"Jika aku adalah roti, kamu ibarat ragi yang membuat adonan roti berhasil mengembang, membuat rasa roti jadi lebih enak dan lembut. Lily Tanoto, bersediakah kamu menemani seluruh hidupku, bersamaku mengembangkan semesta cinta kita, dan membuatku jadi pribadi yang lebih lembut karena mencintaimu?"
Lily melongo. Butuh waktu berdetik-detik baginya untuk mencerna makna ucapan Reynold. Kekasihnya itu harusnya bicara langsung ke intinya saja, bukan malah membingungkannya dengan perumpamaan tentang roti dan ragi. Ketika kekasihnya memamerkan sebuah cincin emas putih bermata berlian ke hadapannya, saat itulah Lily tersadar. Reynold baru saja melamarnya!
Tatapan mata Reynold penuh harap menanti jawabnya, sampai-sampai Lily tergagap, "A-aku bersedia …."
Suasana aula utama Hotel Bogor Paradise yang tadinya senyap seolah ikut menahan napas bersama Lily mendadak pecah. Semua staf yang hadir bersorak, bersiul menggoda, dan bertepuk tangan. Reynold mendekati Lily, meraih tangan kirinya yang agak gemetar, dan memasangkan cincin di jari manisnya. Lalu kekasihnya mengecup keningnya di hadapan banyak orang, membuat suasana aula sekali lagi menjadi gegap gempita. Pipi Lily sudah semerah tomat, tapi hatinya melayang tinggi ke awan.
"Kenapa harus di depan semua orang, sih?" bisik Lily memprotes.
"Karena aku mau semua orang tahu perasaanku padamu." Reynold mengakhiri dengan senyuman yang membuat wajah berlesung pipi itu tampak makin menawan.
Para staf hotel mendekat, beramai-ramai memberikan ucapan selamat pada Reynold, pimpinan mereka yang baru saja melamar Lily, rekan kerja mereka sekaligus asisten koki di dapur hotel bagian pastry. Hotel Bogor Paradise sedang merayakan ulang tahun yang ketiga malam ini. Tak ada yang menyangka sang General Manager malah menutup acara pesta makan malam itu dengan acara lamaran yang romantis.
"Selamat, Lily!" Teman-teman cewek dari divisi front office serta housekeeping berebutan memeluk dan menyalami Lily. Berulang kali pula Lily mengucapkan terima kasih.
Lily melihat rekan-rekannya dari divisi dapur mendekatinya dengan senyum misterius di wajah mereka. Belum sempat ia menghindar, lengannya sudah dicekal dan setengah ditarik pergi. Ia tak melawan, tapi malah tertawa-tawa.
"Pak Reynold, kami pinjam Lily sebentar, ya!" seru Chef Made, kepala koki berperawakan tinggi besar, sambil melambaikan tangan ke Reynold yang hanya bisa pasrah melihat tunangannya diculik.
Rekan-rekan Lily menuntunnya ke dapur hotel. Di situ, tawa dan sorak-sorai mereka pecah jadi satu. Tadinya Lily pikir teman-temannya akan menaburinya dengan tepung atau melumurinya dengan krim kocok sisa membuat kue, seperti yang biasa mereka lakukan pada salah satu dari mereka yang berulang tahun. Namun, atasannya sepertinya tahu Lily masih harus menjaga penampilan cantiknya di depan Reynold saat pulang nanti. Jadi, Chef Made cuma mengizinkan stafnya merangkul Lily dan mengucapkan selamat dalam versi yang lebih heboh daripada teman-teman lain di ruang aula tadi.
"Lily Tanoto!" Chef Made harus melantangkan suaranya untuk mengimbangi kegaduhan anak buahnya. "Asistenku yang paling berbakat dalam membuat roti dan kue. Tadinya kupikir mau memilih dia jadi penggantiku kalau aku pensiun nanti, tapi yah …, ternyata dia lebih memilih jadi Nyonya Reynold Sebastian!"
Semua orang tertawa geli. Biarpun Chef Made terkenal disiplin, dia bisa membedakan kapan saat bercanda dan kapan harus serius bekerja.
Chef Made melanjutkan pidatonya, "Lily juga anak didikku di kampus dulu. Yang kutahu, Lily adalah gadis yang selalu ceria, pekerja keras, suka menolong--"
"Dan rajin menabung!" celetuk salah satu staf, membuat suasana ruangan itu tambah riuh dengan gelak tawa.
Chef Made pun tak sanggup menahan seringainya. "Siapa yang mengira gadis polos yang imut-imut ini mampu membuat bos besar kita yang disiplin dan pendiam itu bertekuk lutut? Tapi aku percaya, biarpun nanti Lily sudah jadi nyonya besar, dia tetaplah Lily yang apa adanya dan yang kita semua sayangi."
Tepuk tangan membahana menutup pidato Chef Made. Lily sudah berurai air mata ketika pria yang berjasa membimbing kariernya itu memeluknya.
"Terima kasih, ya, Chef," ucapnya lirih menahan haru.
Chef Made tersenyum, setengah berbisik di telinganya. "Perjuanganmu belum selesai, justru baru dimulai, Li. Tapi aku yakin Pak Reynold benar-benar sayang sama kamu."
Hati Lily meluap oleh sukacita. Ia memandangi atasan dan rekan-rekan kerja yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri. Ah, dia sungguh menyukai pekerjaan dan hotel ini, yang sekaligus telah mempertemukannya dengan calon suaminya.
***
Setelah acara selesai, Lily serta staf dapur yang lain saling berpamitan dan meninggalkan dapur, kecuali yang berdinas sif malam. Lily mengecek ponselnya. Ada pesan masuk dari Reynold.
[Li, aku ke ruanganku sebentar. Kamu tunggu di lobi saja, ya.]
Hati Lily tambah berbunga-bunga. Sesibuk apa pun, Reynold selalu menyempatkan diri mengantarnya pulang. Sambil tersenyum ramah pada beberapa rekan yang dilewatinya, ia berjalan ke arah lobi.
Mendadak, sesosok tubuh tinggi langsing yang sedang duduk di sofa lobi membuatnya menghentikan langkah. Wanita berambut cokelat bergelombang itu pun melihatnya, lalu mendekatinya.
Lily menelan ludah. "Bu Sesil, selamat malam," sapanya sopan.
Wanita bernama Sesil itu menatap tajam. Wajah cantiknya merengut. "Aku nggak mengerti apa yang dilihat Reynold dari kamu, Lily. Cewek yang cuma jadi asisten koki di dapur apa mungkin cocok mendampingi seorang General Manager sekelas Reynold? Bisa-bisa kamu cuma bikin malu keluarga besar Sebastian!"
Tadinya Lily pikir kebahagiaannya hari ini sempurna, tapi sekarang rasanya dia ingin sekali menyumpal mulut Sesil dengan roti baguette* utuh yang panjang. Sayangnya, yang bisa dia lakukan hanyalah membisu.
Sesil bukan cuma mantan pacar Reynold yang menyebalkan, tapi juga putri tunggal dari pemilik Harison Tour and Travel. Akan sangat ceroboh kalau sampai Lily terlihat beradu mulut dengan rekan bisnis Hotel Bogor Paradise itu. Orang tua Reynold dan orang tua Sesil bersahabat. Tidak heran jika mereka menjodohkan putra-putri mereka, tapi Reynold yang keras kepala menolak perjodohan itu.
Sesil memelankan suaranya, "Sekarang Reynold malah melamarmu di depan semua staf hotel. Apa dia nggak takut ditertawakan orang?"
Ternyata Sesil melihat momen lamaran singkat di aula tadi. Lily mengeluh dalam hati, 'Padahal Sesil sudah putus dengan Rey tiga tahun yang lalu, tapi masih saja ikut campur urusan pribadi Rey. Kenapa sih dia nggak bisa move on saja? Toh dia sudah punya semuanya: kaya, muka cantik blasteran bule, badan seksi kayak model, dan lulusan S2 dari luar negeri. Kenapa dia nggak bisa membiarkan aku setidaknya punya satu hal saja dalam hidupku yang bisa bikin iri orang lain?'
Sebesar apa pun keinginan Lily membalas hinaan Sesil, yang bisa diucapkannya hanyalah, "Maaf, saya permisi, Bu Sesil."
Ia bermaksud berjalan melewati Sesil, tapi langkahnya dihadang. Mata cokelat Sesil yang bulat besar beradu dengan mata hitam Lily.
"Reynold boleh saja melamarmu sekarang, tapi untuk menikah juga butuh restu dari orang tuanya. Aku yakin orang tua Reynold lebih memilih menantu seperti aku daripada kamu yang nggak punya apa-apa!"
Darah Lily seketika mendidih. Jika Sesil tidak berhenti mengusiknya, jangan salahkan dia kalau mempermalukan cewek bermulut kurang ajar itu di hadapan semua orang di lobi hotel.
***
*Roti baguette: Roti yang berasal dari Prancis, biasanya berbentuk panjang dan ukurannya besar, memiliki tekstur sangat renyah ketika dimakan. Diameter standar baguette kira-kira 5 atau 6 sentimeter, tetapi panjangnya dapat mencapai 1 meter (Sumber: Wikipedia).