Theresia

Theresia

Ten

0

Ku buka kelopak mataku yang warnanya kini semakin menghitam, namun segera ku rapatkan lagi. Cahaya yang menusuk mataku mengiris begitu perih. Ku tutup rapat-rapat tanpa celah. Namun entah mengapa, entah dari mana. Ku rasakan air keluar darinya dan terjatuh begitu saja.  Ah, inilah emosi yang ku rahasiakan. Tetesan perasaan yang kubendung. Namun aku tak mengenalinya, dia begitu asing. Perasaan apa ini? ku rasakan dia merasuk, menyebar dan memenuhi tiap ruang dadaku yang bahkan aku sendiri tak pernah tau keberadaannya. Kekuatan yang begitu besar. Aku tak tahu kesendirian bisa begitu menyiksa. Ku balikkan tubuhku yang bergetar karena isakan sambil memeluknya sekuat tenaga. Aku sendirian, di dunia ini, bersama dengan hatiku yang semakin hari menyusut di telan kesunyian.

Semua hal sama. Pagi yang sama, waktu yang sama, udara yang sama.  Namun sekaligus juga sangat berbeda. Rumah dengan tulisan "tanah dan bangunan ini telas disita" bagitu sepi. Tak ada mba yang menyiapkan sarapan, tak ada supir yang selalu siap sedia, tak ada ayah dan pelukannya yang hangat. Sudah sebulan ini ku selalu memakai ojek online untuk bepergian, aku tak mengeluh sedikitpun. Aku bisa melakukannya, aku gadis yang hebat. Namun tetap saja ada rasa gelisah yang teramat sangat di hatiku.

Seketika setelah ku langkahkan kakiku turun dari motor ojek ini, seluruh mata menghujaniku dengan pandangan aneh, seakan menghakimiku dengan berbagai macam ejekan, apa mungkin ini hanya perasaanku saja. Ku angkat wajahku tinggi-tinggi. "Tidak! tak kubiarkan siapapun melemahkanku" bisikku pada diri sendiri. Kulangkahkan kakiku perlahan penuh kepercayaan diri dengan disaksikan berpasang-pasang mata. "Aku, Theresia, gadis yang memiliki segalanya dan selalu mendapatkan keinginannya. Aku cantik, berkelas, dan memikat. Tidak ada yang bisa merubahnya. Siapa juga yang membutuhkan kalian, bahkan dengan keadaanku yang seperti ini saja kalian  tetap iri padaku."  Pandangan-pandangan itu tetap sama walau tanpa sepatah katapun terlihat jelas artinya. 

Kini aku sendirian, orang-orang yang kusebut teman telah menjauhiku. Sahabat yang tiap saat bersama kini meninggalkanku. Kemana perginya gadis-gadis itu, ah mereka tidak pergi sama sekali. Mereka di sini, diruangan ini. Melemparkan pandangannya jauh dariku. Lupakah mereka dahulu menjilatiku, bercanda, tertawa, mengabiskan waktu bersama. Apakah semua itu hanya khayalanku. Namun, inilah rupa asli manusia. ketika kawannya jatuh ke lubang, mereka hanya melihat, pergi dan melupakan. Sia-sia saja kuhabiskan waktuku dengan pengkhianat-pengkhianat itu. 

"Sia? kamu sedang apa?" tanya gadis di sampingku yang  tak ku tahu siapa namanya. "boleh aku pinjam pulpen?' tanyanya sekali lagi. Aku memandangnya untuk beberapa saat. Dia terlihat asing dengan rambut pendeknya yang di warnai coklat. Ku raih tas hitam yang ada di hadapanku dan mulai merogok-rogok isinya. Kuserahkan sebuah pulpen padanya tanpa berkata apapun. "Terimakasih" ucapnya disertai senyuman yang hangat. Ah, sudah sangat lama aku tak melihat orang tersenyum padaku. Senyuman itu seakan meredakan isi hatiku yang berkobar karena kekesalan. Entah mengapa dari gadis itu terpancar aura lembut walaupun dengan tampilannya yang tomboy. kupalingkan wajahku darinya, "siapa ya namanya" pikirku dalam hati. "Sebaiknya ku tanya saja" ketika aku bersiap-siap akan menyapanya, bibirku kembali tertutup. "Tidak, aku tak membutuhkan teman. Aku baik-baik saja tanpa siapapun" tegasku dalam hati. Dia hanya akan ada di saat senang, segera setelah dia mengetahui semuanya dia akan meninggalkanku. Tak ada ketulusan, tak ada kesetiaan di dunia ini.