YOU CAN'T ESCAPE FATE

YOU CAN'T ESCAPE FATE

Delyon

0

Di senin pagi yang sangat cerah. Mengawali hari dengan semangat. Setelah berlibur sejenak melepas penat, saatnya kembali beraktivitas. Mencari pengalaman dan pengetahuan baru. Jika hidup hanya dihabiskan untuk tertidur tidak akan berguna. 

Segelas kopi untuk menemaninya di pagi hari. Dengan selembar roti yang diberi sedikit selai coklat. Emily membuka jendela rumahnya. Memandangi orang-orang yang berlalu lalang tak tahu ingin kemana. Ada tukang sayur yang selalu mangkal didekat rumahnya. Selalu ramai dipenuhi ibu-ibu yang sampai berjam-jam mengobrol disana. Emily tersenyum, berbalik segera mengganti baju. Tubuhnya sudah segar sehabis mandi. 


Hanya mengenakan kaus putih dan rok span dibawah lutut, Emily memutar kunci membuka pintunya. Berjalan keluar mendekati tukang sayur. Emily tidak mau ketinggalan berita terkini. 


"Eh Emily, mau beli apa neng?" sapa Mang Edi membuat Emily tersenyum. 


"Beli cabe aja mang sama bawang putih," 


"Emily belum berangkat ya? Jam berapa emang kalo ngajar?" sahut ibu-ibu disebelah Emily. 


"Jam setengah delapan bu, dikit lagi mau berangkat," Emily membalas dengan tersenyum. Menjawab semua pertanyaan dengan ramah dan tenang. Selalu seperti ini. Ketika Emily pergi untuk membeli sayur dialah yang akan menjadi pusat perhatian. Emily harus menjawab berbagai pertanyaan sebelum kembali ke rumah.


Pamit kepada mereka, berjalan masuk ke dalam rumah. Jika tidak begitu Emily akan semakin lama disana dan terlambat ke sekolahan. 


Merapihkan dapur dan menata bahan-bahan makanan. Membersihkan rumah sejenak sebelum ditinggalkan. Sudah jam tujuh lewat lima belas menit. Emily segera memakai kemeja biru dan cardigan putih. Merapihkan rambutnya yang akan digerai dan mengoleskan sedikit make up. Menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh Emily pun keluar dari rumah dan mengunci pintu.  


Berjalan melewati ibu-ibu yang masih berkumpul di tukang sayur. Emily tersenyum ramah dan pamit pada mereka. 


Biasanya Emily tidak naik kendaraan. Hanya jalan sampai lima belas menit untuk tiba di sekolahan. Anggap saja sambil berolahraga. Emily tidak merasa lelah karna sudah biasa. 


Terkadang banyak yang mengenali Emily dan menawarkan tebengan. Emily selalu menolak. Rasanya sungkan dan tidak enak jika dilihat tetangga lain. Walaupun mencoba positif, tapi Emily tahu ada maksud terselubung dari tawaran mereka. 


Akhirnya sampai juga. Gedung dua lantai yang luas dan bersih. Dengan cat dinding berwarna biru membuatnya terlihat ceria. Sekolahan ini dekat dengan jalan raya. Sementara disisi kanan ada sebuah gang. Itu adalah jalanan yang Emily lewati tadi. 


Ternyata sudah dipenuhi anak-anak. Parkiran sudah penuh dengan berbagai macam kendaraan. Biasanya para orang tua akan menemani anaknya sampai selesai belajar. Sebab itu parkiran tidak pernah sepi. 


Kata orang-orang, ini adalah TK elit. Taman kanak-kanak untuk para anak sultan. Terlihat dari mobil orangtuanya yang mewah dan mahal. Tapi bagi Emily, mau elit atau tidak, semua sama. Anak-anak hanya perlu belajar dan bermain. Mereka tidak akan tahu dunia sosial yang dibicarakan orang tuanya. Diusia muda seperti ini, seharusnya lebih banyak diajarkan hal-hal yang positif. Agar ketika besar nanti mereka akan menjadi anak yang pintar dan berguna bagi masyarakat. 


Di awal bulan juli, biasanya akan menerima pendaftaran baru. TK tidak seperti sekolah dasar. Biasanya hanya sampai dua tingkatan hingga akhirnya bisa masuk ke pendidikan dasar. Ada yang lebih cepat dan hanya sampai satu tingkatan. Kecerdasan anak-anak memang berbeda. Hanya bagaimana kita yang sebagai guru mengajarkannya dengan sabar. 


Setelah menaruh tas dan bertemu dengan guru-guru lain, Emily masuk ke salah satu kelas. Hari ini bagian Emily adalah menyambut anak-anak baru. 








Sebuah mobil hitam mewah menepi dan berhenti didepan gedung. Menghalangi jalan yang sedang ramai. 


"Sudah siap son? Siap belajar dihari pertama?" 


"Siap papah!"


"Are you ready to meet new friends?"


"I'm ready!!"


"Good," mengusap rambut anaknya yang tidak berhenti tersenyum. Dari rumah sudah sangat semangat dan ceria. Katanya tidak sabar untuk belajar. 


"Ditemenin sama Mbak Dela ya, papah harus berangkat kerja,"


"It's okay pah, aku gak takut kok," 


"Pinter," mencium kepala anaknya dengan sayang. Merapihkan seragamnya berwarna biru tua. Lalu dia keluar dari mobil bersama Mbak Dela, baby sitter anaknya selama di rumah. Karna dia harus bekerja dari pagi sampai malam. 


"Nanti pulang dijemput sama Mr Gerald. Kalo pulang lebih cepat, telpon aja. Kamu punya nomernya kan?" 


"Iya pak," Mbak Dela mengangguk. 


"Yaudah, saya duluan ya," pamitnya lalu menatap anaknya yang sudah tidak sabar ingin masuk ke dalam. "Arion, papah berangkat ya, jangan nakal. Dengerin apa kata Guru dan Mbak Dela," 


"Iya papah! Papah hati-hati ya!" 


"Iya," tidak tahan untuk tersenyum. Menatap Arion dengan gemas. 


Melambaikan tangan, melajukan mobilnya meninggalkan gedung tersebut. Merasa lega karna anaknya terlihat bahagia. Apapun yang terjadi nanti, dia harap akan terus melihat senyuman anaknya.