cover landing

Changsub Si Pewaris Kedai Ayam

By Fitra Aulianty


Lee Changsub duduk bersila, jarinya mengetuk paha. Senyum terpampang di wajah, nyaris menyeringai. Menunggu, duduk yang tabah sambil mematung, Changsub bertekad dengan penuh hati-hati. Ia penyuka segala jenis kepastian, memutuskan dengan cepat tapi keakuratan 100%. Jika Changsub ingin menghancurkan tembok kamarnya ini, ia akan melakukannya hingga tuntas.

Tidak. Changsub yang berhati malaikat tidak ingin merusak perabotan apa pun yang ada di rumahnya tercinta. Ia terlalu baik untuk itu. Laki-laki itu mengangguk mantap. Ia orang baik. Sangat baik. Pastinya, tentunya, dan sebenar-benarnya ia berkata jujur.

Dari luar, suara tawa dengan kekuatan ekstra merusak gendang telinga mengganggu Changsub. Ia masih bersila, tapi senyumnya berganti kerutan samar.

“Tidak! Jangan tertawa!” Changsub meringis, jiwa malaikatnya akan musnah jika mendengar tawa setan itu.

Si pemilik tawa nyaring menyela. “Oppa*, kau tidak akan berhasil keluar dari kurungan ini!” (*Kakak laki-laki, diucapkan oleh perempuan)

Pasti sedang melihat CCTV, laki-laki itu tersenyum masam. Kamar sekecil tiga kali tiga meter ini pun anehnya memiliki sepuluh CCTV dan beberapa diletakkan di tempat yang tidak bisa dijangkau.

“Tidak apa kalau Oppa mogok makan. Tapi kalau besoknya Oppa dikubur bersama tulang-tulang ayam itu, aku hanya bisa mendoakan dengan sepenuh hati,” ujar sang adik, terbahak-bahak.

Sangat pengertian! Changsub mengepalkan tangan, emosinya tersulut sudah. Ia mendekati pintu, “YA*! Bong Cha, kau adikku, bukan?” (*Hei)

Nugu*? Aku anak tunggal, tahu!” Bong Cha dari luar kamar meledek. (*Siapa?)

Changsub yang tadinya nyaris marah, kini balas meledek Bong Cha. “Kau pasti sedih kalau tidak ada aku di sini. Tidak ada yang bisa kau kurung dan ledek lagi, Bong Cha-ya.” Laki-laki itu menatap salah satu kamera yang terpasang di pintu. Ia memonyongkan bibir dan memelet, memberikan wajah estetiknya pada penunggu kamera.

Tiba-tiba suara tangisan terdengar. “Kau mengerikan, Oppa!” Gadis itu berkata sembari tersedu. “Aku tidak tahu kenapa aku memiliki Oppa berwajah jelek sepertimu!” sambung Bong Cha lagi, tangisnya semakin kuat.

Changsub sedikit merasa bersalah. Ia bertanya-tanya sejelek apa wajahnya itu? Namun laki-laki yang tengah dikurung itu tersenyum, ia menatap kamera dengan wajah berbinar. “Aku akan selalu melakukan ini untukmu, Bong Cha-ya.”

"Lima menit saja! Waktu jagaku tinggal sepuluh menit lagi." Gadis itu sesenggukan.

Kunci pintu berderit, tak berapa lama pintu terbuka.

Changsub berjoget, ia tersenyum lebar, “Kau memang adikku yang manis!”

***

Sehari sebelumnya, Changsub yang sedang mengemil roti terkejut mendengar teriakan ibunya. Sang ibu memanggil Changsub sembari memaki. Changsub yang kesulitan mendengarkan karena teriakan itu begitu cepat, samar-samar menangkap tentang ramen.

Ia membelalakkan mata. Tidak mungkin ibunya tahu, kan? Tidak mungkin secepat itu, ia bahkan baru saja melakukannya dua kali!

“Subbie! Apa yang kau lakukan, ha?! Begini caramu membuat ibumu malu? Kenapa kau mengutang di kedai mie itu?! Keterlaluan!”

Changsub meneguk ludah. Ia membulatkan mata menatap sang ibu yang tengah membawa sapu. Laki-laki itu bangkit dari duduknya, lalu berlari. Kedua orang itu saling kejar-kejaran. Hingga ketika Changsub tiba di halaman rumah, laki-laki itu terjengkal oleh kaki yang menghalangi jalannya.

“Rasakan!” Bong Cha mengikat Changsub dengan tali. Tak berapa lama penjaga rumah datang dan menyeret Changsub ke kamar.

“Apa ini, Eomma*? Kenapa Eomma mengurung satu-satunya anak tampan Eomma?” Changsub memukul pintu, ia tidak suka kamar kecilnya itu. (*Ibu)

“Kau penerus kedai ayam kita, Changsubbie. Kau lupa, ya?” Ibunya mengatakan hal itu dari balik pintu. “Tapi kenapa kau membuat banyak utang di kedai ramen?”

Sebagai pengusaha, ibu Changsub menganggap pemilik kedai ramen itu adalah rivalnya. Namun, kekecewaannya meledak karena mengetahui sang anak—calon pewaris tunggal—malah sering makan di sana, ketimbang mendatangi kedai keluarganya sendiri.

Changsub terduduk. Benar, ia ketahuan. Ia menggeleng, bukan maksudnya untuk berkhianat. Laki-laki itu mendekati pintu dan bersandar di sana. Ia diam, menolak menjawab pertanyaan ibunya.

“Subbie! Mulai sekarang Ibu akan menghukummu. Kau harus jera dan belajarlah tata krama keluarga kita!” Kim Yoon Hee, ibu Changsub menahan tangisnya. Ia mengatakan beberapa hal yang akan menjadi hukuman Changsub, termasuk tidak boleh menggunakan Wi-fi. “Kau sudah dua puluh tujuh tahun, Nak. Ingat itu.”

***

Laki-laki itu termenung di meja makan. Hari ini ia makan ramen yang dibuat dengan sepenuh cinta oleh adiknya, sembari memikirkan hidupnya yang rumit. Umurnya sudah nyaris kepala tiga, ibunya meminta ia bekerja saja di kedai ayam, tapi laki-laki itu menolak dengan tegas. Changsub tidak suka dengan ayam. Ia memiliki sejarah panjang dan rumit jika berkaitan dengan unggas satu itu. Namun, ia tidak pernah mengatakannya pada ibunya. Pasti akan sangat menyakiti wanita itu.

Ia kembali ke kamar sembari mengucapkan terima kasih pada sang adik. Kini Changsub adalah tahanan di rumahnya sendiri. Ibunya berkata ia harus bekerja di kedai ayam jika ingin lepas dari jeruji. Laki-laki itu menghela napas, ia tidak suka ayam!

Remote di tangan menjadi korban kekesalan Changsub. Satu hal dari pengurungan ini yang membuatnya jengah adalah semua channel musik dihilangkan! Ia terpaksa menonton channel berita! Sialan.

***

Seorang gadis muda berada di ruangannya sembari mengeluh tentang surat dari penggemar. Makin hari surat yang didapatnya makin aneh. Salah satu surat selalu dikirim dengan amplop berwarna merah terang dan dinamai dengan tulisan: LEE CHANGSUB, FANS BERAT NONA HAN SEUNG HEE, membuat gadis itu menghela napas.

Sudah seminggu ini ia mendapat surat gila seperti itu. Masalah beratnya muncul ketika ia membaca isinya. Tinta merah di mana-mana. Permintaan tolong yang diucapkan terlalu banyak di satu paragraf, beserta kata-kata cinta penuh bunga yang bikin mual. Tolonglah, berhenti mengirim surat!

Namun, sebagai pembaca berita di MMN Channel, Seung Hee menjadi seseorang yang gampang penasaran. Surat aneh ini termasuk berita tersendiri buatnya—tentu saja tidak bisa disiarkan, tapi pasti ada clue penting, kan?

“Lee Changsub-ssi ini selalu memintaku mempekerjakannya di sini,” gumam Seung Hee. Gadis itu memegangi kepalanya yang pusing, ia bukan seorang bos yang bisa merekrut orang sesuka hati. Terlebih lagi untuk seorang pembaca berita.

Ketukan terdengar. Gadis itu memalingkan wajah, seorang satpam berdiri di pintu.

“Maaf, Nona. Ada tamu untuk Anda,” ujar satpam itu. Ia tampak ragu-ragu, kemudian melanjutkan, “Bukan orang yang pernah Anda temui sebelumnya. Apa mau ditolak saja?”

Seung Hee tersenyum. Satpam Jung ini pengertian sekali. Tahu saja kalau Seung Hee alergi ketemu orang baru.

“Tidak usah, Ahjussi. Aku akan keluar.” (*Paman)

***

Changsub menikmati kebebasannya. Ia berjoget-joget ala penguin. Kaki dirapatkan, geser kiri kanan perlahan. Laki-laki itu tidak sabar bertemu dengan Nona Penyelamat. Changsub tertawa, surga akhirnya berpihak padanya. Selamat tinggal, Ayam!

Laki-laki itu berdecak saat melihat seseorang keluar dari studio di depannya. Seperti bidadari dengan kilau yang mengagumkan, Changsub sampai melongo melihatnya.

“Anda yang mencari saya?” Gadis itu berujar.

Changsub masih terpaku. Ini begitu dekat. Gadis itu bukan gadis yang berada di dalam layar televisi dan membawa berita seperti yang ia lihat dalam penjaranya. Gadis itu nyata, benar-benar hidup, dan bernyawa. Refleks Changsub berlari, kemudian memeluk Nona Penyelamat-nya dengan tangisan haru.

“Aku... tidak menyangka...” Ia kehilangan kata-kata. Kebahagiaan Changsub meningkat berkali-kali lipat. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.

***

Tamparan mendarat di pipi penyerangnya itu. Seung Hee tidak habis pikir, kenapa laki-laki ini melakukan hal tidak pantas padanya? Hei, Seung Hee tidak pernah terima sentuhan fisik dari laki-laki mana pun, bahkan Oppa-nya sendiri. Apa ini sebenarnya? Teror? Ancaman? Siangnya yang cerah benar-benar hancur!

“Kau... menamparku?” ucap laki-laki itu, terkejut.

Seung Hee melipat tangan di dada. “Anda siapa? Berani-beraninya memelukku seperti ini? Saya akan melaporkan Anda ke polisi.”

Seung Hee melihat si pemeluknya itu bersimpuh, lalu memohon. “Tolong aku, Nona. Aku... aku baru saja keluar dari penjara. Aku memelukmu karena bahagia.”

Gadis itu ternganga. Jadi, ia baru saja dipeluk oleh mantan narapidana? Ketakutan merambat cepat ke pembuluh darahnya, tapi secepat itu pula Seung Hee mengendalikan diri.

“Anda baru saja keluar dari penjara? Apa kesalahan Anda?”

Laki-laki itu menunduk. “Saya... menunggak utang.”

“HA?”

Sebentar, sejak kapan penunggak utang bisa masuk penjara?

“Saya... ah, saya akan menceritakan ini nanti. Bisakah kita masuk dan minum kopi dulu?” Laki-laki itu menatapnya dengan penuh harap.

Mungkin Seung Hee sedang gila karena ia malah mengiyakan permintaan tamunya ini.

***

Alih-alih membawa Changsub ke studio, Seung Hee memilih mendengarkan omongan laki-laki itu di kafe. Keramaian jauh lebih aman daripada sendirian bersama orang asing di ruangan pribadinya.

“Jadi?” Gadis itu tak sabaran. Ia ingin pulang dan tidur. Laporan berita yang dibacanya hari ini mengenai mutilasi berantai, membuatnya agak lelah dan makin gampang emosi.

“Saya Changsub,” ujar laki-laki itu. “Ah, bolehkah saya berbicara banmal* saja dengan Anda, Han Seunghee-ssi?” (*Informal)

“Terserah saja.”

Changsub benar-benar mengabaikan kekesalan di wajah gadis itu. “Aku Lee Changsub. Baru saja dibebaskan dari penjara karena akan bekerja dengan Anda. Aku akan menjadi—“

“Saya tidak bisa mempekerjakan orang.”

Changsub menjentikkan jari. “Nona belum mendengarkan semuanya.” Seunghee meminum kopinya cepat, sembari memberikan wajah masam. Changsub melanjutkan, “Eomma memintaku untuk bekerja di kedai ayam, tapi aku menolak. Kau tahu kenapa? Karena aku ingin jadi penyanyi.”

Seung Hee diam, malas menanggapi.

“Tapi aku tidak bisa bekerja di kedai ayam. Aku takut.” Laki-laki itu meringis. Ini rahasia besar. Satu-satunya orang yang ia beritahu masalah ini hanyalah gadis di depannya.

Seung Hee tergelak. “Kau serius?”

“Kenapa kau tertawa, Nona?”

“Karena kau takut ayam.” Si gadis menjawab ala kadarnya.

“Hewan itu mengerikan.”

“Tidak. Ayam lucu.”

Changsub membelalakkan mata. “Hewan itu... sulit untuk menjelaskannya, tapi paruhnya itu sangat tajam.”

Laki-laki itu mengingat kembali kejadian sepuluh tahun lalu. Tidak satu pun keluarganya yang tahu hal ini. Kecintaannya pada ayam berganti kebencian ketika hewan itu mematuk wajahnya. Changsub remaja menangis. Saat itu ia harus mengambil telur ayam untuk dijual. Namun, makhluk mengerikan itu melakukan hal keji. Membuat Changsub selalu bermimpi tentang ayam raksasa yang akan menginvasi bumi selama berminggu-minggu kemudian. Ayam raksasa itu pasti akan memakannya. Mungkin mengunyahnya terlebih dahulu seolah ia hanya karet. Ayam itu—

YA! Kenapa kau melamun?”

Changsub meminum kopinya untuk menghilangkan bayangan aneh yang barusan muncul. “Ayam itu... mematuk wajahku.”

Ayam mematuk wajahnya? Seung Hee terbahak. Gadis itu membayangkan wajah tampan laki-laki di hadapannya itu lenyap dimakan ayam. Astaga! Ini benar-benar lelucon. Tapi... kenapa pula ia menganggap laki-laki penakut ini tampan? Ah, ia harus mencuci muka nanti.

“Lalu, kau tadi berkata soal dipenjara karena utang? Itu... bagaimana kejadiannya?” Seung Hee penasaran. Masalah ayam ini saja sudah lucu, bagaimana dengan penjaranya? Gadis itu diam-diam menantikan lanjutan cerita.

Kali ini Changsub tampak serius. “Eomma memaksaku untuk makan ayam. Ayamnya diam-diam aku berikan pada kucing, lalu aku memesan ramen di kedai tetangga, dan berutang. Baru dua kali menunggak utang, tapi tetangga pengkhianat itu melaporkanku pada Eomma.” Changsub mendesis. “Tetanggaku dan ibuku itu musuh abadi. Aku tak habis pikir bagaimana mereka malah berteman baik untuk menjatuhkanku.”

Seung Hee menutup mulut, menahan tawa. Namun ia akhirnya tergelak. Bagaimana bisa ada laki-laki yang kesialannya malah membuat hiburan seperti ini?

“Ada apa?” Changsub menganga. Gadis ini tertawa di atas penderitaannya.

“Tidak ada.” Seung Hee masih tergelak. “Kau tahu, Changsub-ssi? Aku selalu menangis melihat penderitaan orang lain, tapi kali ini aku malah tertawa. Kau lucu sekali!”

Changsub terdiam. Kerutan samar di keningnya terlihat. Nona ini ternyata sama kejamnya dengan ibunya. Di rumah sang ibu yang putus asa merencanakan untuk menukarnya dengan anak lain, sementara gadis ini malah senang melihatnya menderita.

Changsub beranjak dari duduknya. Mungkin lebih baik dipenjara bersama ayam-ayam daripada bertemu dengan seseorang yang tidak mengerti perasaan traumanya. Ia benar-benar mengalami mimpi buruk, tapi hanya gadis ini yang ia harapkan. Dan harapannya hancur begitu saja.

Seung Hee masih tertawa melihat kepergian Changsub. Gadis itu tiba-tiba merasa bersalah. Apa ia keterlaluan? Ia meninggalkan sejumlah uang di meja lalu mengejar Changsub.

YA, Changsub-ssi! Kenapa kau pergi?”

Changsub berbalik, raut kecewa tergambar jelas di wajahnya.

“Aku salah paham denganmu, Nona. Awalnya aku pikir merencanakan untuk bekerja denganmu akan membebaskanku dari penjara, tapi ternyata tidak.”

Seung Hee terkejut. “’Tapi, ternyata tidak? Kenapa?”

“Kau menertawakan seseorang yang terkena trauma. Kupikir kau cukup tahu untuk tidak mengejekku karena kau pembawa berita. Tapi, aku salah.”

“Changsub-ssi. Aku...”

“Aku akan pulang, Nona. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari ayam. Tapi kurasa itu tidak berguna sama sekali.”

Seung Hee menunduk. Ada apa dengan kelenjar air matanya? Air mata mengalir begitu saja. Ia menahan tangis, lalu berkata, “Memang tidak. Aku tidak bisa mempekerjakanmu karena aku juga seorang pegawai biasa.” Ia berhenti sejenak. “Maafkan aku kalau aku menyingungmu. Aku terlalu kaku untuk mengerti. Yah... aku tidak pernah merasakan trauma seperti yang kaurasakan.”

Changsub menatap gadis itu.

“Tapi setidaknya beri waktu pada dirimu sendiri untuk mengerti kesalahanmu.” Seung Hee menatap Changsub tepat di matanya. “Kau tidak bisa lari dari tanggung jawab, sekalipun kau trauma dengan sesuatu. Tanggung jawab tetap tanggung jawab. Kau harus menuntut dirimu untuk menaklukkan ketakutan itu, Changsub-ssi.”

Belum pernah ia merasakan sesuatu menghunjam jantungnya seperti ini. Changsub menatap kepergian gadis pembawa berita itu. Ia termenung, pikirannya menelaah perkataan gadis itu. Kata-kata itu tajam, tapi anehnya itu malah membuat Changsub tersenyum.

Gomawo*, Nona Penyelamat,” gumam laki-laki itu. Ia kemudian berbalik dan pulang. (*Terima kasih)

Suatu hari nanti, ketika ketakutannya pada ayam lenyap, ia berjanji akan mendatangi Nona Penyelamat lagi, dan mengatakan hari itu ia telah jatuh cinta.

***