cover landing

Marriage After Affair

By Queen Carol


Sopir segera membukakan pintu untuk Calisya. Gadis cilik yang baru pulang dari TK itu segera berlari masuk rumah. Dia menabrak Arumi hingga membuat wanita tua itu mencengkeram tangannya.

"Masuk ke rumah itu beri salam jangan main lari!" bentak Arumi.

"Lepasin, Eyang Putli! Sakit,” ucap Calisya sembari meringis.

"Lepaskan cucuku!" tegur Arga sambil menarik Calisya dari tangan Arumi.

Tatapan mata Arga yang tajam menatap sang istri.

Arumi hanya diam jika dipandangi Arga seperti itu. Dia segan dengan pria itu karena dia tahu bagaimana watak Arga.

"Cucu kesayangan Eyang Kakung kenapa cemberut?"

"Ayah sama Bunda kenapa gak jemput Calisya?"

"Ayah sama Bunda lagi ada keperluan mendadak. Dengan Eyang Kakung aja ya, Sayang. Ayo!" Arga mengajak Calisya keluar rumah dan pergi dengan menggunakan mobil.

***

Arga sangat menyayangi Calisya, takhta tertinggi cucu perempuan di keluarga Hadiningrat jatuh pada Calisya. Walaupun ada Jessica, tapi Arga lebih mengakui Calisya daripada Jessica karena sikap Arumi. Arumi membenci Calisya, entah mengapa dia tidak suka dengan cucunya itu. Dia lebih menyayangi Jessica, anak dari putra kesayangannya, Cakra. Ardi, Bagas dan Calisya merupakan anak Gery, putra Arumi juga, tapi wanita itu terlihat kurang memberi mereka kasih rasa sayang. Arumi lebih membela Cakra. Hal ini jelas membuat Arga lebih memihak ke Gery sebagai putra pertamanya, pewaris semua usaha dan kekayaan dari keluarga Hadiningrat.

"Eyang Kakung, kita mau ke mana?" Tanya Calisya yang memang lebih dekat dengan sang kakek karena semua keinginannya pasti dipenuhi.

"Kita makan di restoran setelah itu makan es krim kesukaan Calisya."

"Asyik!" Calisya seketika melupakan kesedihannya. Arga bahagia jika cucunya juga bahagia. Dia mengelus lembut rambut sang cucu.

Tak lama, mereka sampai di restoran. Arga menggandeng tangan cucunya masuk ke dalam.

"Pak Arga, selamat datang," ucap pelayan di sana. Keluarga Hadiningrat memang sudah menjadi langganan tetap di restoran itu.

Arga mengajak Calisya masuk ke ruang VIP.

"Eyang pesankan makanan kesukaan Calisya, ya?"

"Iya, jangan lupa ayam goleng sama udang goleng clispi ya, Eyang."

"Iya, Sayang." Arga mengacak pelan rambut Calisya.

Arga memesan makanan untuk Calisya dan menunggu pesanan datang sambil mengobrol dengan cucu kesayangannya itu.

"Sakit gak tadi tangannya dicengkram Eyang Putri?" tanya Arga.

"Sakit, nih melah. Kenapa sih Eyang Putli benci sama Calisya? Calisya gak pelnah ganggu."

"Biarin aja. Masih ada Eyang Kakung, Ayah, Bunda sama Mas Ardi dan Bagas."

"Iya." Calisya tersenyum.

Makanan akhirnya tiba dan Calisya terlihat bersemangat. Gadis cilik itu makan sendiri tanpa dibantu Arga. Setelah selesai, Calisya bersandar dan tertawa pada Arga.

"Udah kenyang, Eyang. Habis ini beli es klim, ya? Tapi jangan bilang Ayah, nanti Ayah malah,” ujar Calisya dengan cadel.

"Iya, tapi gak boleh banyak-banyak ya. Beli yang cup kecil aja."

"Iya."

Arga mengajak Calisya untuk ke kasir dan membayar. Calisya berdiri di dekat Arga sambil menunggu sang kakek membayar. Pemilik restoran menemui Arga dan sedikit mengobrol dengan pria itu.

Calisya melihat ada penjual balon. Dia keluar tanpa memberi tahu Arga. Calisya berdiri di tangga sambil melihat tukang balon menawarkan dagangannya. Calisya suka dengan balon yang berbentuk hewan lucu.

"Mau balon!" rengek Calisya pada penjual balon.

"Lima belas ribu."

"Tunggu ya." Calisya berbalik hendak memberi tahu Arga, tapi tiba-tiba tubuh mungilnya ditabrak oleh seorang pria yang akan keluar dari restoran.

Calisya jatuh hingga kepalanya membentur tangga. Gadis cilik itu berteriak kesakitan hingga menangis. Darah mengalir dari kepalanya.

Arga yang mendengar suara cucunya segera berlari. Di tangga, orang-orang sudah berkerumun ramai. Arga melihat Calisya sudah terluka. Hancur hati pria itu saat melihat cucu kesayangannya terluka.

"Calisya!"

"Eyaaang."

Arga segera membawa Calisya ke rumah sakit milik keluarga Hadiningrat. Sepanjang perjalanan Calisya menangis di pelukan sang kakek. Baju Arga basah terkena darah Calisya.

"Ayah! Bunda!” rengek Calisya di sela tangisnya.

"Sama eyang dulu ya, Sayang." Arga sedih karena sang cucu harus terluka di saat dia lengah mengawasi Calisya tadi.

***

Sesampainya di rumah sakit, Arga membawa Calisya masuk ke ruang UGD. Calisya dibaringkan dan lukanya mulai diobati. Dia berteriak menjerit karena lukanya harus dijahit. Gadis kecil itu mengenggam erat tangan sang kakek selama diobati.

Setelah selesai, mereka segera pulang ke rumah. Arga tidak bisa melihat Calisya sedih atau pun sakit. Calisya sudah sang kakek anggap tuan putri di keluarganya karena Calisya selalu bisa membuat Arga bahagia dan tenang.

Hubungannya dengan Arumi sudah puluhan tahun memburuk semenjak Arumi melahirkan Cakra. Arga masih mempertahankan Arumi hanya karena dia dulu tidak ingin Gery kehilangan sosok ibu. Cinta Arga sebenarnya terlalu dalam pada Arumi, tapi wanita itu justru mengkhianatinya.

Harga diri Arga jelas terluka karena pengkhianatan sang istri, tapi pria itu berusaha menahannya. Dan, hal itu berakibat keduanya harus menjalani kehidupan rumah tangga hampa. Satu kamar tapi tidak seranjang. Bersandiwara seolah masih bahagia. Ketika Gery menikah, Arga bahagia karena rumah akan menjadi ramai, apalagi setelah lahir ketiga cucunya yang lucu. Terutama Calisya, yang paling mencuri perhatian Arga.

***

Di rumah, Arga segera membawa Calisya ke kamar. Dia meminta Iyem untuk membantu menggantikan pakaian sang cucu, sementara pria itu sendiri juga akan berganti baju. Setelah itu, Arga baru akan menemui Calisya kembali.

"Kenapa denganmu?" tanya Arumi saat melihat baju Arga berlumuran darah.

"Cal terluka,” jawab Arga.

"Pasti anak itu nakal, makanya bisa begitu."

Mendengar komentar sang istri itu, emosi Arga tersulut. Dia mencengkeram dagu wanita itu erat hingga Arumi terkejut.

"Jangan suka menyindir cucuku. Kau tidak tahu kejadian sebenarnya. Sekali lagi aku ingatkan Arumi, jaga sikap dan bicaramu. Aku bisa menghancurkan kau lebih hancur lagi jika kau menyenggol cucuku. Ingat juga bahwa Cal itu cucu kandungmu!" Arga melepaskan cengkeramannya kemudian menatap Arumi tajam.

Arumi hanya diam. Wanita tua itu segera keluar dari kamar. Tidak mau memancing emosi Arga lebih besar.

Setelah berganti pakaian, Arga menemui Calisya yang sudah berbaring di kamar. Pria itu menemani Calisya di sofa. Calisya sedang tidur sambil memeluk boneka kesayangannya.

Arga menghubungi asistennya dan meminta untuk kembali ke restoran. Pria itu memerintahkan sang asisten untuk mencoba melihat CCTV mengapa Calisya bisa jatuh di tangga. Jika ada yang membuat Calisya terluka, orang itu harus berhadapan dengannya.

***

Malam harinya Malika dan Gery pulang. Mereka membawa tiga orang anak lelaki. Anak-anak itu merupakan anak dari sahabat mereka yang sudah meninggal. Mulai sekarang anak-anak itu akan mereka rawat seperti anak sendiri.

Ketiga anak lelaki itu hanya diam saat masuk ke rumah keluarga Hadiningrat yang megah dan mewah serta besar dengan halaman dan kebun di sekitarnya yang luas. Rumah mereka juga sama megahnya, tapi sekarang ini mereka harus diasuh oleh keluarga ini karena mereka bertiga masih kecil.

"Ayah!" panggil Gery.

"Sudah pulang, Nak. Siapa mereka?" tanya Arga.

"Anak sababatku. Mulai sekarang, mereka akan tinggal bersama kita. Aku dan Malika akan menjadi walinya. Orang tua mereka menulis surat wasiat yang isinya meminta kami menjadi wali anak-anaknya."

"Salam sama Eyang Kakung dulu!” perintah Gery pada ketiga anak lelaki itu.

"Ini Anton, anak tertua. Darma dan adiknya Elang,” terang Gery.

"Jadi anak baik, ya,” ujar Arga sambil mengelus kepala mereka bertiga.

Malika meminta Iyem membawa ketiga anak itu ke kamar yang sudah disediakan. Gery dan Malika segera menuju ke kamar Calisya. Mereka ingin melihat keadaan Calisya yang terluka.

Malika membuka pintu kamar. Wanita itu melihat Calisya sedang bersandar pada tempat tidur sambil memeluk boneka dan menonton film kartun.

"Sayang!" panggil Malika. Gery di saat yang sama menyusul masuk ke kamar.

Calisya hanya diam. Gadis cilik itu masih kesal karena tidak dijemput orang tuanya, ditambah lagi ketika dia sakit hanya ada kakeknya saja yang menyertai.

"Kok cemberut? Peluk Bunda, Sayang!"

"Gak mau. Bunda sama Ayah jahat! Kalian gak sayang Calisya lagi."

"Jangan gitu, Nak. Bunda sama Ayah sayang kamu. Kami tadi ada keperluan mendadak." Malika sedih jika Calisya seperti ini. Sikap keras dan egois Calisya memang mirip Arga, makanya mereka dekat.

Calisya hanya diam. Gadis itu terus memeluk bonekanya.

"Nak, Ayah dan Bunda minta maaf ya. Calisya mau apa nanti Ayah dan Bunda belikan," bujuk Gery.

Calisya melihat ke arah ayah dan ibunya. Malika tersenyum sambil meminta Calisya memeluknya. Akhirnya anak itu mau memeluk Malika serta Gery setelah dibujuk cukup lama.

"Mau es klim pokoknya!" pinta Calisya di sela gadis itu memeluk orang tuanya.

"Oke, besok ya." Gery tersenyum.

"Coba Ayah lihat lukanya. Masih sakit?"

"Masih. Dijahit tadi."

"Maaf ya, Nak." Gery sedih karena Calisya harus terluka.

Sebenarnya bukan karena Calisya putri semata wayangnya saja sikap Gery demikian protektif pada sang putri, tapi karena saat Malika mengandung dan melahirkan Calisya, banyak masalah di kandungannya hingga Gery hampir kehilangan mereka berdua. Karena itu juga, saat Calisya lahir dengan selamat, Gery berusaha agar anak itu tidak bersedih dan selalu dimanja.

"Ya udah. Bobo ya, udah malam. Besok kita beli es krim."

Calisya mengangguk dan berbaring dengan patuh.

***