"Aku pulaaanggg-" kataku seiring aku membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Kutarik nafas dalam-dalam lalu kulepas saat aku merasakan hembusan AC rumahku yang adem. Ingin rasanya aku duduk meluruskan kakiku di sofa sekaligus ngadem bawah AC untuk menghilangkan keringatku, tapi ada yang lebih penting sekarang.
Aku laper. Laper banget. Setelah seharian jerat-jerit, ditarik-tarik, kepanasan, sekarang yang paling kubutuhkan adalah makan. Bukannya kak Glorya tadi gak ngajak aku makan tapi gak enak aja makan banyak-banyak kalau dibayarin gitu. Apalagi tadi sebelum pulang, tiba-tiba ada kejadian kayak gitu lagi, aku jadi makin laper kan?
Maka dari itu, aku langsung berjalan melewati ruang depan dan ruang tengah rumahku kemudian aku tiba di sumber segala makanan yang ada di rumah ini. Dapur. Kebetulan sekali mamiku sedang berdiri di depan kompor yang sudah mengeluarkan harum wangi.
"Makan apa kita, Ma?" tanyaku sambil mencoba-coba untuk mengintip masakan mamiku.
"Tumis kangkung, Vell."
"Kangkung!? Yammpun, Mi, kita udah dari kapan makan kangkung melulu! Bosen kali!"
"Jangan gitu, Vell." Papiku muncul entah dari mana dan sekarang berdiri membayangiku dari belakang. "Tumis kangkung dan daging sapi buatan mama kamu itu nomor satu. Makan tiap hari gak akan bosen deh."
"Ya Papi gak akan bosen, aku kan enggak suka. Sekali-kali bayem atau apa gitu kek," protesku. Benar memang kangkung buatan mamaku tidak pernah mengecewakan, tapi bukan berarti aku harus makan itu tiap hari juga kan?
"Vell, kok kamu jadi item gini? Abis dari pantai?"
Aku menarik lengan bajuku dan benar saja ada perbedaan warna kulit antara yang tertutup dan tidak. Iyalah belang, berangkatnya tiba-tiba gitu aku mana siap sunblock dan segala macem.
"Enggak, Pi. Aku habis dari duf-"
kata-kataku berhenti saat aku melihat seseorang lagi anggota keluargaku yang tiba-tiba muncul. Aku langsung cepat-cepat menyembunyikan tangan kiriku ke belakang badan agar tidak ketahuan.
"IH!!! KAK VELLY ABIS DARI DUFAN YA!!"
Yah-ketahuan.
"Enggak, miy, Tadi Kakak abis dari-"
"Bohong! Bohong!! Itu di tangannya ada bekas cap! Curang! Curang!!" rengeknya.
Aku sudah tidak bisa berbohong lagi. Adikku, Miya Natasya Horison yang usianya berjarak 9 tahun dariku itu terlanjur melihat buktinya.
"Curang!! Curang!! Katanya mau ngajak aku ke Dufan tapi malah pergi sendiri!!" lagi, Miya merengek lalu menarik tangan kiriku yang masih ada cap dari Dufan. "Ih, udah curang, bau lagi!"
"Miya, jangan teriak-teriak udah malem! Vell, kamu mandi dulu sana baru makan. Mami dah gorengin nugget sama sup buat kamu dan miya."
Akhirnya dengan leraian dari Mamiku, miya berhenti juga menarik-narik tanganku meski dia belum berhenti menggerutu. Tidak ada yang bisa kulakukan untuk sekarang ini untuk merayu miya agar dia mau bicara lagi padaku. Sejak awal aku memang sudah pernah berjanji padanya akan mengajaknya ke Dufan, tapi ya mana tau aku juga gak ada rencana buat pergi ke Dufan hari ini.
"Huh! Kakak nyebelin!!" Miya akhirnya pergi dari hadapanku kemudian menghilang entah ke mana. Aku tak berusaha merayu atau sebagainya karena aku tahu kalau sudah begini tak ada apapun yang bisa merayunya, kecuali aku mengajaknya ke Dufan sekarang juga. Aku pun mengambil handukku mandi. yang dijemur di teras lalu aku
Naaah daripada ngelamun nungguin aku mandi, lebih baik aku cerita sedikit mengenaiku.Namaku Velly Andelia Horison . Anak sulung dari papiku yang super ganteng dan keren walau kadang-kadang resenya minta ampun yang dikenal dengan nama Alexander Horison dan mamiku yang kecantikannya menular padaku dan adikku, Gabriella Horison. Kalian sudah bertemu dengan adikku yang meski sudah berseragam putih-biru, tetap saja manjanya bukan main. Namanya adalah Miya Natasya Horison.
Kakekku berasal dari Eropa tapi karena bisnis, beliau datang ke Negara ini. Setelah lama tinggal di Negara ini , akhirnya kakeku bertemu dengan nenekku dan terciptalah keluarga Horison di sini. Papaku sendiri sekarang masih di Kota A mengurusi bisnis peninggalan kakekku jadi kami semua juga tinggal di sini. Kami bukan orang kaya kok, tapi semua kebutuhan kami semuanya tercukupi dan keluarga kami juga tidak pernah mengalami sakit yang aneh-aneh. Dan aku bersyukur kepada Tuhan atas semuanya itu.
Setelah aku mandi, aku mengeringkan rambutku dengan hairdryer sebelum aku pergi ke ruang makan. Seperti biasa, kalau keluarga kami sedang ada di rumah semuanya, kami pasti makan malam bersama. Baik itu makan bersama di rumah atau makan di luar. Makanannya sederhana tapi kan yang penting kebersamaannya gitu...hehe.
Seperti biasa, kami semua duduk di meja bundar. Papaku memimpin doa ucapan syukur atas makanan dan kebersamaan yang telah diberikan oleh Yang Maha Esa, kemudian barulah acara makan malam kami dimulai.
"Miy, ambilin piring nugget-nya dong," kataku.
"Huh, ambil sendiri sana." Jawaban yang sudah kuduga, Miya masih marah padaku. Terlihat dari pipinya yang masih menggembung-gembung enggak jelas.
"Miya, gak boleh gitu ah," ucap papaku sambil mengambilkan piring berisi potongan ayam goreng itu. "Kakak kamu kan kerja di sana, bukan main." Tumben-tumbenan juga papaku belain aku, biasanya juga gak peduli.
"Tapi tapi Kak Vell kan udah janji-"
"Dah, Miya. Minggu depan kita ke Dufan sekeluarga ya?" kata papaku lagi.
"Loh? Papa minggu depan bukannya ke Sur-" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, kakiku tiba-tiba diinjak oleh mamaku. Barulah aku sadar kalau ucapan papaku barusan semata-mata untuk membujuk Miya. Efektif sih toh lagipula besok lusa juga si Miya udah lupa lagi. "Nah -sekarang jangan cemberut lagi. Papa gak mau ada yang cemberut-cemberut di saat lagi kumpul keluarga kayak gini."
"Hmmm-" jawab Miya meski dia masih tidak mau melihat ke arahku.
"Papa punya pengumuman lain yang gak kalah penting. Tiga minggu lagi kan Oma ulang tahun yang ke-88, jadi kita bakal ngunjungin rumah Oma di Kota B. Sekalian kumpul-kumpul sama saudara-saudara kita yang lain juga. Kan udah lama kita gak ngumpul."
"Asyik! Nginep kan, Pa?" adikku menduluiku bertanya.
"Nginep dong. Hari jumat pagi kita berangkat, pulangnya minggu sore," jawab Papaku. "Vell, kamu gak ada jadwal kan hari itu?"
Aku menggeleng. Setelah aku menelan makananku, barulah aku menjawab, "Aku kosongin kok, Pa. Tenang aja."
"Iya jangan sampai gak ikut, Vell. Soalnya saudara-saudara kita dari luar kota juga pada dateng," tambah mamaku.
"Iya ikut kok, Mah. Aku juga kangen sama Oma," jawabku lagi. Ngomong-ngomong Oma yang dimaksud adalah mama dari mamaku. Sebenarnya aslinya Omaku lahir dan tinggal lama di Kota A tapi pindah ke Kota B sekitar 15 tahun yang lalu karena kebetulan dapat rumah murah di perbatasan Kota B.
Tak lama kemudian, acara makan malam pun selesai. Aku menyikat gigiku lalu pamit lebih cepat ke kamar tidurku untuk beres-beres dan beristirahat. Setelah menutup pintu rapat-rapat, aku merebahkan diriku di atas ranjang yang bermandikan warna ungu dan biru. Kutatap langit-langit kamarku cukup lama sampai akhirnya aku mengambil kameraku. Kebetulan masih ada beberapa foto kak Glorya yang tersisa di memori kameraku. Kutatap gadis aneh yang memaksaku jalan-jalan hari ini berkali-kali.
"Hari yang benar-benar aneh," gumamku tanpa sadar. "Tapi sebenarnya kak Glorya kenapa ya sampai sebegininya?"
Pertanyaanku belum terjawab, aku sudah merasakan ngantuk yang dashyat. Akhirnya kumasukkan kembali kameraku ke dalam tasnya lalu aku merapikan ranjang sebelum aku mengakhiri hari yang aneh ini.