Cleopatra lagi-lagi berdecak kesal. Ia membungkuk pegangan pada besi di sampingnya. Entah sudah keberapa kali hari ini dapat sial. Sebelumnya dia harus rela setengah jam menahan napas karena abang ojek yang ditumpanginya. Bau semriwing menusuk dan menyiksa hidung, angin yang sudah pasti berembus ke arah Cleo sukses menyongsong bau asam—menuju busuk—itu memaksa masuk hidung mancung milik Cleo. Ingin rasanya ia terjun lalu pergi ke warung membelikan abang ojek deodoran sachet. Padahal, abang ojek yang ditumpanginya masih muda, sekitar umur 20-an. Cleo hanya bisa mendoakan pacar sang abang ojek agar selalu diberi ketabahan dan hidung yang kuat. Setelah turun dari ojek, masih sempat-sempatnya ada preman mencolek pinggul Cleo waktu ia melewati pintu masuk stasiun. Penderitaan ternyata tidak sampai di situ saja, kini hak sepatunya patah! Untung Cleo cepat pegangan dan mengontrol keseimbangan.
"Holy ssssh...." makinya perlahan.
Sepatu merah kesayangannya cacat. Begitu kesal hati Cleo. Ia mengikat gemas rambut pendeknya ke atas, menjulang tinggi bak antena. Panas siang itu membakar kulit putih Cleopatra. Dengan cuek Cleo melepas kedua sepatu itu, menjinjingnya lalu berjalan telanjang kaki menyusuri pinggir rel kereta. Tidak peduli mata-mata menyorot dari berbagai arah. Sorotan mengejek, menghina, bahkan mengasihani semua ditepis rasa cuek level dewa.
"Neng, sini tukeran sama Abang. Kasian cantik cantik masa nyeker." Pecah lah tawa dari sekumpulan anak STM.
"Dek, mending pulang gih daripada nungguin stasiun," timpal Cleo sewot meninggalkan mereka.
Cleo mempercepat langkahnya karena kereta yang akan membawa ke tujuan telah tiba. Tanpa canggung Cleo melompat masuk kereta sebelum pintu kereta tertutup melanjutkan ke stasiun berikutnya. Semua tempat duduk sudah penuh dan didominasi anak sekolah yang egois. Lihat saja, mereka ngobrol keras banget. Duduknya miring, otomatis mempersempit tempat untuk orang lain. Terpaksa, dengan langkah berat sambil mengomel dalam hati, Cleo menyeret kakinya mencari pegangan.
Lagu Disclosure - You and Me, mengalun pelan. Cleo menaruh sepatunya, menghimpitdengan kaki lalu mengambil handphone dari tas hitam kecil yang tergantung manis di bahu bidang milik Cleo.
"Iya, Beib?" jawab Cleo.
Tak lama Cleo sudah tenggelam dalam obrolan dengan Donna, sahabatnya. Memang ini yang diperlukan Cleo dari tadi, teman berbagi.
"Kan kurang ajar banget ya, Beib? Udah gitu diledek sama anak-anak bau matahari lagi. Ya ampun, salah apa sih gueee..." rutuk Cleo panjang lebar. Bibir imut miliknya ikut monyong saking serunya bercerita.
Donna tahu benar kalau Cleo memang anti laki-laki rese, yang terlalu ramah pun alergi. Menurutnya, laki-laki itu diciptakan dengan sedikit menthol essence di dalamnya. Jadi sikap dan sifatnya haruslah cool, membawa tenang seperti menthol.
"Ya udah. Hati-hati elonya juga. Jangan galak banget. Kalau misal preman itu nyulik lo, gimana?
Cleopatra bergidik, "Hih, jangan sampe deh."
"Bener kan kata gue, laki-laki itu emang kayak anjing. Di rumah dikasih makanan, nah di luar dia nyari camilan. Tuh, kayak preman yang tadi lo ceritain. Di rumah istrinya ngasih jatah, eeeeh di luar masih aja colak-colek."
"Hmm, gue tau nih. Pasti ujung ujungnya curhat tentang si Ontohot Monyong lagi. Yang lalu sih udah biarin aja, Don. Dia selingkuh, ya biar. Lo harusnya bersyukur, karena lo dikasih tau sama Tuhan." Cleopatra memulai ceramahnya untuk menyadarkan Donna dari mantannya yang terkutuk itu.
"Lagian lo jangan matok semua laki-laki begitu dong."
Sayup-sayup Cleopatra mulai mendengar isak tangis Donna, membuatnya merasa bersalah sudah terlalu kasar bicara. Donna ini tipe wanita mendayu-dayu dengan segala kelembutan yang mengalahkan sponge cake.
"Jangan nangis dong, Beib. Ya udah, gue minta maaf deh."
Suara parau dari seberang sana menambah rasa tidak enak di hati Cleo, "Gak apa-apa, Cle. Gue tau kok omongan lo bener."
"Eh, tapi laki-laki itu bukan kayak anjing tau." Cleo menggaruk betis yang gatal dengan jempol kakinya. "Menurut gue, laki-laki itu kayak kucing."
Srooooot.... Donna membuang ingusnya dengan tisu, "Kok kucing sih? Kucing kan lucu," protesnya.
"Lo sih gak punya kucing. Gue nih yang setiap hari tidur sama kucing, jadi tau gimana tingkah laku kucing."
Entah, tapi rasa bangga Cleo mengetahui lebih jauh tentang kucing benar-benar konyol. Membuat Donna mengernyitkan dahi.
"Terus lo hebat gitu kalo tau tingkah laku kucing?"
"Ya gak juga sih. Hihihi...." Cleopatra menyadari kekonyolannya. "Nih ya, kalo ada laki-laki yang denger obrolan kita, udah pasti gue diperkosa asal-asalan."
Cleopatra mengambil napas, memulai perkuliahan tentang kemiripan laki-laki dengan binatang, khususnya kucing.
"Lo tau kan, kucing itu lucu?"
"Um! Um!" gumam Donna.
"Itu kalau ada maunya!" ujar Cleo semangat, memindahkan handphone ke tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menggapai pegangan di atas. "Biasanya begitu. Khususnya, kalau dia gak tau apa yang bisa dia lakuin sendiri, kalau dia ngerasa sepi, kalau dia mau minta sesuatu."
"Sama aja, Beib, kayak laki-laki. Kalau dia bener-bener gak sibuk, kalau dia ada maunya, kalau dia inget, baru dia manja manja peduli sama kita. Kalau gak, dia bakal sibuk sama dirinya sendiri. Angkuh! Berasa Tuhan!"
Di seberang sana Donna mengangguk antusias.
"Dan dia berlaku sama ke semua orang walaupun bukan owner-nya. Intinya, kucing dan laki-laki itu gak bisa dimilikin seutuhnya."
"Bener! Bener."
"Kalo gue sih kayaknya udah kebal sama perlakuan kucing. Jadi nikmatin waktu lucunya aja."
Panggilan pemberitahuan bahwa kereta akan transit di stasiun berikutnya terdengar menyadarkan Cleo. "Pokoknya nanti malem kita harus ketemu! Masih pengen ngobrol banyak gue sama lo. Yaudah deh ya, see you soon, Baby Huey, emmmuaaah..." Cleo men-tap handphone-nya beberapa kali.
"Mas... Mas? Haloooo, Mas?" Cleopatra mengibaskan tangannya pada orang yang duduk di depannya. Rupanya sejak tadi pria itu memandangi kaki Cleo tanpa berkedip.
"Ada yang salah sama kaki saya? Baru sekali liat cewek nyeker di kereta?" tanyanya sewot.
Suara Cleo yang agak kencang membuat penumpang lain memasang mata pada mereka. Pria yang tadinya serius memandangi kaki Cleo kini mengadahkan kepala, bertemu pandang. Cleo baru sadar kalau pria aneh itu mempunyai wajah yang ganteng. Beneran ganteng!!! Ini gak wajar. Harusnya pria bersih, tampan, kebulean model begini gak boleh naik kereta. Pantasnya dia naik mobil mewah duduk nyaman dengan sampagne di tangannya.
"Mbak namanya siapa?" Satu pertanyaan terlontar dari bibir merah milik laki-laki itu.
"Cleopatra!" jawabnya tanpa sadar. "Eh, Mas malah tanya-tanya, tadi pertanyaan saya belum mas jawab, ya." Cleo sadar bahwa tidak secuil pun laki-laki itu memerhatikannya.
"Cocok! Beautiful name with nice-standing out legs." Pujian dari Mas Ganteng membuat pipi Cleo memerah.
"Saya Felix," katanya sambil meraih lalu menggenggam tangan kanan milik Cleo yang bebas tergantung. Sementara Cleo masih hanyut dengan pujian tadi, Felix berdiri seiring seorang nenek menggantikan duduk di tempatnya. "So, Cleo, your nice legs will wasted jadi biar nenek aja ya yang duduk." Sentuhan di pundak Cleo membuat Cleo sadar bahwa ia sedang dipermainkan oleh laki-laki itu.
Felix berbisik, "Saya kepengen banget jadi kucingnya Mbak Cleopatra."
Sontak Cleo yang tadinya mau meledakkan amarah, jadi diam seribu bahasa, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Rupanya dari tadi pria ini memasang telinga mendengar semua pembicaraannya dengan Donna.
"Bye, Cleo. Hope I'll see you again." Felix melangkahkan kakinya keluar kereta.
Cleo celingukan. Bayangan sempurna itu hilang terempas orang-orang yang memaksa masuk kereta.
Sepatuuuu! Sepatuuuuu! Sekuat tenaga Cleo bertahan di posisinya sekarang, menghimpit sepatu sekuat tenaga di kakinya.
What a day?
***