Who Are You?

Who Are You?

Myria Tan

5

“Darah!”

Younghee mendengar Kim Bora memekik saat melihat darah mengucur dari dahi Lee Yuri. Ia melihat setetes darah jatuh mengenai mantel bulu Yuri sebelum mengenai tumpukan salju di dekat kakinya. Tangannya yang berbalut sarung tangan masih bisa merasakan kasarnya permukaan batu yang ia genggam erat. Keributan yang terjadi sebelumnya berubah menjadi hening yang mencekam.

Dari sudut mata Younghee, ia melihat Bora berlari menjauh sambil memanggil ibunya. Sementara Yuri masih berdiri di hadapannya dengan tangan bergetar setelah menyeka darah di dahinya menggunakan sarung tangan warna merah muda yang sangat dibanggakannya.

Di taman bermain itu kini tinggal mereka berdua. Dua anak perempuan berumur tujuh tahun yang seharusnya menikmati salju pertama bersama, kini berubah menjadi petaka. Younghee melepaskan batu yang ia genggam bersamaan dengan robohnya tubuh Yuri ke tanah yang dingin.

Younghee berlari ke arah Yuri, ia tidak ingin membiarkan Yuri tidur di tanah yang dingin sendirian. Baru saja Younghee ingin mengangkat kepala Yuri, tubuhnya didorong oleh tubuh besar seorang wanita yang meneriakkan nama Yuri sambil menangis histeris. Younghee yang terjungkal perlahan bangun dan melihat wanita yang mendorongnya itu adalah ibu dari Yuri.

“Anak nakal! Aku pastikan kamu dipenjara!”

Younghee mengepalkan tangannya setelah mendengar kata-kata ibu Yuri. Dengan pandangan yang mengabur karena air mata, ia melihat Yuri digendong ibunya yang berlari menjauh. Dengan tangan bergetar ia menepuk kedua tangannya untuk membersihkan salju yang menempel di sarung tangannya. Younghee tertegun sejenak melihat sarung tangan warna biru yang dipakainya sudah terlihat lusuh dengan warna memudar menjadi keabuan, ia teringat sarung tangan Yuri yang berwarna merah muda cerah dan terdapat aksen pita di kedua pergelangan tangannya.

Pandangan Younghee beralih pada tumpukan salju berwarna pink, salju yang tercampur darah Yuri. Satu bulir air matanya jatuh mengenai salju.

“Younghee.”

Younghee menoleh karena mendengar namanya dipanggil.

Eomeoni!” Tangis Younghee pecah setelah melihat ibu pengelola panti asuhan yang selama ini merawatnya dan sudah ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri. Sebuah pelukan dari Ibu membuat tubuhnya hangat, begitupun hatinya. Younghee merasakan tangan yang hampir membeku tanpa sarung tangan itu membelai rambutnya sambil tersenyum.

"Kita pulang yuk!”

Younghee membiarkan kedua tangan Ibu mengangkat tubuhnya hingga ia berdiri tegak. Setelah mengusap pipinya yang basah, ia menggenggam tangan Ibu dan mengikutinya berjalan pulang. Younghee bisa merasakan betapa membekunya tangan Ibu hingga dinginnya mampu menembus sarung tangannya. Ia lalu menutupi punggung tangan Ibu menggunakan tangannya yang lain.

Dalam situasi seperti ini, biasanya Ibu akan menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Tapi kali ini Ibu tidak menoleh sama sekali meskipun ia telah tersenyum cukup lama sambil menatapnya. Younghee mulai merasa gundah, ia mulai meragu Ibu akan mempercayai ceritanya nanti. Ia resah akan disalahkan oleh orang yang paling ia percayai di dunia ini.

Younghee duduk di ruang kerja Ibu sambil menunduk memilin ujung kaos kuning bergambar Princess yang warnanya sudah memudar. Ia tersentak saat mendengar suara pintu dibuka. Jantungnya semakin berdegup kencang mendengar langkah kaki Ibu mendekat. Ia tidak berani menatap.

"Minum air hangat ini dulu."

Younghee melihat segelas air disodorkan ke depan wajahnya. Tapi ia menggelengkan kepalanya, ia tidak merasa haus. Lalu ia melihat Ibu meletakan gelas itu di mejanya sebelum duduk di hadapan Younghee.

"Younghee… Bisa kamu ceritakan kenapa kamu memukul Yuri?"

Younghee mendengar suara Ibu seperti mengintimidasi. Bibir Younghee mulai bergetar, air mata sudah menggenang di pelupuk mata tapi sebisa mungkin ia tahan. Ia tidak ingin dimarahi oleh Ibu.

“Younghee…”

Saat Ibu memanggil namanya sekali lagi, ia tidak mampu menahan tangisnya untuk tidak pecah. “Bukan aku!" Tangisan Younghee semakin keras, ia merasa dada dan kepalanya kian panas seperti mau meledak.

"Bukan aku yang memulainya." Younghee mulai bercerita lagi setelah dadanya terasa lebih lega. "Aku kesana ingin bermain salju, tapi mereka mengusirku, mereka bilang tidak mau menghirup udara yang sama denganku." Air mata Younghee menetes lagi, tapi ia berusaha menahannya. "Mereka bilang aku jelek, kulitku hitam berbeda dengan mereka, dan…"

"Begitu, lalu?"

Younghee merasa nyaman setelah mendengar nada bicara Ibu melembut. "Lee Yuri mendorongku hingga jatuh, lalu Bora menendang perutku." Ia memejamkan matanya berusaha mengingat kejadian itu dengan jelas. “Lalu aku bisa merasakan batu di dekat tanganku, aku merasa sangat marah dan memukulnya.” Younghee meremas kedua tanganya yang mulai basah karena keringat.

“Ibu, aku orang Korea, kan?” Younghee memberanikan diri mengangkat wajahnya, menatap wajah Ibu yang kian terlihat buram karena pandangannya terhalang air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata. “Benar kan? Aku orang Korea, kan?”

Younghee melihat Ibu mendekat dan mendekap Younghee dalam pelukan. Ia bisa merasakan tangan Ibu mulai mengusap pelan kepalanya. Lalu mendengar Ibu berbisik, “Baiklah, kamu memang orang Korea. Kamu anak Ibu.”

***

Note: Eomeoni! = ibu