Menyerah pada keintiman malam yang dingin. Dalam ciuman mesra, pria dan wanita itu menyalurkan hasrat birahinya. Air shower hangat mengucur pelan membasahi tubuh telanjang mereka. Desah demi desah napas mereka saling menyusul. Lidah-lidah mereka sibuk beradu. Tangan-tangan mereka saling bergelut, menempelkan kulit hangat, licin dan basah. Ruang sempit itu seolah tidak membiarkan mereka untuk lepas barang sedetikpun.
"Kangen banget sama lo, Lan..." kata wanita itu lembut saat menatap mata tajam sang pria sembari mengusap rambut basah itu.
Pria itu hanya memandang teduh wajah cantik wanita itu. Ia tersenyum lebar sambil mengangguk pelan. Gigi putih dan rata itu membuat jantung wanita itu semakin berdegup kencang. Belum sempat Pria itu bicara, wanita itu memejamkan matanya menggigit bibir bawahnya, berharap bibir dan lidahnya kembali dijamah.
Kesempatan yang baik itu tidak mau dilewati sang pria, ia terus menerus memberikan kehangatan pada wanita yang sudah tak berdaya oleh nafsunya sendiri. Pergulatan terjadi kembali di bawah shower. Tubuh telanjang dan basah mereka membuat hasrat semakin mengalir dalam darah.
Wanita itu adalah Aura, penyanyi sekaligus model majalah dewasa. Tubuhnya tinggi, kakinya jenjang indah, kulitnya putih dan mulus. Daya tarik para pria pada dirinya adalah payudara yang ukurannya jauh di atas normal, padat, kencang dan berisi.
Pria yang membuat Aura hanyut dalam nafsunya adalah Arlan. Pria tinggi, bertubuh atletis. Tubuh dan kulit pria itu terbentuk oleh laut dan ombak.
Semakin lama Aura semakin tidak tahan oleh gelora birahinya. Ia mengisyaratkan agar dirinya diperlakukan lebih jauh, lebih ganas, dan lebih liar. Ia membalik tubuhnya lalu sedikit membungkuk, kedua kaki jenjang di lebarkan, mengisyaratkan Arlan untuk 'memasuki' tubuhnya. Arlan mengetahui maksud itu. Dilakukannya sesuai dengan apa yang Aura sangat inginkan. Hasrat itu pun menyatu. Arlan mengerakkan pinggulnya dengan lembut, menikmati tubuh Aura saat hasrat berahi mereka menyatu.
Hanya desahan pasrah yang sanggup keluar dari mulut manis Aura. Perlakuan Arlan pada bagian privasinya membuat wanita itu mabuk kepayang. Tangannya menggapai-gapai dinding untuk menyeimbangkan tubuhnya karena kedua kaki sudah mulai lemas menahan kenikmatan.
Menit demi menit berlalu, ditandai dengan desahan panjang, Aura mencapai apa yang ia cari, puncak birahi yang menggetarkan seluruh tubuhnya. Dengan sigap Arlan meraih tubuh Aura yang mengejang lalu mengentak-entak sampai lemas. Setelah Aura mengatur napas. Arlan menghadapkan wanita itu ke arahnya lalu saling berpelukan dalam kondisi lemas di tengah guyuran shower hangat yang menenangkan suasana.
Aura bersandar manja di dada bidang Arlan. Tangannya memeluk tubuh pria itu untuk mendapat keseimbangan karena kakinya seperti mati rasa. Tubuh tingginya masih bergetar menghabiskan sisa-sia kenikmatan yang tadi ia capai. Mulutnya masih menganga dan napasnya masih memburu. Dengan sabar Arlan membiarkan Aura memulihkan tenaga dalam guyuran air dan dekapan hangat.
***
Angin laut berdesir pelan melewati jendela-jendela kayu yang sedikit terbuka. Udara malam menyelinap memasuki kamar utama pada rumah kecil yang indah di atas bukit. Meskipun AC terpasang, tetapi angin alam jauh lebih nikmat. Suasana rumah itu sangat teduh dan nyaman berada jauh dari peradaban manusia. Suara debur ombak di tebing bawah terdengar sayup memenuhi ruangan. Dari kamar itu laut gelap terlihat terbentang tanpa batas.
Aura sedang duduk santai bersandar pada tempat tidur Arlan. Ia malas mengenakan pakaian, karena tahu kejadian di shower pasti akan berlanjut di ranjang. Ia sibuk dengan iPad-nya sambil menunggu Arlan selesai mengurus brewoknya. Bed cover putih hanya melindungi perut sampai kakinya, sedangkan payudara besanya dibiarkan bebas terlihat.
Pintu kamar mandi terbuka, Arlan keluar hanya dengan mengenakan handuk putih. Aura tertegun akan wajah Arlan yang seperti kembali remaja. Ditatapnya Arlan dengan pandangan nakal saat pria itu melihat tubuhnya.
Arlan hanya membalas itu dengan senyuman lembutnya. Senyuman yang membuat wanita manapun jatuh hati padanya. Ia tidak begitu memedulikan pandangan Aura, dengan santainya ia duduk, membuka iMacPro-nya dan mengecek Email.
"Sibuk, Lan?" tanya Aura gemas. "Jauh-jauh gue dateng ke sini malah lo cuekin."
"Nggak sih, lagi upload foto-foto karang yang udah mulai tumbuh di pesisir. Santai lah, Say... Malam ini kita puas-puasin," jawab Arlan santai sambil memandang monitor laptop.
"Gue nggak ngerti sama lo, Lan? Hidup lo tu enak di Jakarta, bisa nidurin siapa aja, bisa dugem sana-sini. Usaha almarhum bokap lo sukses. Lo malah milih hidup di pulau gini. Emang kasus lo di Jakarta berat banget ya sampai lo harus kabur ke pulau ini?"
Arlan tertawa kecil saat mendengar pertanyaan Aura. Ia membalikkan badan lalu menatap Aura dengan pandangan teduh. "Masalah kasus sih, sedang proses. Keadaan pemerintahan belum betul-betul stabil. Lagian gue suka di sini, Ra, tempatnya tenang, orangnya ramah. Gue banyak belajar semenjak bokap nggak ada. Di sini juga internet udah masuk, jadi mau usaha apa di sini lancar. Dulu pulau ini nggak ada penghuninya, tapi besar banget. Akhirnya semenjak tol laut ada, ini jadi tempat strategis. Yah, terus om nyuruh gue untuk ngembangin bisnis ikan kaleng di sini. Cuman karangnya dulu sempat kena bom jadi rusak." Arlan berpaling sejenak untuk mengecek progress upload-nya yang masih berjalan di angka 58%.
"Untuk ikan hidup mereka butuh makan plankton, terus plankton butuh terumbu karang. Nah itu yang lagi di kembangin di sini. Bantuan banyak banget yang ngasih, mereka tahu Indonesia potensi lautnya besar sekali." Arlan menatap monitor lalu menutup emailnya karena foto-foto sudah selesai ter-upload.
"Oh, iya! Gue sampai lupa lo dulu kuliah Biologi kelautan. Terus lo dapet duit dari mana buat ngembangin ini semua?"
"Dari usaha almarhum bokap, trus om modalin gue buat ginian. Kemarin gue baru beliin kapal nelayan sama ekspedisi. Untung di bagi dua. Btw, hebat juga lo bisa nemuin gue di sini."
Aura tertunduk malu sambil tersenyum. "Ga itu juga kalik, mana mungkin gue lupa sama 'rasa' lo. Di sini lo 'main' sama siapa? Masih ganas aja lo kaya dulu."
"Ga ada." Arlan menggeleng "Di sini gue belajar banyak tentang hidup. Kebanyakan orang di pulau ini berasal dari daerah-daerah Indonesia dan mancanegara. Ga ada orang aslinya, jadi kami semua tukar budaya, tukar cerita, dan hidup itu ternyata simpel banget."
"Uda jadi filusuf, Pak!?" Aura tertawa. Disambut dengan tawa kecil Arlan.
"Ngaco lo, gimana, lo mau balik ke hotel ato nginep sini? Takutnya nanti manager lo gosipin yang nggak-nggak lagi. Kan lo makin terkenal."
"Halah, gue mah biasa sama gosip begituan. Urusan apa mereka ganggu hidup gue? Seneng-seneng gue, susah-susah gue. Manager gue yang ini mah nggak peduli sama yang gituan."
Arlan tersenyum mendengar perkataan Aura. Ia langsung berdiri dan berjalan ke arah ranjang. Jantung wanita itu sudah mulai berdegup kencang lagi. Sama seperti di shower, kini ia yakin akan merasakan kembali tubuh gagah sang pria pemuas nafsunya.
Aura termasuk cewek yang mempunyai tinggi badan model yaitu 171 cm. Namun tinggi badan Arlan 14cm berada di atas Aura, yaitu 185cm, tubuh Arlan pun besar dan berotot. Otot alami yang dibentuk oleh air, sering menyelam, berenang, snorkeling, beladiri dan pelatihan militer kelautan. Tubuh yang membuat Aura panas dingin saat berada di dalam dekapannya yang hangat.
Arlan membuka handuk pelindung tubuh satu-satunya. Disusulnya wanita itu di balik bed cover hangat, lalu dirangkulnya. Aura pasrah kemudian memeluk tubuh Arlan dan bersandar manja pada dada pria itu. Dielusnya kulit licin Arlan yang berwarna coklat muda, tidak terlalu putih dan juga tidak terlalu gelap. Warna kulit alami dari panggangan sinar matahari. Detak jantung Arlan didengarnya pelan, dan sejenak mereka berdua larut dalam kesunyian.
Sampai mata itu saling menatap dan bibir bertemu. Posisi sudah mulai berubah, dengan pasrah Aura merebahkan diri di bantal yang empuk selagi beradu lidah dengan Arlan. Dilingkarkannya lengan Aura pada leher kokoh Arlan dan dibalaskan dengan pelukan tangan berotot pria itu. Sehingga tubuh mereka menyatu. Dengan lembut Arlan menusuri leher jenjang Aura dengan bibir, yang membuat bulu kunduk wanita itu bergidik. Aura terlentang pasrah, posisinya dikunci oleh keperkasaan Arlan, seolah tidak diberikannya ruang untuk bergerak. Aura hanya mendesah tak terkendali di mana Arlan mulai memainkan lidahnya di belakang telinga wanita itu dengan ganas.
"Apa gue harus keluar nyari tameng? Soalnya males nyabut pas lagi enak," bisik Arlan yang tiba-tiba menghentikan serangannya.
"Iya gue tau, lo seneng buang di dalem. Ga usah nyari tameng, gue udah bawa pil. Keluarin sepuasnya kalo lo mau. Jangan sisain..." Aura mengelus kepala Arlan sambil menatap lembut. Arlan hanya menatap enggan sambil tersenyum kecil. "Gue tau kita nggak mungkin pacaran, karier gue, penggemar gue."
"Sorry, Ra, gue masi pingin kerja, dan masalah itu, lo tau kan kelu—" Kata-kata Arlan terpotong saat jari telunjuk Aura menempel pada bibir Arlan.
"Ssttt..." Aura tersenyum "Gue tau, Lan, dan gue bisa jaga rahasia, kita semua punya masalah, malem ini kita puas-puasin. Soalnya kita nggak tau kapan lagi bisa gini."
Arlan mengangguk pelan, sejenak pandangan mereka menyatu. Beberapa detik kemudian bibir mereka menyusul, pada akhirnya lidah sudah saling menyambut. Pelukan semakin erat, suara desahan semakin lirih terdengar.
Persetubuhan dimulai, Arlan sudah menggempur selangkangan Aura. Sampai-sampai wanita itu tak sanggup menahan kegelian yang menjalar ke seluruh tubuhnya, perlakuan itu memberikan kenikmatan yang memaksa Aura mencapai puncak. Tubuh lemas, lalu berganti posisi, ia mencoba menyerang pria itu dari atas. Pinggul semok itu bergoyang sangat ganas. Beberapa menit pun berlalu erangan Aura menandakan puncak keduanya tercapai. Aura pasrah saat Arlan menuntunnya untuk berganti posisi, dari belakang Arlan menghujam bertubi-tubi, Aura sudah tidak peduli saat dada besarnya diremas, yang hanya bisa ia lakukan adalah mendesah, menikmati perlakuan Arlan memporak-porandakan dirinya. Tubuh Aura kembali bergetar hebat saat desahannya tertahan sejenak lalu melenguh panjang, puncak ketiga tercapai, kasur pun semakin basah.
Aura membentangkan tubuhnya, mengangkangkan kakinya, bernapas terengah-engah saat menatap pria yang sukses membawanya ke puncak keintiman berkali-kali. Aura kembali menerima pasrah perlakuan Arlan, memperlakukan tubuh mulusnya yang sudah bersimbah keringat dengan semena-mena. Arlan menyelimuti tubuh mereka berdua dengan selimut. Malam yang semakin dingin membuat gairah mereka semakin panas. Kini Arlan hanya bergerak pelan, memberikan ciuman mesra pada bibir, memeluk Aura sambil menikmati kehangatan tubuhnya.
Dalam perlakuan lembut itu Arlan akhirnya mencampai puncak, jutaan sel bagian dari dirinya menyembur deras memenuhi rahim Aura. Dalam peluk dan cium, Aura pasrah menerima perlakuan Arlan yang mengisi dirinya dengan keperkasaannya. Sampai Mereka lemas, saling menatap dan tersenyum di antara kenikmatan birahi.
***
Saat pagi menjelang, aroma telur dadar tercium dari dapur. Aura membuka matanya, bed cover masih menutupi tubuhnya yang telanjang. Matahari sudah memasuki ruangan melalui jendela, kemudian ia duduk di samping tempat tidur dan memandang side desk. Diraihnya pil warna putih yang masih tersisa empat butir. Untuk berjaga-jaga jika serangan akan terjadi pagi hari. Dua pil putih itu ia paksa telan dengan bantuan air putih yang sudah disediakan Arlan di samping side desk.
Aura memandang berkeliling kamar yang rapi itu, hanya tempat tidur yang berantakan. Ia mencoba mengira-ngira dan melihat apa pun yang bisa ia kenakan, karena kemarin saat sampai di rumah Arlan, mereka sudah diburu nafsu dan lupa di mana meletakan pakaian. Akhirnya ia membuka lemari Arlan dan menemukan kain pantai indah berwarna hitam dengan corak kerang. Disematkannya kain itu hanya untuk sekadar melindungi tubuhnya. Paling tidak dada dan 10 senti diatas lutut tertutup.
Disusulnya Arlan ke dapur, diambilnya sumpit untuk mencepol rambut panjangnya. Dilihatnya Arlan yang menggunakan boxer dan celemek sedang memasak membalikkan telur dadar yang terlihat sangat enak. Demi apa pun Aura ingin sesegera mungkin menyantap telur itu dengan nasi yang banyak. Sepertinya pertempuran semalam terlalu banyak menguras energi. Ia memeluk Arlan dari belakang dengan manja saat telur sudah dipindahkan ke piring.
Arlan membalikkan badan memeluk dan mencium bibir Aura sebagai ucapan 'selamat pagi'. "Gimana tidurnya, enak?"
"Enak, Lan, nyaman banget. Pinggul gue masih ngilu nih."
"Suruh siapa kemarin goyangnya kenceng-kenceng?"
"Habis mau gimana? Punya lo enak banget sih, gede, terus ga lemes-lemes."
Arlan hanya tersenyum mendengar Aura. Kata seperti itu sudah sering ia dengar. Ia mengisyaratkan Aura untuk duduk dan makan. Di meja itu, Aura sangat ganas menyantap hidangannya, padahal lauknya hanya telur dadar. Ia benar-benar lapar. Setelah makanan habis baru mereka berbincang tentang kehidupan mereka lebih dalam. Hal yang belum sempat mereka bicarakan karena kemarin malam mereka sibuk melepas rindu.
"Pantes lo seneng banget di sini, rumah lo cozy banget. Mana view-nya bagus. Betah gue tinggal di sini," kata Aura sambil menyesap tehnya.
"Hmm..." jawab Arlan singkat, dirinya masih memandang Aura.
"Hari ini lo nggak kerja?"
"Nggak, kerjaan gue tergantung proyek. Nanti kalau ada ekspedisi lagi. Sayang banget lo di sini cuma sebentar padahal gue mau ajak lo snorkeling."
"Habis gimana dong, karier gue lagi bagus, job lagi banyak."
"Iya sih, maybe next time."
Aura memandang jam dinding yang terpampang di dapur. "Gue mau mandi dulu, jam 12 nanti check out dari hotel." Arlan hanya mengacungkan jempolnya. Lalu membereskan piring dan gelas.
"AAAAWWW!!!" kata Aura kaget saat Arlan menyusulnya lalu menarik kain pantai yang melindungi tubuh Aura. "Arlan! Iseng banget sih lo!" Arlan hanya tertawa melihat tubuh putih mulus Aura yang sudah telanjang bulat di depannya. Ditamparnya dada bidang Arlan bertubi-tubi sambil tertawa gemas. Kemudian Arlan menangkap tubuh itu mencium bibir Aura sambil menggendongnya ke kamar mandi.
Dari bawah shower, berlanjut ke atas ranjang, untuk terakhir kalinya di hari itu mereka melepas rindu dengan sisa-sisa hasrat yang masih bergelora.
***