cover landing

A Girl I've Seen in Red

By manna wassalwa


Jalanan ini sepi. Seperti sebuah kota yang tak berpenghuni. Dan Keenan dengan bodohnya berdiri di sini, di halte bis bersama kesunyian yang menyayat hati. Sejak lama dia menanti tanpa ada harapan pasti. Menunggu Serena yang entah kapan akan kembali. Berharap gadis itu tak benar-benar melupakan segala hal yang telah mereka lewati. Berusaha yakin bahwa hati Serena tidak pernah mampu melupakan semua kenangan indah yang pernah terjadi dan akan kembali suatu saat nanti. Namun ketidakmunculan Serena yang sudah tidak wajar lagi, akhirnya membuat Keenan menyerah dan mencoba untuk memahami bahwa Serena telah melupakannya sepenuh hati.

Keenan mengedarkan pandanganya, berniat untuk pulang, namun kemudian menyadari bahwa dirinya tidak tahu ada di mana dia sekarang. Keenan merasa asing dengan sekitarnya. Merasa panik karena meyakini dirinya sudah tersesat, pandangannya terus mencari-cari dan meraba kemana harus melangkah untuk pulang. Keenan menoleh ke samping dan tiba-tiba saja tubuhnya harus menompang seorang wanita bergaun merah dengan rambut panjang yang tergerai indah bewarna hitam legam sehingga kontras dengan kulit yang tampak begitu pucat.

Wanita ini tampak sangat memilukan. Dia pingsan dan jatuh ke pelukan Keenan, lalu seketika membuat Keenan merasa berada di dunia yang berbeda dan pelukannya pada wanita ini juga menyimpan kehangatan yang berbeda. Merasa penasaran, Keenan melonggarkan pelukannya namun masih membiarkan dirinya menompang tubuh wanita bergaun merah itu. Keenan dengan penuh kelembutan menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah wanita dalam pelukannya, dan pelan-pelan Keenan mulai mencoba menatap serius wajah itu. Namun belum jelas dia melihat wajah wanita bergaun merah itu, tiba-tiba dia merasa tubuhnya terguncang.

***

“Keenan! Keenan! Keenan! Bangun Keenan!”

Keenan yang tertidur dengan posisi membelakangi jendela, akhirnya berbalik juga dan langsung menutupi matanya dengan telapak tangan karena silau dengan cahaya yang masuk dari jendela. Lalu menatap kesal ke Nathan yang membangunkannya.

“Jam berapa ini?” kata Keenan dengan ketus ke Nathan.

“Jam setengah tujuh! Udah gih, buruan mandi! Gue nggak mau kita telat sekolah lagi hari ini!”

Dengan malas-malasan Keenan bangkit dari ranjangnya, dan matanya langsung bertemu dengan bingkai foto yang ada di meja samping ranjang. Sebuah foto yang merupakan potret dari seorang gadis yang sangat dirindukannya. “Gue rindu banget sama lo, Serena,” katanya dalam hati pada foto itu, dan tiba-tiba Keenan teringat sesuatu.

“Ada apa?” Nathan menyadari raut bingung di wajah Keenan.

“Tadi gue mimpi, dan mimpinya itu…”

“Apa? Mimpi Serena?” tebak Nathan sambil menaikkan alisnya.

“Iya, tapi bukan… Hmm gue…”

“Elo kenapa? Sebenarnya mimpi apa? Mimpi tentang Serena atau nggak, sih?”

“Di mimpi itu gue nunggu Serena, tapi malah jumpa sama…”

“Sama siapa?”

“Wanita bergaun merah.”

***

Hening.

Satu kata yang menggambarkan reaksi penduduk SMA Angkasa kalau Keenan sudah muncul. Meski sudah kelas dua belas, tetap saja pesonanya masih menggema dan belum ada siapa pun yang bisa menggantikan popularitasnya. Wajah tampan mungkin banyak dimiliki murid laki-laki lain, namun sikap dingin yang sarat dengan ketidakinginan untuk bersosial bahkan cenderung sinis dan dikenal sadis hanya Keenan Pradikta yang memilikinya. Selain Nathan, yang tak lain merupakan sepupunya, dan Dimas yang sudah berteman dengan Keenan sejak SMP, tidak ada siapapun lagi yang berani mendekati Keenan. Semua murid perempuan selalu terpukau dalam kejut pesona Keenan, sedangkan murid laki-laki hanya terdiam saat Keenan muncul karena tak berani mencari gara-gara dengan Keenan yang memiliki kemampuan berkelahi di atas rata-rata.

Keenan dan Nathan dengan elegan berjalan melewati gerombolan murid yang ada di sepanjang koridor. Berbeda dengan sepupunya yang teramat dingin dan sinis bahkan tampak sadis, Nathan justru memiliki kepribadian yang ramah. Senyuman Nathan selalu saja menawan, dan mampu membuat dunia yang beku seketika karena keberadaan Keenan menjadi normal kembali.

Keenan dan Nathan memasuki kelas dua belas IPA tiga. Suasana kelas yang tadinya berisik, mendadak langsung sepi. Keenan yang sebenarnya tidak pernah suka menjadi pusat perhatian, hanya meletakkan tasnya saja dan berniat ingin ke luar kelas saat ini juga.

“Lo mau ke mana?” tanya Nathan yang sudah mulai duduk di bangku.

“Ke tempat di mana gue bisa nggak terganggu tanpa buat orang lain terganggu,” jawab Keenan dengan nada datar dan langsung pergi.

Nathan langsung mengerti. Dia tahu Keenan tidak suka keramaian dan suasana yang berisik, namun Keenan juga tidak mau membuat orang di sekitarnya jadi terpaksa hening. Nathan tidak menahan Keenan, sepupunya itu butuh ruang dan waktu yang benar-benar khusus. Hanya akan menjadi lebih buruk jika memaksa Keenan tetap di kelas di waktu yang bukan merupakan jam pelajaran.

Keenan pergi ke atap sekolah. Menyendiri dengan tenang sambil merasakan angin yang membelai lembut permukaan kulitnya. Dia teringat tentang wanita bergaun merah di mimpinya. Keenan memejamkan matanya berusaha untuk tertidur dan berharap bisa bertemu lagi dengan wanita yang muncul di mimpinya itu. Namun bukannya mengatuk dan tertidur, pikiran Keenan justru teralih pada kenangan tentang Serena.

Di tempat ini dia bertemu dengan Serena saat gadis itu sedang menulis diary. Serena yang begitu manis dan lugu menarik perhatian Keenan yang saat itu naik ke atas sini untuk merokok. Serena dengan kelembutannya berhasil membuat Keenan yang sejak awal dikenal dingin menjadi lebih hangat dan tidak lagi sinis. Dulu, mereka sering kali menghabiskan waktu di sini. Setiap jam istirahat, Keenan dan Serena sengaja naik ke atas sini untuk menikmati bekal yang dibawakan Serena. Namun sejak Serena menghilang tanpa kabar dan jejak, Keenan kembali menjadi seseorang yang dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya.

Bukan hanya dingin, namun juga dikenal sadis dan selalu sinis. Entah sudah berapa kali Keenan terlibat perkelahian hanya karena masalah kecil, dan sudah banyak yang harus masuk UKS bahkan ada yang hampir dilarikan ke rumah sakit karena Keenan. Kalau bukan karena Keenan sering mengharumkan nama sekolah dengan lukisannya atau suara emas, lengkap bersama kemampuan bermusiknya yang luar biasa dan juga permainannya yang gemilang dalam setiap pertandingan basket, pasti dia sudah dikeluarkan dari sekolah. Sebab, sejak Serena menghilang, sudah tak terhitung lagi berapa banyak Keenan masuk ruang BK dan mendapat hukuman dari yang ringan sampai berat. Bahkan sudah beberapa kali Keenan mendapat skorsing.

“Ya ampun banyak banget sih nyamuk di sini.” Sebuah suara mengusik pendengaran Keenan.

Keenan tidak bisa tidur dari tadi, dan sekarang dia harus diganggu dengan suara orang lain. Keenan membuka matanya, menemukan seorang cewek berseragam sekolah duduk sambil menekuk lutut sedang menulis di sisi lain atap ini. Dari seragamnya, Keenan langsung tahu kalau cewek itu adalah siswi baru di sekolah ini. Keenan memerhatikannya yang kini meletakkan buku dan menepuk-nepuk di udara, berusaha melenyapkan nyamuk-nyamuk yang mengganggunya menulis. Cewek itu duduk di pinggir. Bukan menghadap ke lapangan sekolah, dia menghadap ke arah pepohonan rindang di belakang sekolah, jadi jelas saja banyak nyamuk yang mengganggunya.

“Aaaa…Tolong! Tolong!”

Baru beberapa detik Keenan memalingkan perhatian dari cewek itu, sekarang dia mendengar teriakannya. Keenan menoleh dan terkejut mengetahui cewek itu sudah tidak ada dan hanya melihat buku dan ujung-ujung jemari di pinggiran atap. Keenan langsung bangkit dan bergegas menolongnya.

Keenan mengulurkan tangannya dan dengan sekuat tenaga berusaha menolong sang cewek yang bergelantungan di pinggiran atap. Tanpa menunggu lama, Keenan berhasil membawanya ke atas.

“Huh, akhirnya. Terima kasih ya!” kata cewek itu.

Dalam hitungan sepersekian detik bel masuk berbunyi. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Keenan langsung pergi dan turun, lalu disusul si cewek dari belakang.

Mereka berdua turun dengan santai dan di bawah tangga ada tiga orang siswi yang langsung berdiri kaku saat melihat Keenan. Seketika mereka memasang ekspresi kaget sewaktu melihat ada cewek yang berjalan di belakang Keenan. Pangeran dari dinasti Pradikta itu hanya diam saja dan mengabaikan tiga cewek itu. Dia sempat menoleh ke belakang untuk melihat cewek yang ditolongnya, namun langsung memilih pergi setelah tahu bahwa ketiga cewek di bawah tangga adalah teman si cewek yang ditolongnya.

“Diva, Diva, Diva! Ayo sini!” Salah satu dari tiga siswi tadi langsung menarik cewek tersebut.

“Ada apa? Wajah kalian kenapa begitu tadi pas ngeliat tuh cowok?” tanya balik cewek itu yang ternyata bernama Diva.

“Elo yang kenapa? Ngapain coba jalan dekat makhluk paling berbahaya, mau cari masalah sama dia?”

***