“Tidak mau!” Tolak Ra On seketika setelah kakeknya menyodorkan surat undangan untuk mengikuti pemilihan Putri Mahkota.
“Kakek tahu kamu pasti akan menolaknya. Tapi menurut Kakek, dari pada kau memutuskan untuk tidak menikah seumur hidupmu, lebih baik kau mengikuti pemilihan ini,” jawab Hong Gyeong Nae, kakek Hong Ra On, kalem. “Lagi pula jika tidak terpilih, kau akan sama-sama sendiri seumur hidupmu,” lanjut Hong Gyeong Nae sambil melirik nakal pada cucunya.
Di era Joseon[1] ini, memang sudah aturan jika masuk dalam dua kandidat terakhir pemilihan Putri Mahkota, maka kandidat yang tidak terpilih tidak diijinkan menikahi pria lain. Jika Putra Mahkota berbaik hati menjadikannya selir, maka dia akan menjadi selir. Namun, jika tidak maka dia harus hidup sendiri seumur hidupnya.
“Tapi aku dan Lee Yong, bukan, maksudku Putra Mahkota hanya berteman. Mana mungkin aku menjadi kandidat calon istrinya?” Keluh Ra On. Putra Mahkota memang sahabat Ra On, meskipun mereka belum lama saling mengenal. Bahkan Ra On baru menyadari bahwa Lee Yong adalah Putra Mahkota Kerajaan Joseon beberapa bulan yang lalu. Justru karena dia tidak menyadari status Lee Yong yang sesungguhnya, mereka bisa menjadi teman akrab. Lee Yong selalu berada di sisi Ra On di saat Ra On dalam kondisi terpuruk. Terutama saat ini. Saat Ra On harus merelakan pria yang dicintainya untuk menikah dengan saudara kembarnya yang sakit-sakitan, Hong Cheon Gi.
“Lantas, kau ingin Kakek mengembalikan surat ini kepada Yang Mulia Raja? Ah, apa boleh buat. Mungkin Kakek akan tercatat dalam sejarah sebagai satu-satunya kepala keluarga yang menolak undangan pemilihan Putri Mahkota,” keluh kakeknya pura-pura bersedih.
“Tidak perlu. Biar aku yang mengembalikannya langsung pada Putra Mahkota,” kata Ra On sambil menyambar surat undangan yang terletak di atas meja kemudian berdiri dan meninggalkan kakeknya tanpa memberi salam.
“Astaga anak itu! Sudah disekolahkan di Sungkyunkwan tapi masih saja tidak punya sopan santun. Bagaimana dia bisa terpilih kalau masih seperti ini tingkah lakunya?” Keluh Hong Gyeong Nae. Tapi beberapa detik kemudian, dia tersenyum. Sepertinya usahanya berhasil untuk mengalihkan pikiran cucunya dari patah hati yang sedang dialaminya. Jika cinta yang lama telah pergi, maka cinta yang baru harus datang bukan? Apalagi cinta itu berasal dari Putra Mahkota.
Hong Ra On memang berbeda dengan gadis-gadis Joseon lainnya. Dia adalah satu-satunya gadis yang bersekolah dan lulus dari Sungkyunkwan, universitas yang ada di Joseon dan khusus untuk para calon pejabat negara. Hanya laki-laki yang diijinkan bersekolah di sana. Namun, Hong Ra On bersikeras untuk bisa bersekolah di Sungkyunkwan. Karena Hong Gyeong Nae dulunya adalah rektor sekaligus guru besar di sana, maka Hong Ra On diijinkan mengikuti ujian masuk Sungkyungkwan. Hong Ra On pun berhasil lulus ujian masuk tanpa perlakuan khusus dan berhasil lulus dari Sungkyunkwan dengan nilai tertinggi mengalahkan siswa laki-laki yang ada di sana.
Hong Ra On memiliki saudara kembar bernama Hong Cheon Gi yang terlahir dengan lemah jantung sehingga sering sakit-sakitan. Meskipun memiliki wajah yang sangat mirip, namun sifat mereka sangat bertolak belakang. Cheon Gi sangat kalem dan lemah lembut. Dia pandai melukis. Saat mengikuti festival melukis lah Cheon Gi bertemu dengan Kim Yoon Sung, cucu Perdana Menteri, yang saat itu berstatus sebagai kekasih Ra On. Cheon Gi yang tidak tahu bahwa Yoon Sung adalah kekasih Ra On, malah jatuh cinta pada pemuda itu. Karena merasa kasihan pada Cheon Gi yang sakit-sakitan, Kim Yoon Sung pun memutuskan untuk menikahi Cheon Gi dan berpisah dari Ra On. Menurutnya tidak ada bedanya antara Cheon Gi dan Ra On, toh wajah mereka sama. Hal itu membuat Ra On patah hati sampai sekarang.
Padahal di sisi Ra On ada Lee Yong, Putra Mahkota yang jatuh cinta pada Ra On sejak pertama mereka bertemu. Namun, karena saat itu Ra On sudah mencintai Kim Yoon Sung, maka Lee Yong hanya menyimpan perasaannya sendiri dan memutuskan untuk menjadi sahabat Ra On. Tapi sepertinya langit berpihak pada Lee Yong. Kim Yoon Sung justru menikahi wanita lain. Itulah sebabnya dia segera meminta ayahnya untuk mengadakan pemilihan Putri Mahkota dan mengundang cucu dari guru besarnya itu. Lee Yong tidak ingin kehilangan kesempatan kedua yang dimilikinya. Saat ini di sinilah dia, berdiri di hadapan Hong Ra On untuk menerima penolakan tajam dari gadis itu.
“Kau sudah gila ya? Kenapa kau memintaku untuk ikut pemilihan Putri Mahkota?” Serang Ra On dengan emosi tinggi. Dia sudah lupa dengan status pria yang berdiri di hadapannya.
“Waaahh! Jika orang lain mendengar ucapanmu ini, kau bisa masuk penjara. Berani-beraninya kau mengatai seorang Putra Mahkota ’gila’?” Sahut Lee Yong sambil berkacak pinggang.
Respon yang dikeluarkan Lee Yong sangat menyimpang dari topik pembicaraan. Hal itu membuat emosi Ra On langsung turun drastis menjadi lima puluh persen. Dia marah tapi sekaligus ingin tertawa. Entah kenapa setiap berada di dekat pemuda itu, Ra On selalu merasakan berbagai macam emosi secara bersamaan. Tapi justru itu yang membuatnya betah bersama Lee Yong. Tingkah dan ucapan Lee Yong selalu bisa membuatnya melupakan masalah yang sedang menimpanya. Susah payah Ra On menahan dirinya supaya tidak ikut keluar jalur.
“Tidak. Kali ini aku serius. Baiklah, saya minta maaf atas kelancangan saya, Yang Mulia. Tapi saya menolak untuk menerima undangan ini,” kata Ra On sambil menyerahkan surat undangan itu pada Lee Yong.
“Kenapa? Kau tidak ingin balas dendam pada Kim Yoon Sung? Bahwa kau bisa mendapatkan pria terbaik di Joseon?” Tanya Lee Yong tersenyum sambil meletakkan ibu jari dan telunjuknya yang membentuk huruf V di bawah dagunya.
“Ini bukan masalah balas dendam. Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menikah denganmu. Kau sendiri bagaimana bisa punya ide aneh seperti ini? Memilih Putri Mahkota bukanlah main-main!”
“Siapa bilang aku main-main. Aku serius. Aku ingin kau yang menjadi Putri Mahkota ku.”
“Kenapa?”
“Karena aku menyukaimu!”
“Apa?”
“Aku sudah menyukaimu sejak pertama kita bertemu. Namun selama ini kau hanya melihat Kim Yoon Sung. Ra On, aku...”
“Tunggu-tunggu! Ini mendadak sekali. Kau pikir menyukai seseorang bisa semudah itu? Bahkan sampai sekarang aku masih memikirkan Kim Yoon Sung. Bagaimana bisa aku menerima perasaanmu? Aku tidak bisa. Maaf.” Ra On pun meninggalkan Lee Yong yang masih membisu di sana. Apakah ini adalah akhir dari segalanya? Pikir Lee Yong sedih.
Berhari-hari Lee Yong memikirkan bagaimana caranya untuk menyelesaikan masalah ini. Dia tidak ingin hubungannya dengan Ra On menjadi berantakan gara-gara pernyataan cintanya yang mendadak. Akhirnya dia pun memutuskan untuk menemui gadis itu kembali, meskipun Ra On enggan bertemu dengannya.
“Tidak ada yang ingin kukatakan padamu,” kata Ra On pada Lee Yong yang menunggunya di depan Balai Pengobatan Umum. Sejak lulus dari Sunkyunkwan, Ra On meneruskan pendidikannya di bidang pengobatan.
“Tapi aku ada. Tidak lama. Jika aku berbohong, kau bisa memukulku.”
“Baiklah, katakan.”
“Aku sudah memikirkannya berhari-hari. Ra On, aku tidak pernah memintamu untuk menerima perasaanku. Aku hanya ingin kau menjadi Putri Mahkota dan tetap menjadi sahabatku. Itu saja. Aku tidak butuh kekasih. Aku hanya butuh seorang sahabat yang selalu di sisiku. Karena dalam dunia sahabat, tidak ada kata berpisah.”
Ra On terkejut mendengar pernyataan Lee Yong barusan. Pemuda yang selalu bersikap seenaknya sendiri dan tidak pernah serius itu, ternyata punya sisi bijak juga. Tidak salah kalau dia adalah Putra Mahkota negeri ini.
“Hanya itu yang ingin kukatakan. Aku akan menerima apapun keputusanmu,” lanjut Lee Yong sambil meraih tangan Ra On dan menyerahkan kembali undangan pemilihan Putri Mahkota.
***
Hari pemilihan Putri Mahkota pun tiba. Semua gadis dari keluarga bangsawan mengikuti acara penting itu. Siapa pula yang tidak ingin menjadi calon wanita nomor satu di negeri Joseon? Bahkan Ra On pun akhirnya mengikuti pemilihan itu. Setelah memikirkan, mempertimbangkan, dan mengingat hubungannya dengan Lee Yong, ditambah sedikit bujukan dari kakeknya, Ra On pun memutuskan untuk hadir dalam acara itu.
“Masa depan cerah sudah ada di depanmu. Tidak baik jika kau terus melihat masa lalu. Ingat, takdir manusia itu tidak hanya ditentukan oleh langit. Tapi juga tangan manusia itu sendiri.” Itu adalah nasihat dari kakeknya yang membuat Ra On semakin yakin untuk mengikuti pemilihan Putri Mahkota. Untuk apa dia terus bersedih karena ditinggalkan Kim Yoon Sung? Mungkin saat ini Kim Yoon Sung sudah tidak memikirkannya lagi. Jadi, dia juga harus segera move on.
Tahap demi tahap seleksi berhasil Ra On lalui. Sekarang hanya tinggal dua kandidat yang tersisa, yaitu Hong Ra On dan Jo Ha Yeon. Jo Ha Yeon adalah putri dari Menteri Pendidikan. Dia sangat cantik, santun dan pintar. Ra On sendiri tidak yakin dia akan terpilih karena Jo Ha Yeon bukanlah tandingan yang mudah. Saat ini mereka sedang duduk di hadapan Raja dan Permaisuri. Raja sendiri yang akan memberi pertanyaan terakhir dan memilih salah satu dari mereka untuk menjadi Putri Mahkota. Biasanya Raja tidak pernah ikut dalam acara pemilihan Putri Mahkota karena sudah sepenuhnya diserahkan kepada Permaisuri. Akan tetapi, Raja penasaran dengan gadis bernama Hong Ra On yang setiap saat namanya selalu keluar dari mulut Putra Mahkota. Raja ingin membuktikan apakah perkataan putranya selama ini benar mengenai gadis itu.
“Aku hanya ingin memberi satu pertanyaan untuk kalian. Jadi, kalian tidak perlu khawatir,” kata Raja kepada dua kandidat terakhir yang duduk di hadapannya. “Apa arti Putra Mahkota bagi kalian?” Raja pun melontarkan pertanyaannya.
Jo Ha Yeon pun menjawab dulu. “Putra Mahkota adalah calon pemimpin negeri ini. Dia adalah seseorang yang harus didukung dan dihormati. Setiap kebijakan yang dibuatnya wajib dijalankan oleh para....” Jo Ha Yeon pun menjawab dengan berbagai teori yang sangat lengkap dan mengesankan. Ra On melihat Raja mengangguk setuju dengan jawaban Jo Ha Yeon. Nyali Ra On menciut. Karena jawaban yang ada di kepalanya sangat jauh dari yang dikatakan Jo Ha Yeon.
“Jawaban yang bagus, Nona Jo. Sekarang, aku ingin mendengar jawaban dari Nona Hong,” kata Raja sambil menatap Ra On.
“Bagi saya, Putra Mahkota adalah seorang sahabat,” jawab Ra On dengan suara tegas. Raja mengernyitkan dahinya mendengar jawaban Ra On yang aneh.
“Sahabat? Bisa kau jelaskan maksudmu, Nona Hong?” Tanya Raja pada jawaban aneh Hong Ra On. Namun, suara Raja terlihat antusias.
“Sahabat adalah sosok yang selalu berada di sisi kita dalam suka maupun duka. Sahabat selalu menemani saat kita sedang dalam kesulitan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Sahabat selalu setia, menyayangi, bahkan rela berkorban demi kita. Dan yang terpenting, dalam dunia sahabat tidak ada kata berpisah. Sosok seperti itulah yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin negeri ini.” Ra On pun mengakhiri jawabannya.
“Hahahaha.” Raja tertawa mendengar jawaban Ra On. Sekarang dia sudah membuktikan bahwa perkataan Lee Yong tidak salah.
Lee Yong tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Hong Ra On berdiri di hadapannya mengenakan hanbok[2] khusus untuk Putri Mahkota. Tapi bukan Lee Yong namanya kalau tidak menunjukkan gengsinya.
“Kupikir kau tidak akan ikut pemilihan, mengingat penolakanmu yang kejam kemarin,” rajuk Lee Yong.
“Kudengar kau butuh seorang sahabat. Karena aku tidak yakin ada orang lain yang bersedia menjadi sahabatmu, makanya kuputuskan untuk ikut pemilihan,” jawab Ra On tidak kalah gengsi.
Lee Yong akhirnya tertawa setelah mendengar jawab Ra On. Dia pun meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya.
“Benar. Aku memang butuh sahabat. Sahabat yang akan selalu di sisiku. Dan aku tidak ingin orang lain menjadi sahabatku selain dirimu.”
“Kalau begitu kau harus memperlakukan sahabatmu ini dengan baik.”
“Tentu saja. Dan aku tidak akan pernah melepaskan sahabatku ini sampai kapan pun.”
Ra On tersenyum senang mendengar perkataan Lee Yong barusan. Mereka pun saling tersenyum penuh arti. Ternyata begitu menyenangkan bisa melepaskan masa lalu dan berjalan menuju masa depan yang baru.