SWITCHED

SWITCHED

raishadvn

0

"Enak kali, ya, kalau bisa masuk ke cerita ini, terus jadi Arzia."

Kata-kata tidak masuk akal itu terhitung ratusan kali terucap dari bibir Shaira Alaviaa. Gadis yang baru tamat SMA bulan lalu itu kini sedang menjalani masa-masa pengangguran, yang dihabiskan untuk berkhayal dan juga menulis. 

Mengapa ia tidak mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia perkuliahan? Jawabannya hanya satu, ia mengklaim otaknya sudah gosong; jika dipakai berpikir nanti akan lebih gosong lagi. Jadi, ia ingin bekerja saja, mencari uang agar bisa keliling dunia nantinya. Tapi ... itu masih entah kapan akan terwujud, sebab sampai sekarang saja ia masih kesulitan mencari pekerjaan.

Hal itu membuat otak konyol Shaira semakin memimpikan masuk ke dunia novel. Kalaupun yang ia masuki nantinya bukan cerita tulisannya sendiri, tapi cerita teman-temannya, maka tidak masalah. Prinsip Shaira, 'seberat-beratnya hidup di dunia fiksi, tidak jauh lebih berat daripada dunia nyata'. 

"Ah, dahlah, mau tidur dulu. Mana tahu nanti bangun-bangun jadi istrinya Abang Aryan," gumamnya cekikikan sendiri. 

Aryan adalah karakter fiksi buatannya di dalam ceritanya yang berjudul 'Cinta Pengganti'. Dalam cerita itu, Aryan berperan sebagai suami karakter bernama Arzia, yang mana kedua tokoh itu menikah karena terpaksa. 

Abhi, calon suami Arzia, yang juga sahabat Arzia dan Aryan, menghilang tepat di hari pernikahan. Jadi, untuk menyelamatkan harga diri Arzia, Aryan terpaksa menjadi pengganti pengganti. 

Meski begitu, Shaira tetap ingin menjadi Arzia. Ia merasa Arzia adalah dirinya yang difiksikan. Keyakinan itu timbul setelah orang-orang yang dia kenal berpendapat karakter Arzia dan dia itu sama. Padahal saat menulis, ia tak merasa membuat karakter Arzia mirip dirinya.

Segala khayalan dan pikiran yang terus berputar dalam otak Shaira akhirnya berhenti saat kedua matanya memejam. Ia tertidur.

Bug!

Kedua mata Shaira terbuka tiba-tiba saat ia merasakan tubuhnya terpeleset dan jatuh ke jurang. Ia berkedip-kedip sesaat guna mengembalikan kesadaran. 

Setelah sepenuhnya sadar, ia menggerakkan kepalanya menoleh ke samping. Sepasang matanya membelalak saat sadar tempat ini bukanlah kamarnya. 

"Gue ada di mana?" gumamnya bertanya-tanya.

Perlahan Shaira mulai bangun, menginjakkan kakinya ke karpet bulu berwarna cokelat. Tunggu, bukankah lantai kamarnya berwarna putih dan tidak dipasang karpet? Lalu dari mana asal karpet ini dan siapa yang memasangnya?

Dengan beberapa pertanyaan yang masih berenang dalam kepalanya, ia mulai berjalan, menggerakan kakinya ke sebuah cermin yang berdiri menyandar di dekat pintu. 

Kedua bola mata Shaira nyaris melompat bersamaan dengan mulutnya yang terbuka lebar saat melihat bayangannya di cermin. Itu ... itu bukan dia, tapi Arzia!

Iya, tubuh yang ia lihat di cermin adalah gambaran karakter Arzia yang ia buat. Apa ia sedang bermimpi atau bagaimana? Bagaimana bisa dirinya masuk ke dalam novel tulisannya sendiri dan menjadi tokoh yang ia impikan?

"Demi Tuhan, ini nyata?" tanya Shaira masih tak percaya. 

Agar menjadi jelas, ia mencubit pipinya sendiri dan menjadi sedikit memekik karena terasa sakit. Jadi ... ini benar-benar terjadi? Ini nyata? Dia bertransmigrasi ke karakter novel impiannya? Sungguh? 

"Aaaa, astaga, gue seneng banget, ya Allah," Shaira melompat-lompat kegirangan di depan cermin itu. 

"Demi apa gue beneran jadi Arzia? Ini bukan mimpi, kan? MashaAllah, gue rasanya nggak percaya sumpah," oceh Shaira. 

Gadis itu menghentikan kegiatannya merayakan kejadian yang menimpanya ini. Ia berdeham, berusaha tidak lagi senyum-senyum sendiri, karena ia akan keluar. Ia akan bertemu anggota keluarga Arzia yang juga karakter-karakter favoritnya. 

Arzia memiliki satu orang kakak, namanya Ayara, juga adik bernama Alia. Sebelum kisah Arzia ditulis, yang ia tulis adalah kisah Ayara bersama katakter yang kini menjadi suaminya, Arshad. Pasangan itu adalah favoritnya. Ia sungguh tak sabar secara nyata bertemu dengan mereka. 

Shaira membuka pintu dan mulai menjejakkan kaki di luar. Kamarnya ini menghadap langsung ke ruang tengah yang sekarang tidak ada orang. Mungkin saja Ayara dan Arshad belum bangun, karena di dalam novel biasanya begitu.

"Arzia,"

Panggilan itu membuat senyum Shaira tak tertahankan. Rasanya ia ingin berguling-guling atau melompat-lompat sekarang juga. Itu suara Ayara! 

"Iya, Kak. Ada apa?" Shaira sudah berusaha semaksimal mungkin menahan senyumannya saat menghampiri Ayara di ruang makan. Rupanya Ayara sudah bangun dan di sini ada orang, hanya saja mata Shaira yang agak rabun. Ah, iya, di dunia nyata dia memang rabun, apa itu juga terbawa ke sini?

"Kenapa kau baru bangun? Kau juga belum memasak. Ayo sana memasak," perintah Ayara sedikit tidak ramah.  

Shaira---atau yang sekarang sedang dalam mode Arzia---berkedip-kedip sesaat. Sejak kapan Ayara memerintah adiknya dengan tidak ramah begitu? Sejak seri pertama, kisah Ayara, Ayara sangat-sangat menyayangi Arzia, bahkan rela melakukan apa pun agar adiknya itu bahagia, tapi ini? 

Ya, memang benar, di seri ini, Arzia yang selalu memasak karena Ayara sering terlambat bangun. Tapi Arzia tetap kesayangan Ayara. Bahkan Ayara tak pernah satu kali pun memarahi Arzia di kedua seri. Lupakan soal memarahi, bicara kasar saja tak pernah. Ayara adalah orang yang sangat lembut dan baik hati. Gambaran kakak idaman bagi Shaira yang memang tak punya kakak. 

"Itu, Kak ... aku sedikit terlambat, maaf," balas Shaira. 

"Lain kali jangan ulangi. Kau harus bangun tepat waktu dan memasak untuk kita semua," sahut Ayara sebelum beranjak pergi. 

Shaira masih diam mematung. Kenapa rasanya semua berubah? Perasaan dia tak pernah menulis seperti ini. 

Baiklah, tidak masalah. Mungkin Ayara sedang lelah, atau mendapat tamu bulanan dan menjadi sedikit galak begini. Toh ini baru satu karakter, karakter-karakter lainnya belum muncul. 

Shaira kemudian beranjak mengambil bahan-bahan masakan dan mencucinya. Sejujurnya ia tak tahu harus memasak apa, tapi akan ia coba apa saja. Di seri satu, Arzia juga sama sekali belum bisa memasak sama sepertinya, tapi di seri dua, Arzia sudah lumayan pintar memasak, berbeda dengan dirinya yang masih sama saja di kedua seri. 

"Di dunia nyata, aku bisa membuat aloo paratha, dan di cerita, Arzia juga sering memasak itu. Jadi, baiklah, aku akan masak itu saja," gumam Shaira seorang diri. Tentu saja, di sini hanya ada dirinya. 

Omong-omong, ke mana Aryan? Bukankah dia sudah menulis bahwa Aryan tinggal bersama keluarga Arzia? Apa Aryan sedang tidak pulang malam ini? Tapi kenapa? Sekali lagi, Shaira tak pernah menulis adegan seperti ini. Meski Aryan dan Arzia biasanya berdebat dan bahkan tidak tinggal sekamar, Aryan selalu pulang setiap malam. 

Mengabaikan soal itu, Shaira melanjutkan kegiatannya memasak. Dia tahu, dalam hal ini, dia sama persis dengan Alia, adik Arzia. Dia tidak bisa memasak dalam waktu singkat, begitupun dengan Alia. Bahkan jika masakannya hanya mie instan pun, dia dan Alia butuh waktu lebih dari 15 menit. 

Tiga puluh menit berlalu, Shaira baru menyiapkan adonan paratha dan merebus kentang. Proses ini masih lama, karena kentangnya bahkan belum diberi bumbu, belum lagi adonan yang harus dipipihkan. Mungkin akan butuh waktu satu setengah jam lagi sampai semuanya benar-benar siap. 

"Arzia! Arzia!" 

Tangan Shaira refleks berhenti memotong bawang saat mendengar suara Ayara lagi-lagi memanggilnya. Beberapa detik setelah suara itu terdengar, Ayara muncul bersama suaminya, Arshad, dengan wajah yang tidak ramah sama sekali. 

"Ada apa, Kak?" tanya Shaira benar-benar tak paham. Kapan dia membuat scene ini? Perasaan tidak pernah. 

"Kau ini melakukan apa saja? Sudah lebih dari setengah jam, tapi bahkan satupun adonan paratha belum siap? Kau tahu kami sudah kelaparan, ha?!" 

Shaira shock. Ayara marah? Ayara membentaknya? Ini sungguhan Ayara kakak Arzia? Atau Shaira sudah salah masuk novel? 

"Dia itu kan memang tidak bisa memasak, Kak. Pasti butuh lima jam lagi sampai satu aloo paratha-nya matang," cibir seseorang yang baru datang. Seseorang yang begitu terlihat, membuat Shaira bertambah shock setengah mati. Aryan, ya, itu Aryan. 

"Ini akibat kau dulu selalu memanjakannya, Ayara. Dia jadi sangat-sangat pemalas, padahal dia itu perempuan, urusan dapur adalah urusannya," timpal Arshad. 

Shaira ternganga. Belum sempat dia mengatakan apa-apa lantaran rasa shock-nya yang besar, Ayara sudah menimpali lagi, "Kau benar. Menyesal sekali aku dulu memanjakannya. Seharusnya aku mendengarkan apa kata Bibi Amrita." 

Mulut Shaira tidak bisa tertutup sampai sekarang. Apa lagi ini? Dia sungguh tidak mengerti. Sejak kapan Ayara bisa bersikap begitu? 

Masih shock dengan perubahan drastis yang tidak pernah dia tulis ini, Shaira mendengar seseorang tertawa. Seseorang yang bisa ia lihat tengah memainkan keyboard dengan santai. 

"Kau dulu selalu membuatku menderita sampai hidupku tidak ada bahagia-bahagianya 'kan, Sha? Sekarang lihat, bagaimana aku membalasmu dengan siksaan yang lebih seru. Aku jamin, hidupmu akan berkali-kali lipat lebih menderita dariku," kata sosok itu dengan tawa jahatnya. 

Shaira lemas, hampir pingsan, karena menyadari seseorang yang berpenampilan menyerupai dirinya dan tengah duduk manis di kamarnya itu adalah Arzia. Ya, dia Arzia, karakter yang dia tulis dalam novel ini. Karakter favoritnya, yang sayangnya selalu menderita. 

Sekarang, Shaira mengerti. Dia dan Arzia bertukar tubuh dan alam. Dia masuk ke novel dan menjadi Arzia, sementara Arzia hidup di dunia nyata dan menjadi dirinya. Tuhan, apa lagi ini? Shaira ingin menangis rasanya. 


***** 


Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejaknya, ya ❤️