To My Beloved Kamelia

To My Beloved Kamelia

Artemi Brianova

0

Jonathan POV

Namanya Kamelia Sava yang memiliki arti bunga tidur. Dia adalah anak tunggal dari pemimpin korporat berjaya Mateo. Tidak bisa dipungkiri bahwa Mateo memiliki setengah paras dari Kamelia terutama bagian surai rambut cokelat bergelombang dan netranya yang sebiru lautan. Pahatan wajah sempurna dari lelaki portugis dan perempuan pribumi.

"Paman Jo, bisakah kau membujuk ayah untuk tetap tinggal sehari saja" rengek gadis 10 tahun itu sambil mengacungkan jari telunjuknya. Matanya selalu menunjukan kesedihan bertolak belakang dengan senyumnya yang secerah mentari terbit

"Tidakkah Kamelia meminta langsung kepada ayahmu?" Tanyaku cepat sambil memperhatikan berapa cantiknya gadis ini.

Gadis di hadapanku itu mulai bergeser duduk di sebelahku. Rambutnya yang panjang bergelombang berkibar diserang angin dari arah jendela. Wajahnya tertunduk dan bibirnya bergetar sebelum melanjutkan ucapannya.

"Besok adalah hari penting bagiku, tahukah paman bahwa aku mendapatkan penghargaan Olimpiade Biologi. Aku ingin Ayah hadir tetapi Ayah selalu tidak bisa meskipun aku sudah membujuknya berulang kali" Air matanya kini mulai membasahi gaun birunya. Bahkan saat dia menunjukan wajah penuh derita Kamelia selalu terlihat menawan di mata saya.

"Kau tahukan Kamelia, jika dirimu saja tidak bisa membujuk ayahmu apalagi dengan saya Kamelia"

"Baiklah paman, percuma saja berbicara denganmu, kau dan ayah sama saja" Ekspresi kesal dan kecewa yang tersurat di wajahnya sangat indah. Dia berlari ke arah kamarnya. Meninggalkan harum yang selalu menjejak dalam ingatan saya. 

Di usia ke 23 tahun ini saya baru menyadari bahwa seorang johnatan jatuh hati kepada gadis belia berusia 10 tahun. Gadis kecil yang perlahan tumbuh menjadi angsa yang sangat cantik dan berseri. Terdengar gila dan menjijikan jika saya ulangi berkali-kali dalam pikiran saya. Apakah saya memiliki kelainan sehingga menyukai gadis kecil yang sedang tumbuh atau saya hanya sedang jatuh cinta. Cinta yang datang kepada siapapun selayaknya manusia normal. Cinta kedatangannya tidak melihat usia dan ras sekalipun.

Jika saya diminta mengulangi beribu kali, saya akan tetap menjabarkan seberapa besar saya menyukainya Kamelia lagi dan lagi. Menyukai anak dari kakak angkat saya sendiri. Putri Mateo yang terhormat dan nyonya Juni yang saya hormati. 

Di tengah renungan Mateo menghampiri saya dengan penuh tumpukan berkas. 

"Hey Jo bagaimana kabarmu? Juni bilang kau sering berkunjung ke sini, maaf ya saya akhir-akhir ini sibuk sekali Jo" Tuturnya sambil menunjukan berkas ditangannya. Mateo mulai duduk di kursi sebelah sambil menyesap cerutunya

Saya menoleh menatap wajahnya tanpa berbicara sepatah kata pun. Rupanya kakak saya mulai menua, pria itu sangat keras membangun Perusahaannya. Dia berhasil membuktikan bahwa anak angkat dari keluarga Jansen tetap akan berhasil tanpa campur tangan kekuasaan dan kekayaan keluarga kami. 

Semenjak Mateo mengetahui asal-usulnya, dia meninggalkan keluarga kami dan membangun hidupnya sendiri. Sebenarnya ayah dan ibu tidak pernah membedakan kasih sayang antara saya dan Mateo. Bagi kedua orang tua kami Mateo tetap putra pertamanya yang membanggakan.

Namun semenjak Mateo mengetahui bahwa dia adalah anak sahabat ayah yang meninggal dalam kecelakaan kapal pesiar 32 tahun yang lalu. Mateo hengkang kaki dari rumah dan menyerahkan segala warisan keluarga kepada saya. 

Usia kami terpaut jauh 11 tahun. Dulu ayah dan ibu tidak pernah percaya akan bisa memiliki anak, mereka yakin bahwa salah satu di antara mereka mengalami kemandulan. 

Oleh karena itu, dengan alasan belas kasih, ayah dan ibu memutuskan mengangkat Mateo. Seorang anak berusia 2 tahun yang ditinggal mati oleh kedua orang tuannya.

"Mau Jo" tanyanya sambil menyodorkan rokok ditangannya. Saya mengambil satu batang dan membakarnya dengan korek di hadapan saya sebelum akhirnya menyesapnya dalam-dalam.

"Ayah sakit, apakah tuan Mateo kami yang terhormat, tidak sudi menengok ayahnya yang sedang sekarat?" Tanyaku dengan penuh penekanan pada kata yang terhormat.

"Aku tau Jo, tetapi saya ingin menegaskan bahwa ketika saya pulang jangan libatkan saya dalam pembagian warisan. Saya tidak berhak atas itu, saya benci akan rasa belas kasih. Itu seperti menggores rasa percaya saya akan kasih sayang tulus orang tua saya Jo" Jelasnya panjang lebar

"Tidak akan, perusahaan sudah berdiri atas nama saya. Saya yang bertanggung jawab sekarang, kau tidak ingin menanganinya kan? Saya akan menanganinya. Dan saya berjanji tidak akan pernah melibatkan Tuan Mateo ini" Jawabku dengan penuh dengan penuh sindiran

"Hahaha kau sudah besar Jonathan jangan panggil saya dengan penuh ejekan seperti itu. Saya tetap kakakmu, berilah saya sedikit rasa hormatmu" Tawanya sangat penuh dan riuh dalam ruang tamu yang hening

"Jika kau masih bagian dari Jansen maka pulanglah temui ayahmu yang selalu menanyakan dirimu padaku. Itulah sebab aku terus mondar-mandir ke rumah mu ini sejak 2 tahun terakhir. Hanya untuk bertemu dan berbicara dengan tuan Mateo pun sulit sekali rasanya" jawabku sambil melempar rokok ke dalam asbak.

"Baiklah boy saya akan menemui ayah setelah saya mengontrol perusahaan kecil saya ini di Singapura. Kau tahu Jo, darah Jansen mengalir deras di dalam jiwamu, saya terus mendapat kabar betapa berhasilnya perusahaan yang kau pimpin itu. Kabar baik yang membuat saya membara agar bisa sama kuatnya dengan korporat ayah yang hebat" Katanya dengan bangga

"Sekarang kau tahu betapa sibuknya saya. Betapa saya berusaha keras menjaga perusahaan sejak usia saya 20. Saya seperti anak tunggal yang diberi beban berlimpah karena ayahnya sekarat" Jawabku dengan penuh amarah

"Ya saya tahu dan saya bangga Jonathan" Mateo menepuk-nepuk bahuku

"Jadi tuan Mateo berhentilah menganggu waktu saya. Pekerjaan saya sudah banyak selama 3 tahun terakhir, ditambah lagi 2 tahun ini saya harus mencari-cari keberadaan anak pertama keluarga ini yang sudah lupa jalan pulang" Makiku sekali lagi

"Baiklah Jo, jangan khawatir saya akan pulang, pasti!. Jadi pulanglah adikku dan kerjakan pekerjaanmu. Saya, Kamelia dan Juni akan pulang ke rumah Minggu depan"Jawab Mateo dengan tatapan serius

"Baiklah Mat, saya percaya ucapanmu"

Mateo mengantar saya menuju halaman depan, tempat mobil saya terpakir rapih. Saat saya hendak memasuki mobil. Tiba-tiba Kamelia berlari menghampiri saya sambil membawa sepucuk surat beramplop putih. 

"Paman Jo ini permintaan maaf aku untuk perkataanku tadi, jangan dibaca dulu ya sebelum sampai rumah" Tuturnya seraya berlari masuk ke dalam rumah.

Ah jadi seperti itu ekspresi malunya sangat manis dan cantik. Suaranya juga sedikit bergetar hebat saat memanggil namaku sepertinya dia sedikit kesal, sedih dan marah. Gadis itu sangat memukau pandangan saya 

"Memang Kamelia berbicara apa Jo?" Tanya Mateo padaku

"Tidak ada, Mat sepertinya dia tadi hanya sedikit kesal"

"Dia selalu terlihat kesal padaku, dia juga selalu terlihat marah. Entah apa yang ada di otak gadis kecil itu" Jawab Mateo dengan sedikit senyuman. Saya tidak habis pikir bagaimana seorang Mateo tidak peka terhadap perasaan anaknya kesayangannya yang paling cantik

"Dan dia sangat cantik saat berekspresi seperti itu" jawabku sambil tertawa memandangi sepucuk amplop yang gadis itu berikan. Aku penasaran apa yang sebenarnya Kamelia tulis di dalamnya

"Apa Jo? dia memang gadis yang cantik bukan? hahaha. Dia anakku Jo tentu saja dia cantik selain itu dia juga pintar Jo" jawabnya dengan sedikit rasa sombong

"Jelas, baiklah tuan Mateo yang terhormat saya pulang dulu" jawabku singkat sambil menutup pintu mobil

Di perjalanan aku terus memperhatikan surat putih itu sambil tersenyum. Apakah yang sekiranya gadis angsa itu tulis untukku.