cover landing

Limitless Love

By Raya Mipi


Bian bangun dalam keadaan terkejut. Handphone-nya yang terletak di nakas di sisi tempat tidur berdering keras. Belum sempat melakukan apa pun, panggilan itu sudah berakhir dengan sendirinya. Bian masih diam di tempat. Biasa, mengumpulkan nyawa dulu. Ia mengucek mata sambil meraih handphone itu. Saat dicek, ada panggilan tak terjawab dari Amara dan sebuah chat.

 

Amara Pricilia : Good morning, honey. Jangan lupa mandi ya, trus sarapan. Jangan telat ke sekolah. Love you, mmmuach...

 

Bian tersenyum senang membaca chat itu. Amara itu pacar Bian, satu-satunya di hati Bian. Sekalipun Amara selalu mengirim chat yang sama setiap pagi, tapi Bian tidak pernah bosan membacanya. Karena itu bentuk perhatian kecil dari Amara untuknya.

Setelah membalas chat Amara, Bian menghambur ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian, ia sudah siap dengan seragam putih abu-abu, menuruni anak tangga, menikmati sarapan pagi dengan Bunda. Lalu, masuk ke garasi, menghidupkan motor dan tancap gas ke sekolah.

Saat tiba di sekolah, Bian langsung mampir ke kelas IPA 3, kelasnya Amara. Tapi sayang, ia enggak lihat Amara. Dicari ke kantin, ke perpus, sampai ke lapangan basket, tapi wajah Amara enggak kelihatan di antara cewek-cewek yang bersorak kegirangan melihat anak basket sedang latihan.

DEG!

Jantung Bian hampir melompat turun ketika tanpa sengaja menoleh ke aula yang pintunya sedikit terbuka, di mana Amara sedang merangkul mesra leher cowok yang Bian enggak tahu itu siapa karena posisi cowok itu membelakanginya. Sebaliknya, Amara memang menghadap ke arah Bian, tapi dia nggak ngeh dengan kehadiran Bian di situ.

Amara sibuk merayu cowok itu dan hal yang paling Bian benci adalah ketika Amara mendekatkan wajahnya ke wajah cowok itu. Fix, mereka ciuman. Sekalipun, Bian enggak bisa melihat bibir mereka saling menempel.

"Brengsek!" Bian berlari mendekat dan langsung menarik cowok itu agar menjauh dari Amara, plus mendaratkan sebuah pukulan ke wajahnya. "Beraninya elo nyium cewek gue!" Bian enggak terima ada yang menyentuh pacarnya.

"Bian!" Amara menarik tangan Bian yang nyaris memukul cowok itu sekali lagi. "Kamu ngomong apa, sih? Ciuman? Siapa yang ciuman?" Amara kelihatan bingung.

"Kamu sama dia! Aku lihat sendiri tadi!" Bian menatap tajam cowok itu. Tangannya gatal ingin menonjok wajah cowok itu sekali lagi.

Amara menyentuh wajah Bian dan memutarnya sampai wajah mereka saling berhadapan. "Kamu salah paham, Bi. Tadi itu nggak seperti yang kamu bayangin. Percaya sama aku?"

Itu nggak seperti yang kamu bayangin. Kayaknya semua pacar yang ketahuan selingkuh selalu mengandalkan kata-kata itu untuk menutupi kesalahan mereka. Dan Bian, sama sekali enggak percaya dengan kata-kata bulshits seperti itu.

"Sekarang... kamu minta maaf sama Kak Chiko!" pinta Amara seenaknya. Bian enggak terima. Masa iya, ia harus minta maaf sama cowok yang selingkuh sama pacarnya. Harga diri Bian mau ditaruh di mana?

Bian mendengus. "Nggak!"

“Bi,” tegur Amara.

Bian enggak peduli dan pergi. Bian kesal karena Amara lebih membela cowok itu. Bian itu pacarnya Amara, sedangkan cowok itu kan cuma selingkuhannya Amara.

ARGH!

Bian kesal banget, tapi Amara harus tetap jadi pacarnya apa pun yang terjadi.

***

Bian Abimanyu : Love you too, honey.

 

Sebuah senyum terukir indah di bibir Amara saat membaca balasan chat dari Bian, pacarnya. Amara punya kebiasaan, ia selalu mengucapkan selamat pagi untuk menyapa Bian ketika terbangun dan mengucapkan selamat malam sebelum cowok itu tidur. Amara suka melakukan perhatian kecil seperti itu. Itu khusus untuk pacarnya saja. Kalau cowok lain sih, Amara enggak peduli.

"Ra, mulai sekarang?" tanya Dilla membuyarkan lamunannya.

Ah, hampir saja Amara lupa. Ia mau latihan drama bersama Dilla dan Chiko. Dilla itu ketua klub drama sekolah yang biasanya mengatur jadwal latihan anak-anak drama. Dua minggu lagi mereka akan mengadakan pementasan drama Cinderella. Itu tuh, kisah klasik yang terkenal dengan pesta dansa dan sebelah sepatunya yang ketinggalan.

Tahu enggak, siapa yang jadi Cinderella-nya? Amara! Ya, Amara. Amara Pricilia. Dan pangerannya adalah Chiko, kakak kelas Amara yang saat ini sedang berdiri di sebelahnya. Kalau kata teman-teman klub drama, Amara dan Chiko itu pasangan serasi. Cocok banget deh dapat peran utama. Amara sendiri enggak setuju sama mereka. Amara itu cuma serasi sama Bian. Tapi ya, Amara ngomongnya dalam hati doang, takut menyinggung perasaan mereka.

"Kalian latihan dansa dulu, ya!" kata Dilla pada keduanya.

Mereka mengangguk bersamaan. Sebenarnya, Amara itu enggak bisa dansa. Untung, Chiko berpengalaman. Jadi, dia ditugasin Dilla untuk mengajari Amara.

Mereka sudah di posisi. Amara mengikuti arahan Dilla yang menyuruhnya untuk merapatkan tubuhnya pada Chiko. Satu tangan mereka saling menggenggam. Tangan Chiko yang bebas menyentuh pinggang Amara. Sedangkan tangan Amara yang satu lagi menyentuh bahu cowok itu.

"Kanan, kiri." Amara mengikuti arahan Chiko. Lama-kelamaan, ia mulai terbiasa.

Dilla yang melihat Amara enggak gugup lagi melemparkan senyum. "Gue tinggal bentar ya, beli minum."

Amara dan Chiko mengangguk bersamaan, lalu melanjutkan dansa. Kali ini posisi tangan mereka sudah berubah. Kedua lengan Amara merangkul leher Chiko, sedangkan kedua tangan cowok itu berada di antara pinggangnya.

Duh, sebenarnya posisi kayak gini bikin Amara gerah. Maklum, mereka terlalu dekat. Amara menunduk. Menghindari bertatapan langsung dengan cowok itu. Takutnya nanti, Chiko naksir Amara. Beneran deh, Amara enggak mau hal itu terjadi.

"Amara?" panggil Chiko lembut.

"Ya?" Amara mengadahkan kepala sampai mata mereka bertemu dalam satu garis.

"Manggil doang." Chiko terkekeh pelan. "Kirain tadi, udah terbang ke mana gitu."

Amara memaksakan senyum sambil terus menggerakkan tubuhnya mengikuti tubuh Chiko yang bergerak ke kiri dan ke kanan.

"Kamu kalau senyum, cantik ya," goda Chiko, iseng, untuk mengusir kesunyian di antara mereka.

Amara ikutan bercanda. "Kenapa, Kak Chiko naksir?"

Chiko tersenyum menggoda. "Kalau iya, boleh?".

Amara terdiam sesaat. Ini Chiko bercanda, kan?

Tiba-tiba, Chiko tergelak melihat ekspresi Amara yang pastinya aneh banget setelah mendengar pengakuannya yang tiba-tiba itu. "Bercanda doang." lanjutnya.

Amara enggak fokus sampai enggak sengaja menginjak kaki Chiko yang membuat cowok itu menjerit pelan. Amara yang terkejut kehilangan keseimbangan. Untung saja, ia cepat-cepat memperat rangkulannya di leher cowok itu. Tapi karena itulah, wajahnya tertarik mendekat sampai ia bisa merasakan embusan napas cowok itu.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Mata mereka saling menatap dalam diam. Kalau di film-film, Amara pasti sudah jatuh cinta dengan Chiko karena  sweet scene ini, tapi ini dunia nyata. Hal seperti itu enggak mungkin terjadi.

"Brengsek!" Sebuah suara yang sangat Amara kenal menariknya mundur.

Bian muncul entah dari mana dan langsung memukul Chiko. Chiko terdorong mundur dan jatuh. Bian berniat memukul lagi, tapi Amara langsung menahannya. Mereka terlibat cekcok karena Bian menganggap Amara selingkuh dan  pergi begitu saja.

"Kak, sorry banget." Amara merapatkan tangan di depan dada dengan rasa bersalah. Ada goresan kecil di sudit bibir Chiko, tapi cowok itu tetap tersenyum. Seolah menunjukkan kalau dia baik-baik saja.

Amara mengambil naskah drama sebagai bukti yang akan ditunjukkan pada Bian. Amara mengejar Bian dan berhasil menemukan cowok itu yang berjalan lemas dan menendang apa saja yang ditemuinya, termasuk tong sampah sampai isinya berantakan.

"Sayang…" panggil Amara lembut, lalu menjajari langkahnya. Ini Amara lagi usaha untuk mendapatkan kepercayaan cowok itu. "Dengerin aku ngomong bentar, boleh?"

"Kamu mau bilang putus dan lebih milih selingkuhan kamu?" sembur Bian dengan wajah kesal.

"Ihh... kamu ngomongnya kok gitu?" Amara berjalan duluan dan berhenti di depan cowok itu. "Aku cuma sayang sama kamu. Beneran deh. Nggak bohong," katanya dengan wajah serius, berusaha menyakinkan cowok yang sedang kesal itu.

“Tau ah.” Bian membuang muka.

"Bian..." Amara memutar wajah cowok itu agar bisa melihat ke arahnya. Lalu, menyodorkan naskah drama padanya. "Lihat Sayang, ini naskah drama. Tadi itu, aku lagi latihan drama jadi Cinderella dan Pangeran sama Kak Chiko. Kita cuma latihan dansa, bukannya ciuman... karna aku nggak mungkin selingkuh dari kamu."

Bian melirik sekilas naskah drama yang dipegang Amara, tapi enggak ada respons sama sekali darinya.

"Kamu percaya sama aku, kan?" kata Amara lagi berusaha menyakinkan cowok itu kalau seorang Amara Pricilia, hanya mencintai Bian Abimanyu.

"Aku percaya asalkan kamu keluar dari klub drama itu!"

"Aku nggak bisa, pementasan drama tinggal dua minggu lagi. Kalau aku mundur sekarang, semuanya bakalan kacau," jelas Amara. Sebagai pemeran utama di drama itu, mana bisa Amara keluar begitu saja. Bisa-bisa, ia dihajar semua anggota klub drama karena mundur di saat pementasan tinggal dua minggu lagi.

"Ya udah, aku yang jadi Pangerannya," kata Bian tanpa pikir panjang.

Amara tertawa mendengarnya. Kalau Bian lagi ngambek, wajahnya itu lucu banget, lho. Pengin Amara cium.

"Kamu, kan, bukan anggota klub drama," jelas Amara lagi, mengingat waktu dulu ia mengajak Bian ikut ekskul drama, tapi cowok itu malah menolak. Nah, sekarang ngotot mau jadi pangeran. Duh, sifat Bian yang seperti itu membuat Amara gemas.

"Ya udah, aku ngambek." Bian mengalihkan pandangannya ke sisi lain.

CUPS!

Amara mencium pipi cowok itu. Bian kaget dan langsung menoleh. Amara balas dengan senyum lebar. Sengaja menggodanya. "Sayangku, jangan ngambek lagi ya? Please!"

Bian menarik sedikit sudut bibirnya. "Jangan cium-cium! Aku lagi ngambek!"

CUPS!

Amara mencium pipi Bian sekali lagi. Wajah cowok itu memerah. Dia mundur selangkah seakan menghindari ciuman berikutnya. "Kalau masih ngambek, aku cium lagi nih?" Amara memonyongkan bibir. Sengaja, biar Bian enggak marah lagi.

"Iya-iya, kamu boleh lakuin apa pun sesuka kamu," kata Bian akhirnya.

Yes! Amara bersorak dalah hati. Itu artinya, ia berhasil meluluhkan hati pacarnya yang super cemburuan.

Amara mencubit pipi Bian, gemas. Mereka memang sering ribut sih, tapi Bian lebih suka diam dan cuekin Amara kalau lagi marah. Karena itulah, cowok itu terlihat lucu di mata Amara.

Drrrtt... handphone Amara di saku rok bergetar. Ia membuka aplikasi WhatsApp, masuk ke grup WA drama sekolah.

Waduh! Amara menelan ludah. Bian ikutan melihat chat yang baru masuk. Dilla tadi sempat memotret Amara dan Chiko yang sedang berdansa. Dilla mengirim beberapa foto. Bisa ditebak, bagaimana posisi Amara dan Chiko di foto itu yang mungkin saja bisa menimbulkan kesalahpahaman. Ditambah lagi, Dilla menambah sebuah caption di bawah foto itu.

 

-Klub Drama Sekolah-

Dilla: Pasangan serasi.

Maretsa: Udah, jadian aja! Gue dukung kok.

Bedu: Jadian! Jadian! Jadian!

 

Amara menoleh ragu. Mendapati Bian menatap nanar. “Bi... aku bisa jelasin lho....” Belum selesai menjelaskan, Bian keburu pergi. Biar Amara tebak, pacarnya itu pasti ngambek lagi.

“Biaaan!” panggil Amara sambil berlari mengejarnya.

***