cover landing

Ada Apa dengan 28

By Catz Link Tristan


“Berapa sih umurmu?”

“Aku? Umurku?”

 “Kenapa? Kok takut mau bilang?”

“Takut? Sembarangan nuduh!”

“Pasti sudah kepala tiga tuh!”

“Enak saja! Aku belum kepala tiga! Jangan ngawur! Dasar tukang kepo!”

“Ngaku deh, pasti sudah kepala tiga kan!”

“Be … be … belum!”

“Kalau belum, pastinya berapa?”

“Aku baru du a pu luh de dela pan.”

“Dua puluh delapan? Yakin?”

“Kenapa? Kok nada suaramu seperti itu?”

“Kamu tidak salah mengingat?”

“Mana mungkin aku salah ingat umurku sendiri!”

“Siapa tahu kamu sengaja menyembunyikan umurmu yang sebenarnya.”

“Apa maksudmu? Umurku dua puluh delapan, titik!”

No bukti, HOAX! Tunjukkan buktinya!

“Ndak penting lagi, aku ndak perlu buktiin apa pun ke kamu atau semua orang!”

“Astaga, kamu sudah dua puluh delapan dan masih begini-begini saja?”

“Apaan, sih?!”

“Kamu sudah dua puluh delapan …. Dua puluh delapan ….”

“Dua puluh delapan ….”

“Dua puluh delapan ….”

“Dua puluh delapan ….”

Hei!!! Hentikan!!!”

Seorang gadis terbangun dengan suara alarm gawai yang terus berteriak nyaring. Biasanya dia senang dibangunkan oleh lagu boyband kesukaannya. Tapi pagi ini rasanya Growl dari EXO pun tak bisa memperbaiki mood-nya yang belum-belum sudah hancur berantakan. Semua karena mimpi menyebalkan itu.

Dia masih kesal dengan mimpinya. Bahkan di alam bawah sadar pun dia tidak bisa tenang. Dia meregangkan tubuh lalu melempar selimutnya asal. Diraihnya ponsel yang berada di samping bantal, untuk mematikan alarm yang masih terus berteriak. Saat menatap layar gawai, dahinya berkedut.

“Setan!”

Bahkan layar ponsel pun ikut mengingatkannya pada mimpi aneh dan tidak jelas tadi. Pukul 05.00 lewat 28 menit! Tanggal 28 dan ada 28 pesan yang belum terbaca! Sempurna! Bukankah sungguh sempurna memulai hari dengan bangun terkejut karena mimpi usia dua puluh delapan, di menit kedua puluh delapan pada hari kedua puluh delapan dari bulan ini dengan dua puluh delapan pesan tak terbaca yang menanti untuk dibuka? Yang bisa saja di antara semua pesan itu terselip pesan mengenai umur dua puluh delapan. Benar, pasti akan ada banyak pesan mengenai usia dua puluh delapan untuknya, karena, tebak! Hari ini dia resmi berusia dua puluh delapan tahun. Ucapan selamat ulang tahun dengan segala macam doa pasti akan berdatangan. Tapi tak sedikit pula yang menyelipkan doa yang akan membuat kepalanya pusing.

Semua mimpi buruk ini seakan terus menghantuinya sejak dia menyadari bahwa dia akan memasuki dunia dua puluh delapan. Ya! Sejak awal pergantian tahun, ke tahun 2018, dia tahu usianya akan segera berganti pula. Dia akan menyandang status jomlo abadi berusia dua puluh delapan tahun. Status yang dulu tidak terasa menyebalkan walau semua teman dan keluarga atau kenalannya terus menyematkan itu padanya. Tapi lambat laun, status itu kian terasa mengerikan dan begitu berat untuk dipikul. Apalagi usianya sudah dianggap tidak ‘muda’ lagi bagi semua orang, walaupun dia sendiri merasa fine saja. Semua orang mulai mengasihani dan beramai-ramai menggunjingkan dirinya di belakang. Kadang mereka bahkan dengan terang-terangan membicarakan usianya tersebut, walau menurutnya tidak ada korelasi antara usia dan jodoh.

Sepandai-pandainya dia mencoba cuek, akhirnya dia teracuni juga. Bagaimana tidak, mimpi buruk itu mulai datang berkunjung dan terus-menerus menerornya. Di dunia nyata pun, dia terus memikirkan jodoh, kejomloannya, dan usia. Mungkin seharusnya gadis ini mencoba mengartikan mimpi itu sebagai suatu hal yang lain. Seperti, bisa saja dua puluh delapan itu petunjuk nomor undian atau semacam kode rahasia dari sebuah brankas harta karun. Bisa juga sebuah titik koordinat di mana terdapat kapal bajak laut yang karam di dasar laut dengan harta karun melimpah di dalamnya. Gila! Lihatlah, angka-angka tersebut membuatnya menjadi sangat gila! Dia bahkan melantur terlalu jauh. Kini dia harus segera melompat kembali ke kenyataan dan menghadapi angka dua puluh delapan.

Gadis itu menyelesaikan mandi paginya dengan cepat. Biasanya dia memerlukan hampir setengah jam di dalam kamar mandi. Nongkrong merenung di dalam kamar mandi menjadi kegiatan favoritnya. Sayangnya hari ini dia tidak memiliki mood untuk merenung. Setelah mengeringkan rambut dan wajah, dia mulai memoles muka. Perawatan kulit dan wajahnya tidak banyak, hanya beberapa kosmetik dasar. Tapi beberapa waktu lalu tumpukan kosmetiknya mulai bertambah. Ah, dia ingat, itu karena beberapa temannya mulai mengomentari wajahnya serta menyarankan agar dia mulai memakai produk anti-aging. Astaga, usianya baru dua puluh delapan dan dia sudah harus mengkhawatirkan kulitnya akan terlihat kendur.

Dia menatap wajah di depan cermin nakas. Gadis berambut berombak sepinggang, dengan bibir tipis serta kulit sawo matang tersebut masih sama seperti hari kemarin, sebelum usianya dua puluh delapan. Mungkin ada sedikit garis kerutan pada wajahnya, juga bintik hitam di pipi, serta kantung mata sudah serupa panda. Dia menghela napas panjang. Mungkin usianya bertambah, juga dia kian menua di usianya yang kedua puluh delapan. Namun tidak ada yang salah, bukan, dari menjadi gadis usia dua puluh delapan dengan status masih jomlo?

Waktu seakan tak membiarkan dirinya merenung terlalu lama. Bunyi notifikasi dari gawai terdengar, menyentak dia dari lamunan. Diperiksanya pemberitahuan yang muncul pada layar gawai. Kembali embusan napas keluar dari mulut. Dia membalikkan layar sehingga tak perlu lagi melihat deretan pesan yang masuk. Diselesaikannya riasan tipis pada wajah. Kemudian dia melanjutkan berganti pakaian. Setelah itu, dia membentuk rambut panjangnya menjadi cepolan rapi. Dia melihat lagi dirinya sekali lagi di cermin dalam balutan seragam putih bersih. Sudah sempurna! Tangannya beralih meraih sebuah kalender meja bergambar gedung tempat dia bekerja. Kemudian dia menandai tanggal 28, tanggal hari ini dengan pulpen merah. Mengapa kini usia dua puluh delapan terlihat mengerikan baginya?

Dia menghela napas panjang. Mungkin di tempat-tempat lain di seluruh dunia, ada yang memulai hari seperti dirinya. Berusia dua puluh delapan dengan segudang kerumitan dan kegalauan hidup, entah itu pria atau wanita. Mereka terbangun terkejut dengan mata membelalak serta merasa tidak aman dengan usianya saat ini. Apa masalahnya dengan usia? Bukankah itu hanya deretan angka? Sama seperti nama, Chairil Anwar pernah mengatakan, apa artinya sebuah nama? Bukankah hal tersebut juga berlaku untuk usia?

Dua puluh delapan? Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan usia dua puluh delapan. Hanya saja yang membuatnya mengerikan adalah pandangan serta cap yang diberikan orang-orang. Mengapa setiap kali selalu saja ada yang memulai pertanyaan dengan, “Berapa umurmu?”, kemudian mereka akan menambahkan sedikit basa-basi, “Wah, sudah dua puluh delapan, yah.” Lalu, setelah itu pasti yang mereka tanyakan adalah, “Kerja di mana?”, “Sudah menikah apa belum?”, “Anakmu sudah berapa?” Dan lain-lain, dan lain-lain, dan lain-lain.

Tidak! Tidak hanya akan berakhir di sana, kisanak. Para manusia maha tahu dan maha benar ini akan mulai mencecar mengenai setiap sudut kehidupan pribadi tanpa peduli orang yang ditanyai suka atau tidak. Mereka terus melontarkan pertanyaan serupa melemparkan batu-batu kecil, terlihat kecil dan sepele tetapi semakin lama semakin menyakitkan. Dimulai dari pertanyaan standar, sekarang tinggal di mana? Kerja di perusahaan apa? Lalu level pertanyaan akan terus beranjak naik. Berapa gaji yang kamu dapat? Sudah bekerja berapa lama? Apa jabatanmu? Masa baru segitu gajinya? Sudah investasi di mana saja? Sudah punya aset apa saja? Rumah, mobil, motor, emas, atau ruko? Kemudian akan muncul tawaran investasi yang belum pasti atau ujung-ujungnya ditodong asuransi, saham atau sejenis MLM bahkan ke arisan. Sayangnya belum ada tawaran arisan jodoh. Kalau ada mungkin dia akan menjadi yang berada di barisan pertama mendaftar. Tapi membayangkan mereka berkumpul sambil menunggu namanya keluar saat mengocok arisan, rasanya sedikit menyedihkan.

Pertanyaan-pertanyaan tadi terasa menyebalkan, bukan? Namun tunggu! Karena deretan pertanyaan itu masih bukan yang paling menyebalkan. Pertanyaan yang paling memuakkan dan paling menyebalkan adalah … jreng … jreng … jreng …. Kok belum menikah? Kok tidak punya pacar? Baiklah, itulah pertanyaan pamungkas yang paling menyebalkan sedunia! Namun pertanyaan tadi hanya pembuka untuk dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan menyebalkan lainnya. Mau sampai kapan, sih, kamu ngejomlo sendirian? Mau pilih jodoh yang kayak apa, sih? Lalu akan dilanjutkan dengan aneka wejangan-wejangan yang sudah sangat klasik bahkan mungkin dia hafal di luar kepala. Saran-saran yang terdengar sangat mudah diucapkan namun sulit untuk dipraktikkan secara langsung di dunia nyata dengan segala macam kondisi yang terjadi. Jangan kerja melulu, cari pasangan hidup, dong. Jangan terlalu pemilih, nanti tidak laku, lho. Atau, mau nunggu sampai kapan, nanti ketuaan, lho, pas melahirkan! Itu semua pertanyaan-pertanyaan dan ocehan-ocehan yang pastinya membuat telinga panas.

Wahai semua yang jago berkomentar tanpa memikirkan perasaan, jiwa, dan raga, tahukah kalian, komentar kalian sangat tidak penting dan sangat menyakiti hati! Siapa juga yang tidak ingin segera menikah? Siapa juga yang suka menjomlo terus dan dicap tidak laku? Tidak ada! Dia menepuk pipinya beberapa kali. Sepertinya otaknya mulai kacau, pikirannya melantur hingga ke mana-mana.

Setelah selesai beberes, dia menyadari gawainya masih terus bergetar. Meski terus meyakinkan diri untuk tidak memedulikan, nyatanya dia tetap tidak bisa melawan godaan rasa penasaran. Dia akhirnya membuka kunci layar ponsel. Dari sekian banyak pemberitahuan yang masuk dia memilih membuka notifikasi aplikasi Facebook. Lihat, bahkan Mark Zuckerberg saja mengingatkannya kalau dia telah berusia dua puluh delapan. Lebih tepatnya, aplikasi buatan Mark, Facebook mengucapkan selamat ulang tahun padanya, bahkan mengirimkan pengingat pada daftar teman-teman di akunnya tersebut. Salahnya sendiri lupa menyembunyikan informasi tanggal lahirnya.

“Selamat ulang tahun.”

Usia dua puluh delapan! Sudah lewat dari seperempat abad. Jika ditakar, sudah cukup dewasa dan cukup umur untuk segala hal. Tapi … usia dua puluh delapan bukanlah hal yang buruk! Usia dua puluh delapan tidak menjadikan dirimu seakan tak memiliki masa depan. Usia dua puluh delapan bukanlah akhir segalanya. Gadis itu mengepalkan kedua tangan dengan mata berapi-api. “Ketahuilah manusia-manusia berusia dua puluh delapan dengan kehidupan berusaha menuju mapan, yang selalu bergerak menuju terdepan walau tak pasti sampainya kapan. Mari pejuang dua puluh delapan, melangkah maju menyambut hari!” Dia meneriakkan kata-kata semangat, tak hanya untuk menyuarakan isi hati, tapi juga memotivasi diri sendiri.Fighting, pejuang dua puluh delapan!”

Gawainya berdering, kali ini panggilan telepon. Melihat nama yang tertera di layar saja sudah membuatnya sakit kepala. Dia tahu kalau tidak menerima panggilan telepon itu, bisa jadi sepanjang harinya dia akan diteror oleh panggilan-panggilan tiada henti. Hanya saja untuk pagi ini, dia belum ingin mengadakan perang pertumpahan air liur, serta telinga yang membengkak.

Suara dering ponsel terhenti sesaat. Belum selesai helaan napasnya, nyanyian boyband EXO kembali terdengar. Kali ini, dia melemparkan ponsel itu ke dasar tasnya beserta tanda pengenal miliknya. Dia memutuskan untuk menjadi sedikit egois pagi ini. Sekali lagi dirapikannya rambut panjang sepinggangnya. “Selamat ulang tahun kedua puluh delapan, Frisna.”