cover landing

Gift From The Past

By KeziaEviWiadji


Prolog

“Tuhan akan memberikan penghiburan bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.”

Keira mendesah pelan.

Benarkah?

Kehilangan ayah untuk kedua kalinya akan menghibur diriku?

Melapangkan dada yang sesak?

Menghapus kebencian?

Mendung menaungi cakrawala. Awan hitam menggantung pekat. Desau angin sayup terdengar, menjadi lagu sendu mengiringi upacara pelepasanSesekali angin bertiup kencang, menerbangkan kelopak-kelopak bunga dari permukaan tanah berwarna merah bata. Keira menggigil—lebih karena apa yang dirasakan hatinya. Ia mendekap dirinya erat-erat. Matanya tak lepas dari gudukan tanah yang telah dipenuhi taburan dan rangkaian bunga. Meskipun Keira telah berjanji pada dirinya sendiri tak akan menangis lagi untuk ayahnya, namun setitik bening yang bergulir di pipi mengingkari.

Mengapa dirinya tidak seperti gadis lain yang mencintai ayah mereka dengan sepenuh hati?

Seperti halnya sekeping uang logam, demikian hati Keira kepada ayahnya.

Cinta di satu sisi dan benci di sisi yang lain.

***

Bab 1

 "Sam memanggil Kei.”

Panggilan familier dibarengi ketukan dari balik pintu mengejutkan Keira, mengembalikan pikirannya yang sempat mengembara tak tentu arah. Keira segera menelan makanannya lalu berseru, "Kenapa sih pakai teriak-teriak segala. Masuk aja!”

“Pintunya dikunci, Tuan Puteri.”

“Kamu punya kunci rumahku, Sam. Ngga usah manja.”

Sam menyengir. Ia memang menyimpan kunci rumah Keira. Bukan hanya pintu depan, tetapi juga gerbang besi. Sam tak ingat tepatnya sejak kapan Keira memberikan kunci rumah itu padanya—mungkin beberapa hari setelah ibu Keira meninggal dunia. Sam menarik dari saku jin anak kunci rumahnya dan rumah Keira yang telah disatukan dalam gantungan kunci. Ia memasukkan salah satu anak kunci itu ke lubang kunci lalu memutarnya hingga terdengar bunyi klik dua kali. Sam menekan handel pintu, setelah itu mendorongnya hingga terbuka. Senyum lebar menghiasi wajah Sam tatkala melihat Keira masih memakai baju tidur babydoll, sedang duduk meringkuk di sofa dengan kedua kaki diangkat.

"Kebangetan banget. Mana ada, tamu diminta buka pintu sendiri?”

“Memangnya, kamu tamuku?!”

Satu alis Sam terangkat. “Sepertinya cuaca sedang mendung nih.” Setelah menutup pintu, Sam melintasi ruangan lalu menghempaskan diri di samping Keira. “Kenapa, baru mens ya?”

Mata Keira menyipit. “Kalau mampir cuma buat bikin bete, mending balik saja, sana!”

Sam meringis. “Duh, segitu sensinya.” Ia menyenggol bahu gadis itu main-main. “Sebelum tambah jutek, selamat ulang tahun dulu dong.”

Keira mendengus kesal, tetapi sudut bibirnya terangkat. Ia balas menyenggol bahu cowok itu. “Trims ya,” setelah itu menunjuk mangkuk di tangannya. "Mau?"

Sam berdecak, "Ulang tahun kok menunya mi instan. Pelit banget." 

Keira tersenyum sumir lalu menyendok mie dengan garpu dan melahapnya. Ketika Sam mengambil alih garpu dari tangan Keira, lalu menyuap mi instan ke mulut cowok itu, Keira menggeram. "Kebiasaan jorok. Sana, bikin sendiri.”

Sam menghapus lelehan kuah yang menetes di dagu dengan punggung tangan. "Ada makanan lain, ngga? Bosan mi terus.”

Keira menyeruput kuah dari bibir mangkuk lalu mengangguk. “Bentar.” Setelah itu bangkit dari duduk lalu melenggang menuju dapur.

"Alan ngga ke sini?”

Pertanyaan seperti ini sering sekali dilontarkan Sam, tetapi kali ini membuat Keira sebal. Ini alasannya mengapa Keira mengurung diri dan malas membenahi penampilan meskipun hari ini adalah hari spesialnya. Sesampainya di dapur, Keira membuka pintu lemari pendingin seraya berseru, “Alan ke luar kota.”

"Again?” Sam mendongak ketika Keira datang menghampirinya.

Bibir Keira merapat erat. Sungguh menyebalkan! Bahkan Sam bisa menghitung betapa seringnya Alan bepergian ke luar kota. Keira meletakkan kotak karton berwarna biji kopi di atas meja makan.

Ketika Sam melihat raut wajah Keira, ia baru menyadari telah salah melontarkan pertanyaan. Sam mendekati dan duduk di sebelah gadis itu. “Tenang, nanti malam juga datang. Kasih kejutan.”

Ngga mungkin! Keira mengenal Alan dan semestinya ia tak perlu sakit hati jika sampai siang ini kekasihnya belum juga memberikan ucapan selamat ulang tahun, bahkan melalui whatsApp sekalipun. Jadi, jelas tidak mungkin jika nanti malam cowok itu datangbahkan memberi kejutan. Keira membuka tutup kotak lalu mengeluarkan kue tar berbentuk landak. Kue berwarna kuning cerah dengan taburan irisan cokelat putih sebagai duri-durinya. Semalam, Keira membeli kue tart ini. Ia telah membayangkan, Alan akan memberikan kecupan sayang, setelah memotong kue ulang tahunnya lalu dilanjutkan dengan makan malam romantis berdua. Tetapi impian Keira buyar gara-gara Alan mendadak ke luar kota.

“Wahh, enak nih.”

Keira tersenyum samar. Setidaknya, ia bisa menikmati kue landak ini bersama Sam. “Kamu mau bagian mulut atau ekor?” tanya Keira seraya meraih pisau plastik.

"Eit, tahan dulu!"

Keira mendongak dengan tatapan bertanya, tetapi Sam telah berlari menuju kamar kerja lalu keluar dengan menenteng gitar.

"Tradisi tetap dijalankan dong." Sam duduk. Sejenak ia menyetem gitar, setelah itu memetiknya dan mulai bernyanyi "Happy birth—" Mendadak Sam berhenti dan menatap Keira. "Mana lilinnya? Kamu harus make a wish."

Senyum Keira mengembang. Mendung di wajahnya tersibak. Secepat kilat Keira melesat ke dapur. Jika tak bisa merayakan ulang tahun bersama kekasihnya, maka Keira akan merayakan bersama Sam—partner bisnis, sahabat, sekaligus tetangganya. Keira membuka laci, mengambil dua batang lilin berukuran kecil dengan motif garis-garis berwarna ungu dan merah. Denting gitar yang terdengar dari ruang sebelah menghangatkan hatinya. Sebelum menghambur keluar dari dapur, Keira menyambar pemantik api. Tak lama kemudian, Sam menyanyikan “Happy Birthday to Keisaat Keira membenamkan sebagian lilin di tubuh landak dan menyalakan lilin itu.

Sam memelankan petikan gitar, "Yuk, make a wish.”

Keira mengangguk kecil. Ia melipat kedua tangan di dada sembari memejamkan mata. Tuhan, berikan aku keluarga yang harmonis dan bahagia, bersama orang yang baik, yang aku cintai dan mencintaiku. Amin. Setelah itu, Keira membuka mata lalu meniup api di kedua lilin itu.

"Kei ….

Keira menatap Sam.

“Namaku ada di make a wish-mu?"

"Ih  kepo.”

Sam terbahak. Pada saat itu terdengarnya ketukan di pintu depan.

Sam menatap Keira. "Kamu ada technical meeting?”

Keira menggeleng. Hari ini, Keira tak ada janji temu dengan siapapun, baik dengan teman kampus, juga tim event organizer-nya.

Keira melangkah menuju pintu depan lalu mengintip dari balik jendela. Pemilik suara itu sedang memunggungi jendela. Sosoknya mungil, berambut panjang sebahu, mengenakan jaket Kero-keropi dan celana jin selutut. Keira membuka pintu, bersamaan dengan sosok bertubuh mungil itu membalikkan badan.

Seketika mata Keira melebar.