cover landing

Cerita Kutang

By Honey Dee


"Adriana Kurnia," katamu pada penjaga resepsionis klinik kecantikan itu. Tidak lupa, kamu menyunggingkan senyum untuk menyatakan padanya kalau kamu ramah dan berkelas. Tentu saja harapanmu agar kamu mendapatkan keramahan yang sama. 

"Baik, Kak. Saya catat, ya. Karena Kakak belum booking sebelumnya, jadi saya masukkan Kakak di jam dua saja, ya," kata resepsionis yang kelihatannya baru itu. Dia belum mengenalmu sebagai pelanggan klinik kecantikan ini. 

Dengan gusar, kamu menggeleng. "Aku nggak punya waktu selama itu," katamu sebelum menggigit bibir bawah dengan kesal. 

Kamu tahu yang harus kamu lakukan. Kamu sering melakukannya. Kamu mengeluarkan uang lima puluh ribu dari dompet dan menyelipkannya ke bawah buku tamu. Resepsionis itu melihat tanganmu, membelalak dengan sangat lebar sampai kamu pikir matanya bisa jatuh ke meja granit itu.

"Tolong taruh di jadwal sekarang. Sebentar lagi pacarku pulang," rengekmu yang langsung dijawab dengan anggukan. "Terima kasih," katamu dengan senyum manis dan kelegaan yang menenangkan. 

Sekalipun bisa duduk dengan tenang di sofa, tetap saja kamu tidak bisa setenang itu. Kamu terus mengutuk diri sendiri dengan suara pelan sejak tadi. Kamu tahu benar kalau ini salahmu. Seharusnya kamu bangun lebih cepat karena hari ini pacarmu akan datang dan kamu harus melakukan perawatan bulanan whitening injection dan perawatan mata. Semalam tadi kamu melihat kerutan di bagian kelopak mata dan ini tidak bagus untuk wanita berumur 23 tahun. 

Kamu mengerjap, menyingkirkan keinginan untuk menangis. Semua akan beres, kamu meyakinkan diri sendiri. Walau tetap saja ada rasa tidak enak, tapi kamu berusaha untuk tetap tenang, menikmati suasana nyaman di klinik yang sudah dua tahun menjadi langgananmu ini. 

Hawa dingin dari penyejuk ruangan membawa aroma bunga yang tidak kamu ketahui jenisnya dari parfum ruangan di meja tinggi. Kamu mulai menikmati keberadaanmu di sini setelah menarik napas dalam-dalam, tiga hingga empat kali. Kalau tidak bisa mengubah sesuatu sebaiknya berusaha untuk menikmatinya saja, kan? 

Kamu cukup terlatih dalam hal seperti ini.

Air mineral yang disajikan untuk tamu di meja membuatmu lebih lega. Kamu menghabiskannya sampai tandas dalam sekali minum, lalu membuang gelas plastik kosong itu ke tong sampah putih di ujung ruangan. Setelah itu, kamu mengambil permen rasa mint di mangkuk kaca besar pada meja yang sama. Paling tidak perutmu sudah terisi dengan rasa manis hari ini.

Musik-musik instrumen bertempo pelan tanpa lagu dimainkan di pengeras suara. Kamu memejam, berusaha untuk mengingat lagu-lagu barat yang biasanya mengisi musik ini. Kamu bernyanyi pelan sampai ponsel di dalam tasmu berbunyi. Kamu membuka tas tanpa memikirkan apa-apa. Tanganmu meraih ponsel yang masih bergetar di dalam tas kulit itu.

Pak Sono.

Kamu mendesah pelan. Matamu melihat ke kiri dan kanan. Selain resepsionis tadi, tidak ada lagi yang berada di ruangan ini. Kamera di atas kepalamu tentu tidak akan merekam suara pelan. Kamu masih bisa berbicara dengannya tanpa didengar orang lain.

"Ya?" jawabmu pelan, sangat pelan. Berbicara dengan Pak Sono selalu membuatmu gugup, padahal ini sudah tahun keenam kamu bersamanya.

"Kamu di luar?" tanya lelaki itu.

"I-iya. Di salon."

"Oh, oke kalau begitu. Saya akan sampai sebentar lagi. Kamu jangan lama-lama di sana. Saya sudah di bandara."

"Iya," jawabmu sebelum mematikan telepon itu.

Kamu semakin gelisah dan mulai berhitung. Infus itu membutuhkan waktu paling tidak tiga puluh menit dan perawatan mata itu membutuhkan paling tidak satu jam. Kalau dia bisa segera pulang, perjalanan pulang akan memakan waktu lima belas menit. Kalau macet bisa sampai tiga puluh menit. Kamu yakin tidak akan bisa membalap waktu.

Lalu, bagaimana?

Kamu mengirim pesan pada Pak Sono: Mungkin satu setengah jam aku baru selesai.

Kamu menggigit bibir, mencoba menghitung lagi. Satu setengah jam kamu pikir angka yang aman untuk menjaga agar Pak Sono tidak terlalu berharap dia segera sampai. 

Dia menjawab: Tidak apa-apa. Nikmati saja waktumu. Saya mau lihat kamu cantik.

Kamu meremas ponsel besar itu dengan kuat. Satu kalimat itu saja sudah cukup untuk membuatmu sangat ingin bertemu dengannya kembali. 

Dia ingin melihatmu tampil cantik. Kamu memang selalu cantik di matanya, bahkan saat kamu sakit. Dia selalu tersenyum dan berkata kalau kamulah gadis tercantik di dunia. 

Pulang, begitu kamu dan dia menyebut rumah yang telah dia belikan untukmu. Ke mana pun dia pergi, dengan siapa pun dia pergi, ke rumah itulah dia pada akhirnya, bersamamu, seorang yang setia menunggunya sekalipun dalam sebulan bisa saja dia hanya menghabiskan waktu hanya satu hari bersamamu, seperti hari ini.

“Kak Adriana Kurnia,” panggil resepsionis itu dengan senyum cerah. “Silakan, Kak!”

Kamu melompat dengan antusias dan kalau memang boleh, sebenarnya kamu ingin berlari ke ruang perawatannya. Kamu memilih ruangan yang paling dekat dengan pintu keluar. Kamu selalu memilih ruangan yang itu karena kamu ingin menjadi yang pertama keluar jika terjadi gempa atau bencana lainnya saat sedang menjalani perawatan. 

“Injeksi, ya? Yang kromosom seperti biasanya?” tanya dokter kecantikan yang akan melakukan tindakan perawatan kecantikan itu padamu.

“Sama perawatan mata, Dok.” Kamu memasang ekspresi memohon dan menangkupkan kedua tangan dengan sopan. “Tolong cepat, ya, Dok. Saya ada perlu yang sangat penting.”

Dokter itu tersenyum saja, tapi kamu tahu kalau permintaan itu nyaris mustahil. Selama apa pun, tetap saja semua prosedur harus dilalui. Ini yang membuatmu semakin gelisah. 

“Silakan ganti baju dulu, Kak,” kata asisten yang membawakan keranjang kecil berisi kimono merah muda dan bandana warna serupa. Setelah memberikanmu keranjang itu, dia meninggalkanmu sendiri agar kamu bisa mendapatkan privasi.

Kamu melepas pakaian satu per satu, lalu memperhatikan payudara mulus yang menyembul pada bagian atas kutangmu. Puting cokelat muda terlihat mengintip dari bagian atas kutang berenda itu. Perawatan payudara yang kamu lakukan minggu lalu membuat kutangmu sudah tidak bisa digunakan lagi. Sebentar lagi, dada itu akan lebih besar dan putingmu akan berwarna lebih cerah lagi seperti yang dijanjikan. Kutang yang kamu pakai tidak akan terlihat pantas lagi untuk dadamu yang indah.

Kamu menarik sedikit kutang itu sampai puncak dadamu terlihat seluruhnya. Ah! Ini sangat tidak menarik bagimu.

“Aku butuh kutang baru,” katamu dengan sedikit rasa kesal saat memperbaiki letak kutang itu pada dadamu. 

Kenapa juga kamu baru sadar tentang hal ini sekarang, saat kamu harus segera pulang?

“Sudah siap, Kak?” tanya asisten itu lagi saat kamu sudah mengikat tali kimono itu. 

“Sudah,” jawabmu, kaku. 

“Silakan berbaring, Kak. Kami akan mempersiapkan perawatan Kakak hari ini,” kata asisten yang di dadanya ada nama Nike itu dengan ceria. 

Kamu menurut. Kamu berbaring di tempat tidur empuk itu dengan nyaman. Kamu sudah terbiasa dengan prosedur ini. Kamu memejam, berusaha menikmati semua perlakuan mereka karena percaya kalau setelah mereka melakukan apa saja pada kulitmu, tentu kulitmu akan jadi lebih baik.

Celakanya, kamu tertidur selama beberapa saat setelah proses terakhir perawatan mata itu. Krim-krim dingin dan sentuhan-sentuhan yang seperti memijat itu membuatmu lupa kalau kamu harus segera pulang. Mereka pun tidak membangunkanmu. 

Dengan marah, kamu berganti pakaian, lalu menyerahkan kartu debit untuk pembayaran. Kasir itu menatapmu dengan bingung saat kamu memelotot padanya dengan tidak sabar, berharap dia bisa bergerak dengan lebih cepat.

“Silakan pinnya, Kak!”

Ah! Lama sekali! 

Kamu menekan dengan cepat, tapi pin yang kamu masukkan salah. Jarimu terpeleset menunjuk angka di bawahnya. Proses terpaksa diulang kembali. Kamu menggeram kesal. Kamu berusaha menekan dengan lebih lambat sambil mengeja setiap angka dengan suara pelan, “Satu-delapan-nol-delapan-enam-nol.”

Berhasil!

Kamu mendapatkan struk, lalu memelesat pergi tanpa mengucapkan terima kasih. Kamu sudah tidak peduli dengan tata krama dan kesopanan. Tidak akan ada yang mati jika tidak mendapatkannya darimu. Seseorang akan mengomel kalau kamu terlambat dan kamu yakin kamu akan mati kalau mendengar omelannya. 

Kamu memundurkan Mercedes c class klasik berwarna hitam itu keluar dari halaman parkir klinik kecantikan langgananmu. Biasanya kamu selalu melakukannya dengan hati-hati, tapi kali ini kamu tidak punya waktu untuk hati-hati, sekalipun pada mobil yang begitu kamu sukai.

“Pilihan bagus. Seleramu tinggi. Mobil seksi yang anggun memang hanya untuk wanita yang anggun juga,” kata Pak Sono saat kamu menjawab pertanyaannya tentang mobil yang kamu inginkan. Pujian itu terus terngiang di telingamu, membuatmu begitu percaya diri mengendarai mobil itu, sekalipun banyak cewek lain yang berpikir seleramu terlalu berbau om-om.

Di tanganmu ada karcis parkir dan uang lima puluh ribuan untuk membayar biaya parkir. Hanya pecahan itu yang kamu punya. Kamu sudah bertekad untuk tidak meminta kembalian, tapi penjaga pintu keluar itu terlalu tuli untuk mendengarkan. Musik dangdut yang sangat keras memenuhi bilik kecil itu. Dia sibuk menghitung kembalian dan tidak segera membuka portal.

Dengan marah, kamu menekan klakson untuk mendapat perhatiannya. Lelaki itu menatapmu dengan terkejut. Lalu, kamu membentak, “NGGAK USAH DIKEMBALIKAN! BUKA AJA PINTUNYA!”

Lelaki itu melihatmu dengan tersinggung, tapi dia tetap membuka portal. 

Selamat! Kamu bisa mengebut pulang. 

Sayangnya, takdir berkata lain. Pedal gas yang kamu injak tidak sependapat dengan pengendara motor yang melaju melawan arus. Kamu tidak bisa membanting setir ke mana-mana karena jalanan penuh. Jeritan dan suara benturan keras membuatmu merasa sangat ingin marah.

***

Catatan Penulis

 

Halo, Little Bees!

Kali ini saya akan mengajak kalian yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini. Kalian akan menjadi Adriana Kurnia yang cantik dan sangat memikirkan tubuhnya. Kenapa Adriana begini? Nanti kalian akan menemukan jawabannya. 

Dengan menggunakan sudut pandang orang kedua, saya berharap cerita ini bisa menjadi refleksi untuk cewek-cewek. Ada banyak hal unik dari Adriana yang bisa menjadi pelajaran tersendiri, tentang penampilan, cinta, hingga cara pandangan terhadap orang lain. Saya harap, cerita ini bisa menjadi duta baru dalam dunia fiksi Honey Dee. 

Apa cerita ini ada hubungannya dengan dunia fiksi Honey Dee yang lain? Tentu ada. Nanti kalian akan menemukan benang merahnya.

Jangan banyak pikiran dulu, nikmati saja dulu petualangan awal Adriana yang belum-belum sudah nabrak orang. Apakah Adriana akan menghabiskan waktu dipenjara setelah nabrak orang?

Sejahat apa kira-kira saya pada kalian?

Hohoho. Nanti kita akan lihat ya, Sayang.

 

Salam sayang,

Honey Dee