Uang Ngepet

Uang Ngepet

Alfin Rafioen

0

Jakarta, 2001

Lilin Sujarwo sangat terang-benderang, pria tanpa busana itu memandang istrinya yang menjaga lilin. “Bapak siap dengan ini semua?” tanya suaminya. Ini baru pertama kalinya mereka melakukan pesugihan babi ngepet ini. Sujarwo sudah tidak tahan dengan kemiskinan ia dan istrinya, Utari, selama ini.

Bekerja menjadi tukang kebun di rumah Pak Remake menurutnya tidak cukup. Remake, pria botak yang sangat kaya raya, yang mempekerjakan ia dan istrinya adalah keluarga yang menurutnya ideal dan bahagia. Ia menjadi tukang kebun, potong rumput sana-sini, sementara sang istri menjadi seorang tukang gosok di sana. Mereka tidak dalam membeli beras namun mereka menginginkan lebih,

“Aku sudah siap Bu, mari kita curi rumah warga, kalau perlu Pak Remake sekalian,” jawab Sujarwo.

Perlahan tubuh Sujarwo sudah siap. Seketika badannya berubah menjadi babi. Ada buntutnya. Babi merah muda yang begitu cemerlang. Entah kekuatan apa yang merasuk sang istri, Utari, hingga sontak mencium babi itu. Mereka saling berpelukan dan bercumbu mesra. Dengan penuh gairah, Utari mencium leher babi itu. Bahkan ia juga membiarkan lidah sang babi menari-nari di kulit lehernya. Begitu nafsu dan membara..Utari melepaskan rok batiknya ke sembarang tempat, lalu menarik sang babi. Bokong si babi menyentuh naik turun.

Sementara Babi Jarwo tertawa dengan ngok-ngoknya karena tundun Utari menyentuh kulitnya. Utari dan Sujarwo terus menikmati percintaan mereka. Itu adalah ritual pamitan, bisa saja si babi tewas. Anggaplah itu bercumbuan terakhir. Seusai bercinta dengan babi, Utari memakai batiknya kembali. Lalu dengan penuh konsentrasi, ia mengangguk kepada Sujarwo, menandakan ia sudah siap menjaga lilin.

Sang babi pun lari, melesat setelah ritual itu, ia mencari mangsa. Dilihatnya rumah seorang kaya. Seorang pejabat yang memiliki rumah mewah. Rumah bersama istri sirinya yang ketujuh. Dengan mengendap-endap sang babi masuk ke halaman. Satpam rumah yang tertidur tidak sadar dengan bunyi ngok-ngok yang terbisik di telinganya.

“Ngok-ngok!” ucap si babi.

Si babi masuk ke dalam tanpa halangan, ia melesat ke atas, ke kamar si pejabat. Si pejabat sedang tidur dengan istrinya, mereka sangat lelah. Ia gosokkan pantatnya ke lemari. Uang sudah di tangan si babi. Uang-uang jatuh. Ia yakin akan menjadi kaya-raya. Si babi pun pergi dari rumah sang pejabat. Menuju rumah seorang pemulung. Ya, ia sekarang mau bereksperimen, ia mencoba mengambil harta orang miskin.


Sedang wabah belatung, orang pasti menyimpan uang, semisikin apapun mereka. Biasanya yang untuk kesehatan disimpan dengan jumlah banyak. Saatnya aku ambil. Kata si babi dalam hati.

Ia pun masuk ke rumah salah seorang pemulung, ia menutupi hidung dengan tangan besarnya. Tangan berbentuk binatang itu menutupi hidung yang mencium bau sampah.

“Rumah pemulung bau sekali!” keluhnya. “ Ngok-ngok!” ledeknya. Si babi pun dengan insting tajamnya mencari beberapa lembar uang. Ia gesekan uang itu lalu ia ambil dengan tangannya.

Si pemilik rumah berteriak-teriak dengan keras. Si babi terpergok. Babi pun melesat. Sujarwo halus meloloskan diri. Beruntung sekali hari itu. Si pemilik rumah tersandung, jatuh mengenai tong sampah. Wajah pemulung itu pun kotor. Si pemulung berteriak karena wajahnya kini penuh dengan belatung yang menggerogoti wajahnya. Darahnya muncrat ke mana-mana. Ia berteriak-teriak namun tewas, kehabisan darah.

Sujarwo kembali ke rumah dengan selamat. Ia dan Utari membara kembali, bermandikan uang, dihiasi lilin yang cemerlang.

***

 Sudah hari Senin, Remake melambaikan tangan kepada istri dan anaknya. Jihan melambaikan tangan kepadanya. Di samping Jihan, si kecil Zahra merengek-rengek minta teh hangat. Zahra hari ini tidak sekolah, karena ia sedang sakit. Remake biasanya mengantar Zahra ke sekolah terlebih dahulu, namun hari ini, putri kecilnya sedang sakit. Mobil Remake meninggalkan rumah, sang satpam menutup pintu ketika sang tuan rumah pergi.

Jihan menuju ke dapur, membuatkan teh untuk Zahra.Teh hangat diberi mandu adalah kesukaan Zahra. Zahra meneguknya dengan lahap, tidak tersisa. Zahra mengantuk. “Ma, aku mau tidur lagi,”

“Sudah sana istirahat, mama mau ngawasin Mang Jarwo dan Mbok Utari,” balas Jihan. Sepasang suami-istri itu sudah bekerja sejak beberapa menit yang lalu, ketika Remake pergi. Zahra lalu pergi ke ruang atas. Gadis pintar itu masuk ke dalam kamarnya. Zahra, putri satu-satunya Remake yang langsung loncat dari TK A ke sekolah dasar, karena dirinya termasuk pintar.

Zahra tertidur, sementara Jihan mengawasi tukang kebunnya yang sedang memotong rumput di depan. Sejak dari tadi Jarwo agak kesulitan memotong rumput. Salah satu rumput liar; lebih tepatnya, namun setelah dengan sedikit usaha lagi, rumput liar itu terpotong.

“Pak, sulit ya?” tanya Jihan.

“Enggak Bu, sudah.” Jarwo yang berkeringat itu menjawab dengan anggukkan senyum.

“Pak, tolong nanti ke warung beliin saya pulsa ya.”

“Baik Bu.”

“Oh ya Pak, jangan lupa, Zahra mau mainan, di sebelah warung ada toko boneka yang jualan boneka babi. Nanti saya kasih uangnya.”

“Baik Bu.”

Setengah jam kemudian Jarwo menyelesaikan tugasnya dan bersiap menuju ke warung. Setelah ia menerima uang pemberian Jihan dan juga masker untuk menjaga kesehatan, ia pun ke warung. Membeli pulsa. Di area warung tampak beberapa ibu-ibu serta bapak-bapak bergosip. Para ibu bergosip tentang kematian seorang pemulung, sementara para bapak membicarakan dada Arniti, penjual jamu di komplek mereka yang makin besar.

“Eh si bapak pemulung itu tewas loh. Kena belatung. Digigit,” gosip salah satu ibu.

“Aduh padahal ya si pemulung itu kasep pisan.”

“Aduh sayang ya, kalau aja saya ada anak perempuan saya nikahin anak saya sama dia. Gak apa-apa deh pemulung, yang penting baik dan ganteng.”

Jarwo terus memperhatikan ibu-ibu yang maish bergosip itu. Setelah ia membeli pulsa, Jarwo melewati para bapak yang sedang bergosip.

“Dadanya Arniti besar ya, udah kayak bola sepak.”

“Pasti susunya banyak. Atau di dalamnya ada jamu. Jamu pasak bumi,” timpal seorang bapak.

“Godain yuk kalau dia datang. Saya pernah loh nowel dadanya, terus saya dicubit. Katanya saya nakal.”

“Iyalah, mana berani dia marah sama sampeyan, orang sampeyan tuh lurah di kelurahan kita. Jangan-jangan sampeyan ngacem ya?”

“Hah, saya ngancem kalau dia bilang istri saya, abis dia. Gak boleh jualan jamu di sini lagi. Bolehnya di kamar saya, HAHAHA!” ucap lurah tak berseragam itu. Dia sedang bolos kerja, kini ia hanya memakai singlet putih saja, sambil tangannya memegang payudara kecilnya yang ditutupi singlet.

“Halah jorok sampeyan,” timpal bapak-bapak yang lain.

Jarwo merasa kesal, ia masuk ke dalam dan mencari boneka yang diinginkan Zahra. Tangannya mengepal, ia masih mengingat para bapak mesum itu. Bila ia punya anak perempuan, dan anak perempuannya diperlakukan seperti itu, ia akan memakan mereka. Melumat daging mereka. Selama ini beberapa orang makan babi. Rasanya ia ingin menjadi babi pertama yang memakan seorang lurah.

Jarwo membayarkan sejumlah uang kepada kasir, boneka sudah di tangan, ia pun kembali ke rumah keluarga Remake. Saat itu Zahra sudah terbangun. Ia merasa senang ketika melihat boneka babi yang ada di tangan Jarwo. Seperti melihat anaknya sendiri, Jarwo memainkan boneka babi itu. Zahra merasa terhibur.

“Bilang apa sama Mang Jarwo?” tanya Jihan kepada Zahra.

“Terima kasih Mang Jarwo!” ucap Zahra. Zahra menerima boneka babi itu lalu kembali ke kamarnya untuk bermain boneka.

Andai dia babi kecil, pasti dia anakku sekarang. Katanya dalam hati.

Jarwo pun mengerjakan tugas yang lain hingga jam kerja ia dan istrinya selesai. Saat malam tiba, ritual dilaksanakan lagi. Menyalakan lilin, bercumbu hingga membara, lalu pergi mencari nafkah dengan mengubah diri menjadi babi. Pekerjaan itu ia nikmati berbulan-bulan lamanya, hingga suatu hari Jarwo semakin gila. Ia mencuri bahkan tak malu-malu. Di warung pada siang hari ia masuk ke dalam warung lalu mencuri. Ia mengandalkan harapan saja. Lumayan, sekitar lima puluh ribu rupiah ia dapatkan dari berbagai tempat. Itu pada siang hari, pada saat menjadi babi, pada malam hari, ia bisa mengumpulkan lima ratus ribu tanpa ada warga yang curiga.

Secara birahi seksual pun dia semakin gila, ketika menjadi babi ia membara dengan istrinya, agresif bahkan keduanya sangat liar, tapi di sisi lain, tanpa Utari tahu, Sujarwo yang ia cintai bermain sabun batangan sendirian di kamar mandi sambil membayangkan Jihan. Terkadang ia membayangkan Jihan memandikan seekor babi, dan babinya itu adalah dia. Kadang ia memegang duburnya sendiri, mengolesnya dengan sabun, membayangkan Jihan mencium duburnya, menelan kotoran babinya.

***

Beberapa bulan kemudian

Lama kelamaan, warga curiga dengan banyaknya uang yang hilang, mereka melakukan ronda, Jarwo harus lebih hati-hati. Suatu hari Jarwo ingin melakukan ritual, namun dicegat oleh putrinya, Ambar. “Pak, main yuk Pak.”

“Main apa? Bapak mau kerja. Kamu mau sepatu baru kan?”

“Mau Pak!” jawab Ambar berharap.

“Besok bapak belikan, tapi sabar dulu ya. Malam ini papa mau cari uang,” ucap Jarwo tersenyum. Jarwo lalu masuk ke dalam. Hari ini istrinya sudah memakai parfum, memakai kemban. Ritual dilakukan, Jarwo menjadi babi, mereka bercinta dengan sangat membara. Babi Jarwo memenuhi liang istrinya dengan kenikmatan, sementara ia berngok-ngok-ngok karena bokongnya digesekkan ke liang Utari. Tak hanya itu, Utari juga menghantam bokong babi dengan lidahnya. Lalu menunggangi sebentar Babi Jarwo sambil tertawa-tawa tanpa sehelai benang pun.

Jarwo pergi menjadi babi selesai ritual membara itu. Utari melepas suaminya dengan penuh keringat di seluruh tubuh yang tak memakai sehelai benang pun. Babi Jarwo menuju ke sebuah rumah. Rumah yang tak lain dan tak bukan adalah rumah Remake. Rumah mencari nafkahnya tiap hari. Jarwo masuk ke dalam, si babi ngepet itu kini menuju ke dalam dengan hati-hati.

Satpam sedang berjaga, ia lewat ke belakang. Kaki babinya meloncati pagar. Di halaman belakang ia mendarat, ia masuk ke dalam rumah. Seisi rumah sudah tidur, tapi ia yakin bisa mendapatkan uang yang lebih banyak dari biasanya kali ini. Setelah masuk ke dalam, ia mencari kamar Remake dan Jihan. Pintu kamar mereka ada di sudut bagian kanan. Ia memaksa masuk ke dalam pintu kamar ketika Remake dan Jihan sedang tertidur.

“Mas, dengar suara berisik nggak?” tanya Jihan terbangun. “Apa itu Mas?!”

Remake yang berkepala botak itu langsung terbangun. Ia berteriak-teriak mengusir babi yang berada di dalam kamarnya. “Babi ngepet! Babi ngepet! Teriaknya keras.

Jarwo yang ketahuan segera ke bawah. Ke halaman belakang. Satpam masuk ke dalam karena mendengar teriakan Remake dan Jihan. “Ada babi ngepet Pak,” ucap Jihan.

Satpam rumah langsung mencari-cari si babi ngepet. Sementara itu, Jarwo memakan makanan busuk agar tidak ketahuan. Itu adalah satu-satunya cara agar tetap menjadi babi, namun telat, ketika ia sedang makan-makanan busuk, tubuh babinya sudah menjadi manusia.

Jihan berteriak melihat tubuh telanjang Jarwo di depannya. Jihan menutupi wajahnya saat melihat biji pelir besar itu mengeras. Jarwo hanya menlongok melihat Jihan yang menutupi wajahnya.

“Jarwo! Kamu selama ini babi ngepetnya?!” tanya Remake.

“Saya … saya …”

Zahra yang sedang tidur terbangun, para warga juga terbangun karena ada bunyi-bunyi berisik dan teriakan babi ngepet. Warga yang meronda masuk ke dalam rumah Remake lalu mengarak Jarwo yang telanjang.

“Potong aja bijinya! Bunuh!” teriak para warga yang meronda.

Jarwo hendak berlari namun dirinya keburu tertangkap lalu dipukuli dengan batang-batang kayu. Tubuh polosnya terluka. Seorang warga memukul kepala Jarwo, cairah merah keluar dari kepalanya.

“AH! Ampun!” teriak Jarwo.

“Makan ini! Ini akibatnya kalau sampeyan ngepet!” bentak seorang ibu. Ibu itu dengan kakinya menendang buah pelir Jarwo. Jarwo mengerang kesakitan. “Mau saya potong burungnya?” tanya si ibu.

“Jangan! Ampun!” teriak Jarwo kepada ibu itu.

Lalu si ibu menemukan sebuah batu, sedang, warnanya hitam, ia hantamkan ke buah pelir Jarwo. Jarwo berteriak, buah pelirnya berdarah. Jarwo tidak kuat. Seorang bapak menghantamkan kayu sekali lagi, Jarwo menghembuskan napasnya yang terakhir.

***

Di dalam kamar, Utari menjaga lilin, namun mendadak lilin bergoyang-goyang lalu mati. Utari mengeluarkan air mata, dicampur rasanya yang terkejut. Suaminya telah ketahuan.

“Pak! Pak!” teriaknya. Ia menangis.

Sekitar setengah jam kemudian ada suara para warga yang datang ke rumahnya. Warga-warga itu telah menghakimi suaminya. Tubuh suaminya dilempar sekenanya ke halaman depan rumah mereka.

“Pak! Bapak!” Utari yang sudah memakai pakaiannya langsung melesak keluar berteriak kepada para warga. “Jangan siksa suami saya!” teriaknya. Utari memeriksa tubuh suaminya. Suaminya tewas. Pria yang ia cumbui tadi telah tewas dengan keadaan yang mengenaskan.

Alangkah mengenaskannya diriku bercinta dengan suami berbentuk babi, lalu suamiku mati telanjang karena menjadi babi ngepet.

Kata-kata di dalam hatinya mengalir begitu saja menjadi sebuah ratapan. Ia ingin menertawai dirinya sendiri namun tangannya membohongi hatinya yang ingin tertawa. Ia mengepal lalu menyumpah-nyumpah kepada mereka.

“Mati kalian semua! Jahannam!” teriaknya.

“Dia telah mencuri di rumah Pak Remake! Dasar tidak tahu diuntung!” balas salah seorang warga.

Sekonyong-konyong tubuh dan kepalan Utari melemah. Ia menangis lalu berteriak memukul-mukul dan mencabik tanah. Ambar keluar rumah. Ia berteriak memeluk ayahnya. Seorang ibu menunjuk-nunjuk kedua perempuan yang baru kehilangan kepala keluarga mereka.

“Dasar kalian semua nggak tahu diuntung! Kalian dikasih kerjaan malah mencuri di rumah Pak Remake!”

Suara penghakiman massa terus melesak ke dalam otaknya. Hingga ia tak sadarkan diri. Keesokan paginya ia terbangun, lalu ia mengajak Ambar ke rumah Remake. Ia mengatakan kepada sang satpam kalau ia ingin meminta maaf.

Satpam pun mempersilahkann. Ketika Jihan sudah di hadapannya, ia memohon maaf kepada Jihan.

“Ibu saya meminta maaf atas perbuatan suami saya dan saya. Saya seharusnya tidak berbuat demikian,” kata Utari sambil mencium kaki Jihan.

Remake yang keluar dari kamar mendahului Jihan yang ingin membalas perkataan Utari.

“Bukankah saya orang kaya? Bukankah saya bisa berikan kamu perak. Kamu tidak usah mencuri. Tidak usah mengepet! Karena saya adalah orang terkaya di dunia ini! Bahkan saya adalah orang yang bisa menghidupimu dan mematikanmu. Karena saya adalah sumber kekayaanmu. Saya yang membiayai hidupmu dengan gaji yang saya berikan. Saya yang pantas kamu puja dan sembah. Remake Boersi! Manusia paling kaya di negeri ini! Jihan! Berikanlah ia perak! Biar dia tahu kepada siapa ia harus bersujud!” perintah Remake.

Jihan mengambil perak, memberikan Utari dan Ambar perak yang banyak. Utari pun sujud kepada Remake. Remake tersenyum, tawanya dalam hati membahana. “Silahkan kamu pergi dari rumah saya. Pergi dan jangan kembali!”

Utari dan Ambar pergi dengan wajah menunduk, Mereka berdua menguburkan jasad Jarwo di halamann belakang. Papan nama ia beri nama Sujarwo

SUJARWO

Lahir: 23 Maret 1965

Wafat: 12 Juni 2001

 Setelah pemakaman, mereka memutuskan unntuk pulang kampung. Mereka melewati sebuah tiang listrik. Ada foto Arniti. Di atasnya ada tulisan besar.

DICARI HILANG TADI PAGI

NAMA: ARNITI

PROFESI: TUKANG JAMU

“Bu, Mbak Arniti hilang Bu,” ucap Ambar.

“Sudah biar saja, ayo kita pulang, jangan sampai ketinggalan bus,” balas ibunya.

Mereka terus berjalan, meninggalkan tiang listrik sendirian.