kuasa untuk menolaknya.

Untuk ukuran lelaki berusia 40 tahun, Samuel sangat sehat dan fit. Ia bukan lelaki dengan tubuh six pack, tetapi lelaki berkacamata itu tidak memiliki timbunan lemak di perutnya. Di tengah kesibukannya mengelola bisnis di banyak kota, Samuel selalu menyempatkan diri untuk berolahraga setiap harinya.

Sentuhan lelaki yang awalnya membuat gadis itu jengah, kini menjadi hal biasa baginya. Sosok yang membuat pikirannya sering terganggu dan terbagi, hingga menjungkir balikkan dunianya. Lelaki yang mahir membuat gadis itu merintih, meminta, mengaduh, dan menjerit—Samuel.

Dengan bunyi ‘ding’ yang cukup nyaring, lift akhirnya sampai juga di kamar hotel yang akan mereka tempati. Sebenarnya mereka berdua tidak menginap di sini, hanya saja vila yang mereka tempati untuk seminggu ini letaknya cukup jauh dari tempat acara berlangsung. Dan Samuel sudah tidak sanggup lagi menahan diri untuk lebih lama, untuk tidak menyentuh gadisnya yang cantik.

Ia berjalan memimpin mereka berdua untuk keluar dari elevator dan begitu menemukan kamarnya, Samuel segera menempelkan keycard di tangannya untuk membuka pintu ruangan tersebut. Dengan bunyi klik pelan, pintu tersebut terbuka. Lelaki itu segera menarik Dahlia dan sedikit mendorongnya untuk masuk ke dalam kamar tersebut.

“Akhirnya, sekarang kita bisa berdua saja,” bisiknya di bibir Dahlia, sebelum melumatnya dengan kasar.

Oh, Samuel sedang tidak ingin permainan yang lemah lembut hari ini. Ia ingin melakukannya dengan panas, cepat, kasar dan liar. Salahkan Francois, yang mengundang dia ke acara tadi, dengan gadis-gadis yang berpakaian minim di sekeliling mereka. Mereka yang hanya boleh dilihat, tetapi tidak boleh disentuh. Beruntung sekali Samuel ditemani oleh Dahlia malam ini, sehingga ia cukup hanya melihat gadis di sampingnya dan menunggu kejutan yang telah menantinya di kamar hotel mereka.

Dahlia tak sempat mengaduh ketika kepalanya membentur tembok di belakangnya. Samuel sudah melumat bibirnya dengan ganas, sehingga membuat gadis itu kesulitan bereaksi. Sejujurnya, ia sama sekali sedang tidak ingin bercinta. Lecet di pergelangan kakinya terasa membunuhnya. Namun, ia tak bisa menolak dari konsekuensi atas pilihannya sendiri. Gadis itu tak menampik, Samuel lah yang mengajari dirinya yang lugu ini segala hal yang dibutuhkan tentang bercinta. Tentu hal tersebut, tak lain dan tak bukan untuk kepuasan lelaki itu. Namun, Dahlia juga tak menampik, ia juga sering dipuaskan oleh Samuel. Kalau lelaki itu berbaik hati, ia akan membiarkan Dahlia mencapai puncak terlebih dahulu, atau bahkan bersama-sama. Namun, hari ini sepertinya bukan saatnya seperti itu. Saat Samuel berhenti menciumnya, Dahlia mencoba mengulur waktu.

“Sam, bolehkah aku melepas sepatuku? Dan melepas contact lens-ku?” Dahlia menatap lelaki itu dengan mata indahnya yang selalu berhasil memikat para lelaki di sekitarnya.

“Tidak perlu, aku ingin kamu tetap memakainya ketika kita bercinta di ranjang.” Samuel tersenyum nakal, tangannya bergerak ke punggung Dahlia dan membuka kaitan bra yang menjadi aksen dari gaun tersebut. Segera saja gaun itu melorot turun dari kedua bahu gadis itu, dan memperlihatkan aset yang sedari tadi ditutupi. Tak tinggal diam, lelaki itu segera mencari ritsleting gaun tersebut dan menariknya perlahan.

Ia terdiam sejenak untuk mengagumi wajah dan tubuh gadisnya yang sempurna. Mata bulat besar, hidung mancung dan bibir mungil penuh yang sekarang terliat bengkak karena ciumannya. Dada berisi, pinggang ramping, dan kaki jenjang. Semua yang ada pada gadis itu merupakan kriteria gadis favoritnya. Samuel membuka kemeja sendiri dengan tidak sabar dan gusar, ketika melihat Dahlia hanya berdiri mematung menatapnya.

“Cepat, lepaskan pakaianku sekarang juga!” perintahnya.

Dahlia maju selangkah dan mulai membantu lelaki itu melepaskan kancing kemejanya. Namun, gerakan Dahlia masih terlalu pelan. Samuel nyaris saja menyentak kancing kemejanya hingga terlepas, tetapi tangan gadis itu menahannya.

“Sabar, Sam.” Dahlia berbisik di telinga Samuel dengan nada menggoda.

Entah kenapa, Samuel jadi kesal dengan kata-kata gadisnya. Ia merasa Dahlia sengaja mengulur waktu, agar mereka tidak segera sampai ke ranjang. Segera ia menjenggut rambut gadis itu dan menariknya, sampai wajah Dahlia berada di depannya.

“Brengsek! Jangan menyuruhku untuk sabar,” katanya dengan marah. “Lakukan saja tugasmu!”

“Ba-baik, Sam,” kata Dahlia dengan terbata-bata.

Ia tidak boleh menangis, kalau tidak, Samuel akan semakin marah. Yang harus ia lakukan hanyalah memejamkan mata, memainkan imajinasinya, membayangkan bahwa yang menyentuhkan bukan Samuel. Melainkan lelaki bermata teduh yang berada jauh di seberang sana.

Mas Gara, bagaimana aku berhenti dari semua ini?