Hari menjelang malam, aku masih duduk saja di meja kerjaku, di sebuah ruangan dengan pelat tulisan project manager di pintu. Sebenarnya itu adalah jabatan lama, saat ini aku lebih berperan menjadi supervisor. Aku membiarkan pelat jabatan begitu karena aku lebih suka punya peran dari pada hanya benar-benar men-supervisi acara dari kejauhan. Tapi meski begitu dari sekian banyak acara yang masuk, aku hanya memilih beberapa acara penting yang memang membutuhkan bantuanku. Acara selain itu, aku serahkan pada mereka yang sudah berada pada tugasnya masing-masing.
Aku lihat dari layar monitor CCTV di ujung ruangan. Beberapa staf juga masih sibuk di mejanya, belum ada pergerakan tubuh untuk bersiap pulang. Beginilah bekerja di perusahaan EO dan Travel Management, banyak kerjaan dadakan dan kejar-kejaran persiapan event yang nggak kenal waktu. Perusahaan yang aku buat ini sudah berjalan 10 tahun dan mempunyai reputasi yang cukup baik, engagement sosial media yang tinggi dan orang-orang yang bekerja dengan semangat.
Selama 10 tahun, kantor ini sudah berpindah lokasi setiap 5 tahun kontrak. Lima tahun lalu Aku mendapatkan lokasi kantor yang strategis, yang saat ini sedang kami tempati, kantor yang berada di pusat kota Jogja, dengan nama jalan yang cukup fenomenal, everyone know it.
Tapi untuk berbagai alasan, termasuk salah satunya adalah settlement, aku mulai membangun kantor di lokasi baru yang berada di pedesaan selatan Jogja dengan pemandangan sawah dan udara yang lebih segar. Saat ini pembangunannya masih berlangsung dan kami nggak sabar untuk menempati kantor yang baru. meski di sini juga menyenangkan. 24 jam sangat aman dan suasana jalan yang romantis.
Aku sandarkan punggung di kursi kerjaku, mengambil waktu sejenak buat kepoin update-an status teman-teman. "Hmm… Pamer kopi, tap… Pamer menu makan malam steik mashed potato and grilled asparagus, tap, ihh Linda lagi nge-mall beli sepatu olahraga? Hmm, small step untuk gaya hidup sehat katanya.”
Ck jadi pengen nge-mall, tapi sama siapa? Kalau diingat-ingat, aku nggak punya teman dekat buat diajak pergi. Nasib wanita bekerja yang sudah mendekati usia 30, nggak ada teman, hanya punya relasi, dan staf.
Sewaktu asyik menelusuri update status dan sosial story, ibu jariku berhenti di salah satu stories teman kuliahku dulu bernama Putri, dengan cepat aku langsung menahan layar smartphone-ku. Mataku memfokuskan sebuah benda persegi dengan tulisan nama yang tidak asing bagiku, Dyah Ayu Syerila Anastasya Pratikna, aku yakin ini si Syeril. Wanita sampah itu.
Ah rasanya aku nggak bisa menahan sumpah serapahku kalau ada sesuatu yang menyangkut dirinya. Selain usiaku yang sudah hampir 30 di mana teman seusiaku sudah punya anak dua—yang mana menjadi penyebabku nggak punya teman hangout lagi—apa yang dilakukan Syeril saat itu juga menjadi alasan kuat, semua teman menjauhiku, menghakimiku. Aku nggak akan pernah lupa apa yang dia lakukan, tapi tunggu, kali ini namanya tercetak di undangan pernikahan mewah dengan kotak hardcover berisi sepasang parfum lady and gent.
Oh… Jadi dia nikah? Aku sedikit mengubah posisi dudukku. Entah kenapa rasanya tegang, suasana ruangan jadi dark, siapa pasangannya?
Serius aku nggak update tentang dia, setelah kejadian itu, aku nggak mau tahu lagi apa pun tentang dia. Ah, apakah ia masih sama Nico? Masak sih sama Nico?!
Duhh… kenapa sih si Putri ini, pakek nutup nama pasangan Syeril pakek gambar gif?
Hmm, Jika aku perhatikan, jenis undangan kayak gitu, kayaknya aku tahu siapa yang bikin. Hah! Jangan remehkan pemilik EO terkenal di wilayah ini, aku kenal semua dengan pemilik percetakan dan perusahaan pembuat undangan pernikahan. Apalagi pernikahan mewah kayak gini, hanya perusahaan terkenal yang bisa ngerjain undangan seperti ini. Aku tahu yang bikin undangan itu siapa. Aku akan konfirmasi langsung ke dia.
“Hallo, Sandra?”
“Hallo, Jenar, gimana-gimana? Ada kerjaan apa nih buatku? Sorry kemarin kerjaanmu aku tolak karena lagi hectic banget.”
Ah, sorry, San, kali ini bukan tentang kerjaan...”
“Oh, kalau gitu tentang?”
“Undangan beludru warna burgundi, apa perusahaanmu yang ngerjain?”
“Oh, Itu. Kamu pasti juga dapat undangan itu kan? Itu karyaku lho, bagus nggak? Klien-nya tajir melintir, kamu kenal kayaknya. Duh riweuh banget, soalnya bahannya nggak murah.”
“Ja-jadi, waktu kamu bilang, lagi ada proyek undangan besar, maksudnya ini?” Aku coba mengingat-ingat ucapan Sandra waktu itu yang nggak aku perhatikan dengan serius.
“Iya-iya bener yang aku bilang kemarin, kalau aku dapet proyek besar.”
Aku menimbang-nimbang apakah harus aku tanyakan siapa nama pengantin laki-laki yang tertulis di undangan itu.
“Selamat ya, beneran deh bangus banget, aku kagum lho lihat hasilnya.” Kenapa aku malah bilang begini?
“Wahhhh… Makasih Jen.”
*
1
Pertama, aku nggak ingin ada yang salah kira, ketika aku menggunakan istilah ‘Sultan’, bukan dalam arti aku sedang benar-benar membicarakan anak sultan atau raja secara harfiah. Karena secara frasa, anak sultan, itu tidak sopan. Berbeda jika aku menggunakan istilah ‘Putri Sultan’ mungkin akan jelas makanya bahwa sultan yang dimaksud adalah seorang raja... Ah, apa yang sedang aku tulis untuk first impression ini. I know, aku nggak perlu menjelaskannya.
Tapi, untukku yang tinggal di Jogja, kota milik Sultan, ini akan jadi rancu, Jadi yah aku mencoba sedikit menjelaskan bahwa yang aku maksud ‘anak sultan’ adalah si Syeril. Seorang putri pengusaha kaya raya yang dibuktikan dengan undangan pernikahan super mewah hingga menjadi viral dalam satu hari.
Aku, Jenar Prameswari, nggak dapet undangan itu...
Aku yang mana seorang event planner terkenal di Jogja dengan followers i-Gram yang jumlahnya nggak receh, suprisingly tidak mendapat undangan acara besar tersebut! Undangan? Harusnya aku yang mengerjakan proyek besar itu!
Bagaimana bisa acara besar di wilayah Jawa Tengah tidak menggunakan jasa perusahaanku? semua orang ingin mendapat sentuhan dariku ketika membuat acara yang berkesan, apalagi acara pernikahan.
Dari situlah aku tahu, Syeril, masih dendam padaku. Tapi apa pun itu, undangan ini sangat berarti buatku, bagaimanapun caranya aku harus bisa mendapatkannya.
Undangan pernikahan dari anak orang terkaya di Surakarta. Undangannya mendadak viral dan menjadi perbincangan di negara ini. Bagaimana tidak, undangan eksklusif tersebut ditaksir seharga jutaan rupiah. Berbentuk sebuak kotak hardcover dengan balutan beludru warna burgundy dihiasi pattern sulur dan inisial pengantin dibuat dengan aksen timbul hasil sulaman benang warna emas.
Di dalamnya terdapat sebuah undangan dengan bahan yang sama. Selembar tata cara dan alur resepsi, satu buah kartu dengan chip untuk masuk ke gedung resepsi dan sebagai pelengkap kemewahannya adalah sepasang parfum mini merk international. Yak, benar- benar gila. Dalam semalam, undangan tersebut menjadi perbincangan di sosmed. Lebih buruk, dalam setiap komentar yang aku baca, tidak sedikit yang me-mention-ku untuk mem-posting undangan itu juga, sebegai pembuktikan jika aku adalah termasuk orang top yang juga layak. Huh, aku nggak tahu bagaimana aku harus merespons kekacauan ini.
Undangan premium ini hanya dikirimkan untuk orang-orang penting dan berpengaruh di Indonesia. Ya, tentu saja, harusnya memang gitu, itu sudah lumrah dan memang sepantasnya. Tapi ada yang aneh dengan sebaran undangan tersebut, dan ini membuatku terintimidasi. Sebelumnya aku jelaskan bahwa undangan itu punya dua versi.
Versi pertama yang sudah aku sebutkan tadi. Versi kedua adalah undangan biasa, bahannya masih sama mewah dengan tipe pertama, tapi hanya berbentuk undangan dengan lapisan kertas doff pada umumnya, berisi doa, keterangan lokasi, dan jam acara. Melihat dari jamnya, undangan kedua ini adalah undangan pesta After Resepsi temu manten.
Kenapa aku bisa tahu? Ya… Karena menurutku ini adalah masalah sangat penting, yang menentukan reputasiku. Jadi begitu melihat postingan Putri, aku langsung mencari tahu dengan cara sederhana; menanyakan pada teman-teman rekan bisnisku mengenai siapa saja menerima undangan dan vendor acara tersebut.
Thanks to I-Gram yang meskipun aku bilang riset kecil, hastag #undanganputribussinessmansolo, #undangankelasatas, #undanganviral, #undangananaksultan membuat riset ini lebih mudah. Setidaknya aku udah menemukan siapa saja 30 orang yang mendapat undangan #putribusinessmansolo.
Sepuluh orang dari Teknik Industri dan lima orang dari Teknik Mesin, orang-orang yang sangat aku kenal. Menariknya lagi, dari lima orang tersebut, ada satu akun yang membuatku tidak bisa mengabaikannya.
Jariku berhenti sejenak sesaat setelah membuka profilnya. Foto-foto feed-nya yang semula loading, mulai bermunculan. Ada sensasi aneh saat melihatnya lagi setelah sekian lama. Nico…
“Ganteng banget,” gumamku terhipnotis senyumannya. Kakiku beberapa kali mengentak ke lantai ketika.
Oke, back, lalu scroll lagi. Hmm... Ada foto perempuan di situ, kayaknya ini pacarnya deh, ada beberapa foto perempuan yang sama juga di bawah. Aku coba cari tagging-nya, tapi nggak ada, ah jadi dirahasiakan nih akun pacarnya? Aku scroll comment, siapa tahu seseorang me-mention akun pacarnya Nico ini. Oke, klik... Hm… anak orang kaya juga. Tipikal Nico, kalau begitu fix, bukan Nico yang jadi pasangan Syeril. Dari highlight yang diunggah akun sang pacar, aku jadi tahu kalau dua hari yang lalu dia update feed lagi di Hawaii bersama Nico. Ck, kalau begitu pasti dia datang sama pacarnya.
Oke, lanjutan identifikasi, dua orang dari Fakultas Kedokteran Umum, tiga orang dari Fakultas Kedokteran Gigi. Sembilan orang lainnya aku nggak kenal sama sekali, mungkin rekan kerjanya. Tinggal satu orang lagi, orang yang nggak mengunggah undangan tersebut ke sosmed, atau nggak menggunakan hashtag-nya. Siapa dia? Untuk yang satu ini, mungkin nggak main sosmed, tua banget berarti?
Tapi yang jadi masalah, dari teman-teman Jurusan Teknik industri 2010, aku nggak dapet undangan itu! Parahnya, bukan undangan pestanya aja, bahkan untuk versi ke dua. Aku jadi makin yakin kalau dia memang sengaja melakukan ini. Haaaah! Dia bener-bener dendam sama aku ya!
Gara-gara undangan ini, kampus kami, Universitas Mada Surya Kartika—universitas terkenal nomor satu di Jogja—kembali menjadi perbincangan, karena salah satu alumnusnya membuat kegemparan dengan undangan tersebut. Ada yang memuji, ada juga yang mengkritik. Imbasnya yang lain, akun-akun penerima undangan tersebut naik jumlah followers-nya. Parfum internasional yang mana adalah parfum kerjasama perusahaan dalam negeri dengan Eropa yang ada dalam boks undangan itu mulai dicari.
Aku sungguh tidak bisa terima bahwa kegemparan ini tidak berdampak pada kehidupanku. Terutama pada bisnis EO-ku. Beberapa hari ini banyak DM masuk. Semakin random, pertanyaan mulai kenapa aku nggak bikin story unboxing undangan mewah itu, baju apa yang akan aku pakai untuk menghadiri pernikahan, dengan siapa aku ke sana, sampai ngasih amplop berapa juga ditanyain. Sedangkan aku sendiri masih nggak tahu bagaimana meresponsnya.
Aku nggak bisa dengan mudahnya mengatakan ‘nggak mendapat undangan itu’ kan? Ck! Kenapa Syeril melakukan ini padaku? Sebenci-bencinya dia, ini udah keterlaluan. Setidaknya masalah bisnis aja bisa kan? Bagaimana mungkin dia sama sekali tidak menggunakan perusahaanku sebagai vendor, padahal perusahaanku ini termasuk 10 besar terbaik di Jogja. Terlebih kami kenal satu sama lain karena satu jurusan. Bahkan dia yang selalu meminjam penghapusku loh! Pinjam fotokopian materi kuliah, nyontek tugas sama UAS.
Aku mengembuskan napas menahan kesabaran. Bener-bener cuma karena masalah cowok, dia jadi seperti ini. Dasar pendendam! Harusnya dia yang merasa bersalah, sujud sembah padaku! Bukan malah seperti ini!
Nggak bisa kayak gini, aku nggak boleh diem aja! Dengan segera, aku mengirim pesan pada Reva.
Hi, Reva, kamu udah nemu bisa bawa aku ke acara itu?
Reva Hairdresser
Aku nggak bisa janji Jen, semua orang lagi sibuk membicarakan itu dan mereka yang kebagian Vendor jadi sok sibuk juga. Maaf ya..
Ok, kalau gitu.
Selang waktu sekitar 40 menit Reva kembali menghubungiku via chat.
Reva Hairdresser
Jen, aku tahu orang yang dapet vendor, yang bisa bawa kamu ke acara itu.
Wah. Siapa?
Reva Hairdresser
Resepsi besar itu pakek jasa fotografi Ryan Potret.
Hah! Ryan jadi vendor fotonya?
Reva Hairdresser
Ryan juga dapet undangannya. Bukan hanya sebagai vendor, tapi tamu juga. Gaya banget lho.
What?
Reva Hairdresser
Serius kamu nggak tahu?
Bener, nggak tahu…
Reva Hairdresser
Udah, telpon sana. Kelamaan LDR apa gimana? Bisa-bisanya nggak tahu kabar masing-masing.
Aku akhiri chat dari Reva dengan emoticon tersenyum.
Aku menjatuhkan pundakku bersamaan dengan hembusan naas berat yang tertahan sedari tadi. Jadi Ryan dapet undangannya ya. Jangan-jangan 1 orang yang nggak meng-upload-nya di sosmed itu adalah Ryan?!
Tunggu, Kok bisa?
Apakah hubungan mereka baik? Apakah ada sesuatu dengan mereka yang aku nggak tahu? Apakah Syeril pernah punya hubungan dengan Ryan? Pas kuliah, atau setelah lulus kuliah? Eh, tapi tunggu. Syeril, Ryan, Nico.... Ryan sama Nico, mereka kan... Pikiranku mulai berwisata tak terkendali, kugelengkan kepalaku. “Ah, bukan urusanku.”
“Duh, tapi kenapa harus Ryan sih! Dari 30 orang itu, kenapa tidak ada satu orang pun yang bisa aku deketin buat bisa datang ke resepsi Syeril, kenapa dari 30 orang itu ada Ryan. Nggak ada harapan kalau udah kayak gini, kayaknya bakalan menikmati saat-saat diriku ketinggalan jadi yang paling hits. Hishh, kenapa sih harus ada ketakutan missing out gini
Ahhh…! Kalau begini, aku hampir nggak bisa pergi dengan orang lain. Kalau dia tahu pasti… Males ah, mending nggak datang dari pada harus pergi sama dia. Aku meletakkan smartphone-ku dengan agak kasar.
Ng, tapi aku nggak siap dikucilkan di dunia maya, apa cek I-Gramnya Ryan? Jangan-jangan dia upload, tapi nggak pakai hashtag. penasaran banget. Dia datang sama siapa ya?
Ah, bodo amat... stalking sebentar gak apa-apa lah.
***