Ketenangan yang dirasakan selama 5 tahun terakhir terancam berakhir begitu saja. Entah mengapa mimpi-mimpi buruk itu kembali mendatangi setiap malam. Seperti memberi firasat tentang kenyataan di masa lalu. Kenyataan yang masih belum tuntas dan menuntut agar terselesaikan.
Selalu sama yang aku lihat. Orang-orang berdiri mengitariku seperti layaknya badut dengan para penonton. Walaupun wajah mereka tersamar, aku masih bisa merasakan tatapan mereka. Tatapan sinis dan merendahkan yang pernah perlihatkan padaku dulu, sekarang datang kembali.
“Badan gendut saja sok-sokan kecentilan sama laki-laki,”
“Sadar diri dong! Gendut!”
“Cieh si pipi bakpao mulai pacaran,”
Perempuan yang dulu menjadi teman dekatnya, sahabat terbaiknya, berbalik menjadi musuh di tahun-tahun terakhir sekolah. Sosok yang tidak pernah diungkapkan ke publik dalang kekacauan dalam hidupnya. Dan sekarang dia menikmati karir yang luar biasa bagus. Menjadi seorang model dan bintang film ternama tanah air.
Sedangkan aku hanya terpuruk di dalam kamar. Menggoreskan kuas ke kanvas atau pun menggerakkan pena diatas tablet. Menikmati pekerjaan dibalik layar, tanpa berinteraksi dengan orang lain. Kecuali kakek dan 3 teman terbaiknya di Malang.
Hanya menangis yang bisa aku lakukan setiap kecemasan itu kembali datang. Tangisan yang semakin keras memenuhi kamar tidur disertai pukulan ringan di pipi. Pukulan itu semakin keras dan sakit. Saat kesadaran mulai datang, aku mendengar suara laki-laki yang cemas. Laki-laki yang mendampingiku selama lebih dari 15 tahun.
“Mayumi!! Bangun! Mayu …” suara bernama khawatir itu akhirnya berhenti saat melihat mata Mayu terbuka. Sorot mata kakek khawatir dan bingung. Cucu perempuan satu-satunya kembali mengalami gejala seperti 4 tahun lalu. Gejala depresi.
“Kakek!”
“Nak! Kamu ndak papa? Apa besok ke dokter lagi?” tanya kakek khawatir.
Aku hanya menggeleng. Hanya mimpi buruk.
“Tidak usah, Kek. Aku cuma mimpi buruk, sangat buruk. Seperti mengulang kembali kejadian beberapa tahun lalu,” jawabku sambil mengusap jejak air mata di pipi.
“Tapi kau menangis? Apa kau masih minum obat dari dokter,”
“Menangis itu wajar, kek. Tentu saja aku masih minum obat. Nanti saat obat habis, aku akan konsultasi lagi soal ini. Tapi kakek jangan khawatir lagi. Uban Kakek tambah lebat setiap kali khawatir,” jawabku sambil tersenyum.
Laki-laki tua yang terlihat masih gagah itu mengangguk. Dia memandang sedih cucunya. Masih teringat jelas apa yang dialami Mayumi saat lulusan SMA. Dia menjadi korban bullying yang parah. Sebagai pensiunan tentara, dia sudah bersiap akan melaporkan siswa yang melakukan bullying, tapi Mayumi yang baik hati melarangnya.
Namun akhirnya pada usia 17 tahun, Mayumi mengalami depresi dan harus menunda kuliah selama 1 tahun. Masa-masa sulit dan berat sampai akhirnya Harun memutuskan pindah sementara ke Malang. Keputusan yang sangat tepat karena akhirnya Mayumi bertemu dengan teman sejatinya. Orang-orang yang mengajarkan apa arti sebenarnya pertemanan.
“Apa kau teringat masa akhir SMA dulu?” tanya kakek.
Aku terperanjat mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan tentang masa terburuk dalam hidupnya.
“Ingat ya nduk. Jangan khawatir tentang hal-hal yang tidak dapat kamu kendalikan. Yang sudah terjadi kemarin, sudah tidak bisa terkendali. Yang bisa kamu lakukan saat ini adalah mempersiapkan yang akan datang,” pesan Kakek. Dia menggenggam erat tangan cucunya.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya. Kata-kata yang lembut, dalam dan penuh makna. Siapa yang menyangka, kata-kata itu diucapkan oleh seorang mantan tentara.
“Mungkin kau perlu pergi berlibur, jalan-jalan dengan temanmu. Nonton Film. Kau terlalu lama berdiam di rumah terus,” usul Kakek tiba-tiba.
Pikiran untuk pergi jalan-jalan memang telah terbersit dalam benaknya. Tentu saja untuk di Surabaya, Kota seribu Mal, jalan-jalan di Mal adalah pilihan terbaik.
“OK. Besok aku jalan-jalan. Tapi boleh pakai Kartu kreditnya kan kek. Aku mau shoping,” aku pun mulai membujuk kakek. Dengan tatapan merayu dan bujukan-bujukan kecil, Kakek Harun tidak bisa membantah permintaan cucu perempuannya.
Sekilas terlihat ekspresi seram saat mendengar permintaan cucunya, namun ketika rayuan maut terucap kakek tidak bisa berkutik lagi. Dia mengambil dompet di kamar dan memberikan kepada Mayumi.
“Jangan belanja berlebihan! Belanja seperlunya dan sesuai kebutuhan. Ingat itu ya,” perintah Kakek sambil menarik ulur memberikan kartu kredit Gold.
Seulas senyum tergambar jelas saat kartu Kredit aku terima. Sambil berpikir cepat, apa yang akan dia lakukan dengannya. Kemana dia akan pergi di Kota Seribu Mal? Siap untuk bertualang?
Let’s Go Girl !!! Mari kita belanja.