Sweet Mistake

Sweet Mistake

Auntumn Hazel

0

Shenra tak tahu entah sejak kapan mejanya berubah fungsi menjadi kursi, sehingga dengan seenaknya diduduki oleh seorang siswi yang sialnya sudah dari satu tahun yang lalu membuat jantung Shenra berulah ketika melihatnya. 


“Permisi, Bu Ibu. Maaf, saya mau menaruh tas, kiranya Bu Ibu bisa pindah sebentar dari bangku saya?” ucap Shenra mengusir halus tiga siswi yang asik terbahak dengan hal yang tengah mereka obrolkan. 


Salah satu dari mereka menatap Shenra tajam, merasa kesal karena dipanggil “Bu Ibu”. 


“Ih, mulutnya itu. Kukepang juga nanti!” dengkus Laviena sambil turun dari meja Shenra lalu mengajak kedua temannya keluar kelas. 


Melihat hal itu Shenra hanya bisa menggelengkan kepalanya, tingkah gadis itu memang terkadang di luar nalar. Tapi, tak pernah membuat rasa cinta Shenra berkurang. 


Usai kepergian tiga gadis itu, Shenra memutuskan untuk duduk seraya menunggu bel masuk berbunyi. Di kelasnya baru dia dan satu teman laki-laki yang tengah bermain ponsel di kursi paling pojok kiri, sesekali bibirnya tersenyum sendiri. 


Bosan menunggu bel yang masih lima belas menit lagi berbunyi, laki-laki itu pun memilih untuk membuka ponselnya. Masuk ke aplikasi membaca komik atau manga. 


“Ih, wibu!” celetuk seseorang.


Shenra reflek melirik si empunya suara. Seorang siswa berkacamata dengan kedua alis yang mirip seperti angry birds itu tengah melayangkan tatapan mengejek padanya. 


“Berisik lo, upil Fir'aun!” balas Shenra tanpa melihat ke arahnya. Yang jelas membuat siswa itu geram, tapi tentu saja tidak berani mencari gara-gara dengan Shenra lebih dalam lagi. 


Memangnya kenapa sih? Bukannya Shenra baca komik itu tidak merugikan yang lain? Kenapa malah dia yang diganggu? 


“Astagfirullah! Kaget gue, setan!” Suara cempreng seorang wanita membuat Shenra mengalihkan matanya dari handphone ke ambang pintu. 


Seorang siswi berambut sebahu tengah memarahi siswa jail yang tadi mengejutkannya dari balik pintu. 


“Pagi-pagi udah nyari penyakit aja!” ucapnya kesal sambil menaruh tas di samping Shenra duduk. 


“Udah login lo, Gio?” tanya Shenra iseng, dia kembali membaca komik. 


“Yaelah, gue udah kebiasaan ngucap itu pas kaget. Dan, satu lagi, jangan panggil gue Gio! Panggil Vanny. Biar gue keliatan ceweknya!” protes siswi bernama Giovanny tersebut. 


“Suka-suka gue lah,” balas Shenra enteng yang seketika membuat Giovanny geram dan menarik telinga teman sebangkunya itu. 


Keduanya adalah teman dekat sedari kecil, bertetangga. Makanya, tak heran bila banyak orang yang mengira mereka adalah sepasang kekasih karena keduanya sangat dekat. 


Padahal yang sebenarnya mereka hanya sebatas teman, umur Giovanny yang lebih tua beberapa bulan dari Shenra membuat gadis itu malah menganggapnya seorang adik. Terlebih, keduanya juga beda keyakinan. 


“Dih, pagi-pagi udah pacaran aja kalian.”


Gerakan tangan Shenra yang sibuk menepis jari-jari Giovanny yang hendak kembali menarik telinganya pun terhenti. Saat gadis yang tadi pagi duduk di atas mejanya itu berjalan di samping mejanya. 


“Cemburu, Neng? Kiw kiw!” ledek Giovanny sambil menaik-turunkan alisnya. 


Sementara Laviena menggeleng cepat. “Nggak!”


Diam-diam Shenra menertawakan dirinya sendiri, jelas saja Laviena tidak akan cemburu! Karena hanya Shenralah yang mencintai gadis itu.


“Lo tenang aja, Vi. Dia udah gue anggap adek kok, temen biasa. Lagi pula, dia masjid gue gereja. Mana mungkin bisa bersatu. Dan satu lagi, sini sebentar deh,” ucap Giovanny memberikan tanda untuk Laviena mendekat. 


Gadis berambut sepinggang itu menuruti perkataan Giovanny, mendekatkan telinganya ke arah mulut Giovanny yang membisikkan sesuatu. “Kita udah sama-sama punya crush!”


Seketika mata Laviena membulat. 


“Wah, keren kamu Shen! Normal juga ya kamu ternyata, bagus, bagus!” Laviena menepuk-nepuk bahu Shenra yang hanya bisa pasrah. 


Andai Laviena tahu, crushnya yang dimaksud Giovanny adalah gadis itu. Mungkin, Laviena akan lebih terkejut. Karena Shenra yang selama ini terlihat cuek bebek, apalagi kepada dirinya secara tiba-tiba mengungkapkan bahwa Laviena adalah crushnya.


“Kamu kira selama ini aku belok?!” tanya Shenra mendelik saat mendengar ucapan Laviena. 


“Ah ... i-itu, nggak kok!” jawab Laviena cepat, dia keceplosan. Bisa-bisa Shenra tahu bahwa topik itulah yang tadi pagi dia jadikan bahan ghibah bersama kedua temannya. 


Baru saja Shenra hendak membalas ucapan gadis itu, tiba-tiba bel masuk berbunyi. Hal itu pun menjadi kesempatan Laviena untuk melepaskan diri. 


“Eh, udah masuk!” Dan gadis itu pun ngeluyur begitu saja melewati Shenra yang hanya bisa kembali menghela napas. 


Giovanny sendiri malah terbahak, dia sudah tahu crush Shenra. Seseorang yang diam-diam Shenra sukai dari kelas 10 lalu, sudah tiga tahun lamanya sahabat laki-lakinya itu menyukai Laviena si primadona sekolah. 


“Shen, lo normal 'kan?” tanya Giovanny menjaili. 


“Diem lo, Opet!” balas Shenra kesal sambil mematikan handphonenya yang langsung dia taruh di dalam tas. Pasalnya wali kelas mereka sudah masuk, membawa setumpuk buku paket yang dibantu si Raihan, ketua kelas mereka. 


“Papasi sipapa sipaga.” Giovanny meniru suara karakter Opet yang ada di film dua bocil botak yang berasal dari negeri Jiran. 


Shenra mengabaikan, lebih memilih memerhatikan bu Rosi yang mulai menyapa penghuni kelas. Berurusan dengan Giovanny, hanya akan membuatnya emosi. 


Sementara itu di bangku paling belakang, Laviena menghela napas lega. “Gi*la! Aku hampir keceplosan tadi, tentang kenormalan Shenra.” Gadis itu berucap menceritakan kejadian barusan, dia hampir tertangkap basah telah menjadikan laki-laki tampan itu sebagai bahan ghibahnya. 


“Lain kali hati-hati, Viena! Biasanya, orang yang pendiem gitu, suka bru*tal!” ucap Laras, teman sebangkunya. 


“Bru*tal gimana?”


“Bru*tal mantap-mantapnya,” celetuk Laras sekenanya yang membuat Laviena langsung menjitak kepalanya. 


“Masih pagi, ya ampun! Pikirannya.”


“Itu yang di belakang, nanti maju baca puisi ya? Siapkan puisi minimal dua bait. Jangan lihat google! Ibu Rosi tunggu hari ini, salah satu dari kalian harus maju.”


Kalimat panjang dan jelas dari bu Rosi seketika membuat Laras dan Laviena menegakkan tubuhnya, mereka terkejut karena tertangkap basah mengobrol di saat wali kelasnya itu menjelaskan materi tentang puisi. 


Sontak hal itu pun membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian seluruh murid di kelas, Laviena dan Laras hanya bisa cengar-cengir tak jelas. 


“Mau gue buatin nggak? Tapi, ada syaratnya,” ucap Raihan tiba-tiba saat membagikan buku paket bahasa Indonesia. 


“Apa?” tanya Laras. Padahal Raihan berbicara pada Laviena. 


“Gue tanya Laviena, bukan lo!” 


“Dih, biasa aja dong mukanya. Nggak usah bikin enek begitu.” Laras mendengkus kesal yang langsung mendapat bisikkan dari Laviena, “Mukanya emang dari lahir kayaknya udah begitu, Beb.”


Seketika Laras menahan tawa, setuju dengan ucapan teman sebangkunya itu.


“Kalo mau gue bikinin, syaratnya cuma satu, lo jadi pacar gue. Mau nggak? Gue jamin, semua permintaan lo gue turutin,” ucap Raihan percaya diri. Dia masih saja meyakinkan Laviena untuk menjadi pacarnya. 


“Permintaanku cuma satu,” balas Laviena yang langsung disahuti penasaran oleh Raihan. 


“Jauhin aku dan berhenti ngajak pacaran!” Laviena berucap telak. Tapi, gadis itu tak yakin Raihan akan berhenti begitu saja. Pasalnya entah sudah yang keberapa kali penolakannya itu dari kelas 11 dulu. 


Shenra yang duduk di depan, diam-diam menyimak obrolan mereka. Dia menahan tawa karena mendengar penolakan dari Laviena.


“Nggak usah ketawa gitu, lo juga sama kayak si Raihan. Sama-sama bertepuk sebelah tangan cintanya. Tapi bedanya, Raihan agresif, kalo lo pasif. Miris banget emang kalian ini ya,” ungkap Giovanny tiba-tiba saat melihat Shenra yang diam-diam menahan tawa karena mendengar Raihan ditolak. 


Dan kembali, Shenra hanya bisa menghela napas kasar. Benar kata Giovanny, dia terlalu pasif untuk Laviena yang super duper aktif. 


•••