cover landing

DinoSaurus

By Christina L


Prolog

 

Namanya Sally Saurusly. Tahun ini baru menginjak usia delapan tahun. Nama panjang yang aneh, ya? Memang. Perempuan yang suka mengucir rambutnya menjadi dua ini paling sebal kalau ada orang yang memanggilnya dengan nama panjangnya. Kata Mama sih, dia dikasih nama Saurusly karena zodiaknya Taurus. Tapi, entahlah.

Gara-gara nama panjangnya itu, Sally sering diejek oleh teman-teman sekolahnya yang menggabungkan namanya dengan nama anak tetangga yang berbeda satu rumah dengannya, Dino.

DinoSaurus. Dino dan Saurusly.

Dino Nathaniel. Dia adalah tetangga Sally yang hanya terhalang oleh satu rumah. Cowok itu nyebelin banget. Tiap hari datang ke rumah Sally kalau tidak malam banget, ya, pasti pagi banget. Jam delapan teng, dia sudah berada di depan rumah Sally. Sally tidak suka Dino karena Dino SKSD alias sok kenal sok dekat. Dino juga sering menjambak rambut mainan Barbie Sally, dan karena itu juga Sally jadi sering umpetin boneka dinosaurusnya. Jadi, jangan heran kalau Dino sering merasa satu per satu bonekanya mulai berkurang.

Dino itu tidak bisa diam, ada aja yang dimainin. Suka nyanyi padahal suaranya cempreng. Tetapi, ada satu hal yang paling Sally tidak suka dari Dino. Dino sering mengejek Sally cadel.

“Dasar cadel, wleee.” Bocah laki-laki itu meledek anak perempuan yang rambutnya dikucir dua.

Anak perempuan itu pun tidak mau kalah. “Dasal dinosaulus aneh!”

“Rambut kamu mirip buntut kuda.”

“Kamu bisulan, huh.”

“Cengeng.”

“Jelek, dinosaulus jaman pulba.”

Berawal dari Dino yang mengejek Sally dan berakhir dengan saling mengejek, kisah mereka baru benar-benar dimulai saat mereka menginjakkan kaki di SMA. Di saat Sally menjabat sebagai waketos dan Dino si cowok populer yang degil.

 

1. Awalan

 

8 tahun kemudian ….

 

Gadis yang rambutnya diikat satu itu berjalan menyusuri koridor sekolah yang tidak begitu ramai. Biasanya jam segini, hanya segelintir anak-anak rajin saja yang sudah datang. Kalau bukan karena Mishel, adiknya yang merengek meminta untuk datang ke sekolah pagi-pagi, dia tidak bakal mau datang ke sekolah pukul segini.

“Woi, Cadel!” suara bariton itu terdengar dari arah belakang.

Seolah tidak mendengar, perempuan yang bernama Sally itu tetap berjalan santai. Tidak memedulikan cibiran dan pisuhan yang terdengar dari belakangnya. Ia berdecak saat rambutnya ditarik ke belakang.

“Dih, dipanggilin sengaja nggak nyahut. Sok jual mahal.”

Baru saja Sally menginjakkan kaki di sekolah ini, dia sudah mendapatkan cibiran seperti itu. 

“Apaan coba sok jual mahal? Udah ya, mendingan lo diam, deh.” Memutar bola matanya malas, Sally lantas bersedekap.

“Calon waketos kok judes, sih.” Lelaki bernama Dino itu menyenggol bahu Sally dengan sikunya.

“Lo nyadar nggak sih badan lo itu lebih gede dari gue? Lo senggol gue kayak tadi, apa gue nggak terbang kayak angin?”

“Buset dah. Jangan sok lemah nggak berdaya gitu, deh.” Dino mengacak rambut perempuan itu.

“Bodo amat.” Dengan alis bertaut, Sally menepis tangan Dino dan sedikit menjauh. “Eh, tapi nanti jangan lupa vote nomor dua, ya. Gue sama Kak Abram.”

Dino membenarkan letak kacamatanya yang sedikit menurun lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Nggak, ah. Seperti yang lo bilang, kita kan bukan teman jadi nggak usah dekat-dekat.”

Sally mendengus seraya menonjok lengan Dino keras-keras. “Sana, jauh-jauh dari gue.” Lalu perempuan itu sengaja mempercepat langkah kakinya. Dino hanya tertawa ringan dan sengaja tidak menyusulnya.

Tanpa keduanya sadari, dari tadi beberapa siswa menatap Dino dan Sally yang sedang adu mulut. Tidak heran semua orang sering melihat mereka seperti itu, sebab walau keduanya bertetangga, mereka tidak pernah jauh dari yang namanya pertengkaran.

“Hai, No.” Baru saja melangkahkan kakinya ke dalam kelas, Dino sudah mendapat sapaan dari Gibran, sahabatnya.

Bukannya menyapa balik, Dino malah menyahut dengan ketus. “Diam lo.” Tasnya yang semula ia gendong di bahu kanannya, kini ia letakkan asal-asalan di atas meja.

“Emangnya gue salah apa, sih? Perasaan kayaknya gue salah terus dan kalian semua yang benar.” Gibran sok dramatis.

“Kemarin bilang mau nongkrong, tapi ujung-ujungnya cuma gue sendiri yang nongol di Warung Emak.” Dino memasang tampang betenya, tangan kirinya terjulur untuk menopang dagu.

“Ya maaf atuh. Kan gue udah jelasin juga kemarin. Sebagai anak yang baik, gue harus turutin permintaan emak gue, dong. Entar kalau dia ke mal sendiri, siapa yang bawain kantong belanjaannya?”

Memang kemarin Gibran tiba-tiba membatalkan ajakan Dino padahal dia sudah telanjur berjanji padanya. Tapi itu karena mamanya meminta dia untuk menemaninya berbelanja untuk acara barbeku yang akan diadakan hari ini.

“Omong-omong, Reza mana, ya? Oh iya, dia kan masih pacaran sama guling di rumah.” Gibran bertanya dan menjawab sendiri. Sahabatnya satu ini memang kelewat cerewet. Entah kesambet apa Dino bisa temenan sama dia.

“Tuh si Reza! Emang dasarnya kebo sih ya, baru datang jam segini.” Dino mulai heboh sendiri sambil menunjuk Reza.

Terlihat seorang lelaki muncul di ambang pintu, rambutnya terlihat acak-acakan dan mulutnya tengah menguap lebar. Tasnya digendong asal-asalan. Kalau dilihat-lihat, mereka bertiga memang cocok. Tidak pernah rapi, apa-apa berantakan.

“Pasti semalam lo begadang nonton bola kan?” Jari telunjuk Gibran teracung ke depan wajah Reza yang membuat lelaki itu mendelik.

“Sok tahu.”

“Jadi?”

“Gue nggak bisa tidur gara-gara minum kopi yang dikasih Dino tuh.” Reza memijat pangkal hidungnya.

“Hah? Emangnya lo minumnya kapan?” Dino menautkan kedua alisnya.

“Sore,” jawab Reza santai.

Langsung saja Dino menggeplak bahu lelaki itu. “Yeee, kalau minum kopi mah jangan sore, kecuali lo mau begadang!”

***

Sally tengah sibuk membereskan ruang serbaguna yang nanti akan digunakan guru-guru dan seluruh murid SMA Garuda sebagai tempat pemilihan ketua OSIS dan wakil ketua OSIS yang baru. Tentunya ini adalah salah satu hal yang paling Sally impikan. Bergabung bersama organisasi sekolah dan menjabat sebagai wakil ketua OSIS.

“Udah siap belum nanti?” Tiba-tiba Abram sudah berada di samping Sally. Pertanyaannya barusan membuat Sally kaget. Sedetik kemudian, ujung bibirnya tertarik membentuk seulas senyum.

Belum sempat dirinya menjawab, suara teriakan seseorang membuat Sally dan Abram sama-sama menoleh. “Sal!”

Teriakan itu berasal dari Dino. Lelaki itu senyam-senyum tidak jelas sambil melambaikan tangannya.

Lagi-lagi Dino datang di saat yang tidak tepat. Di sampingnya ada Gibran dan Reza yang tengah mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dahi Sally mengernyit tidak suka. Kenapa, sih, Dino selalu ada di mana-mana? Ah, dia lupa. Mereka kan satu sekolah. Tapi bukan berarti mereka harus bertemu setiap saat. Benar-benar menyebalkan.

Dalam kurun waktu tiga puluh menit, guru-guru dan siswa-siswi sudah datang duduk dan memenuhi seisi ruang serbaguna ini. Sambutan pertama disampaikan oleh Pak Mario selaku kepala sekolah, kemudian disusul sambutan kedua dari Pak Gunawan selaku wakil kepala sekolah. Terakhir adalah sambutan dari Pak Akir selaku guru pembina OSIS.

Kemudian satu per satu tiga kelompok calon ketua OSIS dan wakil ketua OSIS maju dan menyampaikan visi misi mereka. Minggu lalu mereka sudah mengadakan debat, jadi sekarang adalah tahap terakhir pemilihan ketua OSIS dan wakil ketua OSIS ini, yaitu pencoblosan.

Sejujurnya, sejak awal acara pemilihan ini dimulai, Sally agak gugup mengingat ini adalah pertama kalinya dia mendaftar dan mengikuti organisasi sekolah seperti ini. Tapi, sesaat setelah namanya dan Abram dipanggil untuk maju ke depan, dirinya sudah tidak gugup lagi. Dirinya ingin menampilkan yang terbaik di depan semua orang.

Keduanya maju ke depan, kemudian Abram mengambil mikrofon yang ada di atas meja dan mulai berbicara. “Kepada Bapak-Ibu Guru yang terhormat dan teman-teman yang terkasih, selamat siang semuanya. Perkenalkan, saya Abram dari kelas 11 IPS. Dalam kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan visi dan misi saya sebagai calon ketua OSIS SMA Garuda tahun 2016-2017. Visi saya adalah memajukan sekolah dan menjadi wadah untuk membentuk dan mengembangkan segala potensi siswa-siswi, menciptakan siswa-siswi yang berkualitas, bertanggung jawab, dan meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misi saya adalah membuat siswa-siswi menjadi lebih aktif dalam kegiatan sekolah seperti esktrakurikuler, kegiatan-kegiatan yang mampu mengasah potensi siswa-siswi, kegiatan-kegiatan keagamaan, dan meningkatkan kedisiplinan siswa-siswi. Juga merealisasikan dan melanjutkan program-program kerja yang sebelumnya ada tapi tidak berjalan dan tidak aktif. Demikian visi misi yang saya sampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih,” ucap Abram sambil tersenyum. Suara riuh tepukan tangan menyambut Abram sesaat setelah lelaki itu selesai berbicara.

Dioperkannya mikrofon itu ke tangan Sally. Selanjutnya adalah giliran Sally menyampaikan visi misinya. “Selamat siang, Bapak-Ibu Guru yang terhormat dan teman-teman yang terkasih. Perkenalkan, saya Sally Saurusly dari kelas 10 IPS. Dalam kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan visi dan misi saya sebagai calon wakil ketua OSIS SMA Garuda tahun 2016-2017. Visi saya adalah menjadikan OSIS sebagai sarana untuk mengembangkan potensi siswa-siswi, membentuk karakter siswa-siswi menjadi siswa-siswi yang berkualitas, membangun lingkungan sekolah yang nyaman dan menjaga nama baik sekolah. Misi saya adalah menyelenggarakan acara-acara yang sesuai dengan minat dan bakat siswa-siswi, membuat siswa-siswi lebih aktif berpartisipasi dalam acara dan kegiatan yang diadakan oleh sekolah, mempererat hubungan antara siswa-siswi dan guru-guru, menjadikan siswa-siswi pribadi yang lebih disiplin, bertanggung jawab, dan kreatif. Demikian visi misi yang saya sampaikan, terima kasih.”

Suara riuh tepuk tangan kembali terdengar sesaat setelah Sally selesai berbicara. Dia dan Abram  kembali ke tempat duduk mereka masing-masing dan menunggu kelompok calon terakhir untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Setelah dua puluh menit berlalu, kini tiba saatnya guru-guru dan murid-murid memilih calon ketua OSIS dan wakil ketua OSIS yang mereka inginkan.

“Sekarang dari kelas 10. Silakan memilih calon ketos dan waketos yang kalian inginkan, ya!” Teriakan Pak Akir menggema di ruang serbaguna.

Dengan santai Dino melangkah maju, diikuti oleh Gibran dan Reza. Bukannya langsung maju ke tempat pemilihan, Dino malah menghampiri Sally yang sedang memainkan ujung roknya sambil menunduk.

Dino sedikit membungkuk. “Berharap aja, ya, semoga gue pilih lo,” bisik Dino tepat di telinga Sally. Perempuan itu mengerjapkan matanya berkali-kali lalu melemparkan tatapan kesal pada Dino. Seolah tidak merasa bersalah, Dino malah melangkah pergi sambil melambaikan tangannya.

Sally menarik lengan baju seragam Dino saat lelaki itu akan kembali ke tempat duduknya. “Lo pilih nomor berapa tadi?” tanyanya dengan nada kesal.

Dino terkekeh geli. “Nomor empat,” jawabnya singkat lalu melangkah pergi.

Sally terdiam. Selang beberapa detik, dirinya baru sadar kalau tadi Dino membohonginya. “Emangnya ada nomor empat?!”

Butuh waktu hampir satu jam untuk guru-guru dan siswa-siswi memilih calon ketua OSIS dan wakil ketua OSIS. Setelah semuanya selesai memilih, kertas pemilihan dibacakan satu-persatu oleh Pak Akir. Tanpa Sally duga, ternyata hasil akhir menunjukkan bahwa dirinya dan Abram berhasil mendapatkan suara terbanyak.

Sally dan Abram maju ke depan untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini untuk mengucapkan pidato kemenangan. Kemudian Abram mengambil mikrofon yang ada di atas meja. “Saya sangat berterima kasih kepada Bapak-Ibu Guru dan teman-teman yang sudah memilih nomor dua, yaitu saya dan Sally. Selama satu tahun ke depan, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadikan OSIS SMA Garuda menjadi lebih baik lagi. Sekali lagi, terima kasih banyak.”

Kemudian Abram menoleh ke samping sambil memberikan mikrofon itu pada Sally, mengangguk sekali, mengisyaratkan perempuan itu untuk mulai berbicara. Sally mengangguk sebagai jawaban. “Untuk Bapak-Ibu Guru dan teman-teman semua, terima kasih banyak sudah memilih kami sebagai ketua OSIS dan wakil ketua OSIS yang baru. Selama satu tahun ke depan, kami akan bekerja keras dan membuat OSIS SMA Garuda menjadi lebih kreatif dan lebih baik lagi.”

Sesaat setelah Sally selesai berbicara, Dino segera bangkit berdiri dari kursinya lalu bertepuk tangan dengan heboh sambil sesekali mengacungkan jempolnya. Tindakan itu seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya sangat bangga dengan terpilihnya Sally sebagai wakil ketua OSIS yang baru. Tatapan mata semua orang lantas tertuju pada Dino, tapi lelaki itu masih saja terus bertepuk tangan sambil sesekali mengacungkan jempolnya, seolah-olah tidak mengindahkan semua tatapan yang ditujukan untuk dirinya.

Pak Akir yang melihat itu pun segera angkat bicara. “Sudah-sudah, silakan kembali duduk ya, Nak.”

Dino mengangguk dan tersenyum lebar, sebelum akhirnya kembali duduk dengan tenang.

Sally hanya bisa sedikit menunduk dan mengigit bibir bawahnya. Malu-maluin banget, sih. Awas aja dia nanti! batinnya dalam hati.