Tap tap tap. Suara sepatu pantofel yang sedikit bergesekan dengan lantai koridor istana itu tampaknya menimbulkan suara yang sedikit bergema. Orang-orang perlahan menolehkan kepala mereka untuk mencari sumber suara. Mereka semua secara serentak menundukkan kepala mereka, sebuah upaya untuk menunjukkan rasa hormat mereka kepada laki-laki dengan tatapan tajam dan mengintimidasi itu.
Laki-laki itu menghentikan langkah kakinya, tubuh tegapnya itu kini berada di depan sebuah ruangan besar yang dijaga oleh dua orang penjaga tepat di sisi kiri dan kanan pintu.
"Tuan Raiden." Dua penjaga itu membungkuk hormat kepadanya membuat laki-laki itu menatap keduanya dengan manik onyx hitam kelamnya.
Penjaga itu membuka pintu besar itu, mempersilahkan laki-laki itu untuk memasuki ruangan di balik pintu besar itu.
"Jenderal Angkatan Darat Gideon de Raiden menghadap Yang Mulia." Suara lantang itu terdengar ketika laki-laki itu memasuki ruangan itu, melihat laki-laki berambut kuning yang duduk di meja kerjanya.
Laki-laki dengan rambut hitam yang baru saja disebutkan namanya yakni Gideon de Raiden itupun akhirnya berlutut. "Gideon de Raiden menghadap Yang Mulia Kaisar, semoga sinar matahari terus menyinari Baston."
"Berdirilah Jenderal," ucap sang Kaisar membuat laki-laki dengan nama kecil Gideon itu kembali berdiri tegap, menghadap sang penguasa dengan tatapan yang masih sama.
"Apa yang membuatmu bergegas menemuiku usai peperangan yang panjang jenderalku? Aku pikir kau tidak datang hanya untuk melaporkan kemenanganmu di medan," tanya sang Kaisar dengan pemikirannya sendiri.
"Saya mendengar jika Grand Duke Millers Wilayah Utara yakni Grand Duke Jordanio Gemstone Millers mati karena diracun," ucap Gideon membuat sang kaisar kaget mendengarnya.
"Apa maksudmu?" tanya sang Kaisar dengan ketidakpercayaannya usai mendengar kabar itu dari mulut sang Jenderal. Sementara sang Jenderal menatapnya dengan tenang.
Sang Kaisar, Jake Owen Wilson itu menatap laki-laki di hadapannya dengan penuh tanya. Wajahnya yang penuh tanya itu jelas menunjukkan ketidaktahuannya sama sekali akan hal itu.
"Namun saat ini Grand Duke Millers dikabarkan meninggal dunia karena serangan jantung untuk menutupi kekhawatiran masyarakat," jelas Gideon masih dengan wajah tenangnya yang tak berubah.
"Masalah ini sangat gawat, bagaimana bisa Grand Duke Wilayah Utara yang tengah berada dalam masa jayanya tiba-tiba meninggal," ucap Jake dengan ekspresi seriusnya.
Gideon menegakkan kepalanya, menatap Kaisar di hadapannya itu dengan tatapan sedikit lebih angkuh dari sebelumnya. "Saya khawatir Tiga Pilar Yang Mulia berhubungan dengan kasus ini, hal ini jelas akan menimbulkan masalah yang lebih serius."
Jake tampak gelisah usai mendengar kata-kata yang Gideon lontarkan. Laki-laki itu tak pernah memberi perintah kepada Tiga Pilar untuk membunuh Grand Duke Wilayah Utara di masa jayanya, saat kemakmuran menyelimuti daerah yang diselimuti salju itu.
"Aku akan menyelidikinya lebih lanjut," ucap Jake membuat Gideon menganggukkan kepalanya.
"Karena kematian Grand Duke Gemstone, putrinya pun mengambil alih sebagai kepala keluarga, Grand Duchess Sienna Emerald Millers," ucap Gideon membuat Jake menegakkan kepalanya menatap Gideon.
"Kudengar dia perempuan yang sangat cerdas, sepertinya Wilayah Utara akan baik-baik saja dalam masa kepemimpinannya," ucap Jake sedikit bernafas lega setelah mendengarnya.
"Saat ini beliau tengah dalam perjalanan menuju Baston, saya mendengar bahwa beliau tengah beristirahat di penginapan perbatasan Baston," ucap Gideon membuat Jake yang mendengarnya tampak kaget.
"Mengapa tidak ada pemberitahuan jika ia datang kemari?!" ucap Jake dengan keterkejutannya usai mendengar kabar yang begitu tiba-tiba.
"Grand Duchess sepertinya berteman baik dengan Putri Duke Raulin, kemungkinan beliau kemari untuk mengunjunginya," jelas Gideon dengan suara yang begitu tenang.
Jake memijat sedikit kepalanya, merasa sedikit pusing usai mendengar kabar itu lalu kembali menatap Gideon. "Namun tetap saja, kedatangan Grand Duchess Wilayah Utara ke Baston harus disambut dengan meriah, sebaiknya kita mengirimkan undangan kepadanya untuk memasuki istana dan mengadakan pesta dansa."
Gideon menyeringai tipis usai mendengar kalimat itu, menatap Jake yang duduk di meja kerjanya tampak pusing memikirkan hal-hal yang baru saja ia beritahukan.
"Suruh orang mengirimkan undangan. Ah tidak-tidak, akan lebih cepat jika kau yang memberikan undangan itu Jenderal," ucap Jake.
"Maka saya akan mengirimkan undangan kepada Grand Duchess Millers sesegera mungkin sebelum fajar Yang Mulia," ucap Gideon dengan patuh.
°°°
Perempuan dengan rambut merah muda panjang itu menatap pantulan tubuhnya di cermin, melihat gaun tidur yang sedikit tipis dan seksi yang membalut tubuh indahnya hingga suara ketukan pintu terdengar.
"Ada apa?" Perempuan itu bersuara dengan sebuah suara yang terdengar tegas dan dingin, suara yang kurang lebih menunjukkan betapa dinginnya ia.
"Jenderal Angkatan Darat Kekaisaran Baston sedang dalam perjalanan kemari Grand Duchess," ucap seseorang dari luar pintu membuat perempuan dengan gelar Grand Duchess itu menyeringai.
"Aku akan menyambutnya di kamar tidurku, suruh orang untuk menyiapkan cemilan dan teh hangat," titah sang Grand Duchess.
"Baik Grand Duchess, sesuai perintah Anda," ucap seseorang dari luar sana.
Grand Duchess itu mendudukkan dirinya pada sofa, perempuan bernama asli Sienna Emerald Millers itu menunggu dengan tenang hingga beberapa pelayan perempuan meletakkan cemilan dan teh hangat di meja yang berada tempat di hadapannya. Setelahnya para pelayan itu keluar.
Sekitar lima belas menit kemudian seseorang kembali mengetuk pintu, memberi tahukan jika sang jenderal telah tiba. Sienna pun menyuruh orang itu untuk mempersilahkannya masuk.
Sienna beranjak dari duduknya saat pintu besar ruangan itu terbuka. Dengan tenang Sienna melihat laki-laki dengan tubuh tegap dan paras yang menawan itu memasuki kamarnya hingga pintu itu kembali tertutup.
Gideon, sang Jenderal Angkatan Darat Kekaisaran Baston itu berlutut di hadapan perempuan yang mengenakan pakaian minim dan seksi itu dengan rasa hormat. "Gideon de Raiden menghadap Grand Duchess Millers."
"Berdirilah Gideon Harrington." Kata-kata itu membuat Gideon berdiri, menegakkan kembali tubuh tegapnya.
"Ada keperluan apa kau kemari begitu terburu-buru Jenderal? Apakah hanya karena karena sebuah kertas engkau begitu terburu-buru?" tanya Sienna dengan wajah dinginnya.
"Benar," jawab Gideon.
"Bagaimana jika kau berbohong kepadaku Jenderal? Bagaimana jika kau punya maksud lain dengan kedatanganmu yang begitu terburu-buru?" tanya Sienna masih dengan wajah dinginnya.
"Maka saya akan menyerahkan diri saya kepada Anda," ucap Gideon dengan suara yang terlampau tenang dan wajah datarnya.
"Kalau begitu, aku tanya sekali lagi. Ada keperluan apa kau kemari begitu terburu-buru Jenderal? Apakah hanya karena sebuah kertas engkau begitu terburu-buru?" tanya Sienna sekali lagi, mengulangi pertanyaan yang sebelumnya ia ajukan.
"Benar." Gideon masih menjawab dengan jawaban yang sama. Sementara Sienna yang mendengar kalimat itu tersenyum miring.
Perempuan dengan rambut merah muda itu berjalan mendekati Gideon dengan tenang. Sementara Gideon berdiri di tempatnya tanpa bergerak barang sedikit pun. "Kau berbohong."
"Aku lebih merasa kau merindukanku Yang Mulia," lanjut perempuan itu dengan senyuman miring. Perlahan jemari lentik perempuan itu terangkat, menyentuh pipi laki-laki di hadapannya itu yang terasa begitu dingin.
Gideon terdiam saat Sienna menyentuh pipinya dengan tangannya yang terasa sedikit hangat. Pandangannya pun bertemu dengan manik emerald hijau indah milik perempuan di hadapannya itu. Hingga matanya teralihkan ke arah bibir mungil perempuan itu yang terasa begitu menggodanya.
Gideon mengangkat tangannya, menyentuh bibir kemerahan itu dengan ibu jarinya lalu kembali menatap manik emerald hijau milik perempuan itu. "Benar, saya merindukan Anda."
Usai kalimat yang terdengar begitu indah itu laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada wajah sang Grand Duchess, melumat bibir kemerahan itu dengan rakus.