cover landing

My Arcy Mommy

By Awindsari


Ruang bersalin yang harusnya penuh dengan haru lantaran terdengar suara bayi baru lahir itu kini dipenuhi duka yang dalam. Nancy Rasmara telah dinyatakan meninggal dunia oleh dokter dan petugas medis yang menanganinya.  

Pendarahan yang dialami Nancy telah membawanya pergi untuk selamanya dari dunia ini. Nancy kehilangan kesadarannya tanpa menghiraukan tangisan bayi yang baru saja dilahirkannya.  

Kini mereka yang tertinggal mendapatkan duka. Salah seorang yang paling merasa kehilangan Nancy adalah Arjuna Yuskasatma, ayah dari anak yang Nancy lahirkan.  

Arjuna tampak sangat frustrasi. Ia tidak menyangka wanita yang dicintainya meninggalkannya begitu saja. Padahal, setelah melahirkan, mereka berjanji akan menjalani bahtera rumah tangga berdua. Namun, lihat apa yang terjadi? Nancy pergi untuk selama-lamanya.  

"Nancy!" 

Dengarkan tangisan sang Arjuna. Ia menyebut nama Nancy dengan suaranya yang lirih, berharap Nancy kembali terjaga.  

Namun, seseorang mengingatkannya bahwa Nancy telah pergi dan tak bisa kembali lagi. 

"Sudah, Juna, biarkan Nancy pergi dengan tenang." Sahara, sahabat baik Nancy yang tak kalah sedih seperti Arjuna mulai bersuara. Wanita itu terlihat lebih bisa menerima ketentuan Tuhan atas takdir seorang Nancy daripada Arjuna yang terlihat sangat terpuruk. 

Arjuna menoleh pada Sahara. Tatapannya tajam penuh kekesalan. Sahara mengerti, Arjuna sedang frustrasi. Tak masalah bila lelaki itu ingin melampiaskan amarahnya. Sahara akan lapang dada menerima. Namun, Arjuna tidak mengatakan apa-apa. Ia kembali menatap tubuh kaku Nancy. Dipeluknya erat sang kekasih hati, berharap pelukannya dapat menghangatkan tubuh Nancy yang terasa beku itu. 

"Harus gimana aku membesarkan putri kita, Nancy?" tanyanya, lebih kepada diri sendiri. "Kalau tahu kamu akan meninggalkan aku seperti ini, aku lebih memilih bayi itu nggak terlahir ke dunia ini."  

Betapa terkejutnya Sahara mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Arjuna. "Jangan bilang begitu, Jun! Kasihan bayi kalian," tegurnya.  

Namun, Arjuna tampak tidak peduli. Hatinya sudah berkata benar. Ia memang akan memilih Nancy dibandingkan bayi itu. "Diam, Sahara! Kamu nggak tahu apa-apa!" ujarnya membalas teguran Sahara. 

Sungguh sakit hati Sahara mendengarnya. Bukan hanya karena Arjuna berkata kasar kepadanya, tetapi karena Arjuna menunjukkan ciri tidak peduli kepada anaknya sendiri. Nancy pasti akan sangat sedih bila tahu Arjuna bersikap begini.  

"Pergilah, aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan Nancy!" Arjuna mengusir Sahara. 

"Tapi Jun—" 

"Pergi, Sahara!" ujar Juna memaksa. Ia bahkan memotong ucapan Sahara sebelum kata-katanya selesai. Akhirnya, Sahara pun memilih untuk keluar dari sana.  

Ketika pintu ruang bersalin tersebut terbuka, Sahara disambut oleh kehadiran suster yang tadi juga sempat membantu dokter menangani Nancy. Suster tersebut sedang menggendong seorang bayi.  

"Dia?" Sahara menebak bayi itu adalah milik Arjuna dan Nancy.  

Suster mengangguk sambil tersenyum lembut. Terlihat jelas di wajah salah satu petugas medis itu rasa syukur akan hadirnya bayi Nancy. "Benar, ini anak Ibu Nancy," ucapnya menjawab pertanyaan Sahara. 

Dengan nanar Sahara menatap bayi tersebut. Baru kali ini ia melihat dari dekat seorang bayi yang baru lahir. Wajahnya tampak sangat halus. Bibirnya merah seperti milik Nancy. Hidung, mata, dan bahkan hampir seluruh bagian wajahnya seperti Nancy. Jatuh air mata Sahara melihat bayi itu. "Boleh saya yang gendong, Sus?" tanyanya penuh haru. 

"Saya datang ke sini memang ingin menyerahkan bayi Ibu Nancy, Mbak. Barangkali Mbak Sahara atau Mas Arjuna ingin melihatnya," ucap suster tersebut. 

Sahara menganggukan kepalanya berkali-kali hingga air matanya kembali jatuh ke pipi. "Biar aku saja yang menggendongnya. Arjuna sedang bersama Nancy di dalam. Dia masih sangat kehilangan," ucapnya. 

Perlahan bayi Nancy berpindah ke dalam dekapan Sahara. Ajaibnya, bayi tersebut langsung membuka mata, lalu tersenyum menatap Sahara. Melihat itu membuat Sahara ikut menarik sudut-sudut bibirnya meskipun tangis sedih akan kehilangan Nancy masih mengikuti. 

"Sayang, ini Tante Sahara. Kamu harus tumbuh dengan sehat ya biar perjuangan Mama Nancy nggak sia-sia," bisik Sahara sembari membuai bayi Nancy. "Jadilah pelipur atas kesedihan yang papamu rasakan karena harus kehilangan mamamu, Sayang," 

Bayi itu kembali tersenyum, seolah mengiakan apa yang Sahara katakan. Hati Sahara menghangat melihatnya. Ingin ia dekap erat, tetapi takut bayi Nancy terluka. Sahara pun menciumnya, berharap bayi mungil yang baru lahir itu merasakan kasih sayangnya. 

Beberapa menit kemudian, Arjuna akhirnya keluar dari ruang bersalin di mana jasad Nancy berada. Lelaki itu masih kuyu lantaran kehilangan Nancy, wanita yang dicintainya. Mata Arjuna melirik ke arah Sahara yang sedang menggendong putrinya. Sedikit ia lirik wajah buah hatinya bersama Nancy tersebut. Berdetak terasa jantungnya saat sadar betapa miripnya sang anak dengan Nancy. 

Cepat-cepat Arjuna memalingkan muka. Matanya kembali menatap Sahara yang kini sedang memusatkan perhatian kepadanya. Mata perempuan itu terlihat sendu. Embusan napas berat terdengar setelah itu.  

"Aku akan urus pemakaman Nancy terlebih dahulu!" ujar Juna tanpa menoleh pada buah hatinya bersama Nancy lagi. 

Ingin Sahara mengatakan sesuatu terkait si bayi, tetapi Arjuna telah melenggang pergi. Sahara mengalihkan perhatiannya pada bayi Nancy dan Arjuna lagi. 

"Kasihan kamu, Sayang, papamu belum mau gendong kamu," lirihnya. "Tapi kamu tenang saja ya, Tante Sahara akan gendong kamu." 

Sahara menarik sudut bibirnya, membentuk senyum manis yang tampak sendu itu di depan si bayi. 

"Besok-besok Papa pasti mau gendong kamu. Papa akan kasih kamu nama yang cantik sesuai dengan senyummu." 

Sahara terus mengajak si bayi berinteraksi. Bayi tersebut menarik sudut bibirnya lagi. Sungguh, Sahara bahagia melihat itu. 

Namun, kebahagiaannya akan lahirnya si bayi dari Nancy harus sirna bersamaan dengan harapan-harapan yang ia lambungkan untuk Arjuna. Sebab, hari-hari berikutnya setelah pemakaman Nancy, Arjuna tak kunjung menggendong si bayi. Namanya pun tak Juna beri, sehingga sampai detik ini bayi tersebut belum memiliki nama. 

Sahara sedih. Sikap Juna kepada anaknya sungguh sudah keterlaluan. Bahkan, lelaki itu enggan kembali datang ke apartemen Nancy—yang juga merupakan apartemen Sahara—sejak Nancy dimakamkan hanya untuk bertemu anaknya. Hanya Sahara yang beberapa hari ini sibuk mengurus si bayi. Beruntung Sahara adalah gadis yang telaten. Ia dengan sabar menghadapi kerewelan bayi Nancy ketika di malam hari. Dirinya pun dengan sabar membuatkan susu untuk si bayi setiap kali merasa lapar. 

"Juna sudah keterlaluan. Nancy akan sangat sedih jika tahu Arjuna mengabaikan bayi mereka seperti ini," ucap Sahara sembari membuai si bayi. "Aku harus mencari Arjuna!" tegasnya. 

Namun, Sahara bimbang bila harus meninggalkan bayi ini sendirian di apartemen. Dan untuk dibawa keluar pun ia masih terlalu kecil. Sahara takut virus atau bakteri menghampiri hingga membuatnya sakit. Sahara tak ingin mengambil risiko hingga bayi tak berdosa ini kenapa-napa. 

Tak seperti Arjuna yang meninggalkan si bayi tanpa rasa bersalah, Sahara justru takut Nancy kecewa padanya lantaran tak menjaga bayinya dengan baik. 

Entah apa yang akan Sahara lakukan. Mungkin ia akan menunggu Arjuna di apartemen saja sampai Juna yang datang menghampirinya. 

***