" Muntah kan saja daripada kamu menahannya dan membuat sakitmu makin parah" Ucap ibu sambil memijit tengkuk ku.
Aku sedang berada di kamar mandi bersama ibu yang membantu mengeluarkan isi perutku akibat demam dan mual karena tidak pernah sarapan pagi.
Setelah lega mengeluarkan semua ' unek- unek' di perut, aku kembali masuk ke kamar tidur merebahkan diri, menyesali kenapa tidak pernah sarapan pagi lalu berpikir harus mulai sarapan pagi jika sudah sembuh, tapi saat sudah sembuh aku mengulanginya lagi.
Seperti saat ini, aku langsung berangkat bekerja sehabis mandi dan berpakaian karena jadwal ku adalah shif pagi, dan aku tidak sarapan.
Aku selalu berjalan kaki saat berangkat bekerja, bukan karena tidak ada sepeda motor atau alat transportasi dirumah melainkan karena aku tidak bisa menyebrang
Bayangkan saja aku membawa diriku sendiri untuk menyebrang saja susah sekali apalagi ditambah harus membawa sepeda motor? Lebih baik ditinggal saja.
Saat ini aku melewati kompleks perumahan yang sepi alias tidak berpenghuni, setiap kali melewatinya aku menyempatkan diri untuk menengok kesana.
Suasana yang agak mencengkam, sunyi, daun berguguran serta banyak lumut yang tumbuh di beberapa rumah membuat ada kesan tersendiri, bukan horor melainkan sesuatu seperti hutan- hutan di film Hari Totter atau lainnya, semacam suasana hutan yang berbau lumut dan air.
Itu kesan pertama, jujur saja aku menyukai bau seperti itu tapi tidak candu. Mungkin karena banyak menonton film dan novel fantasi membuatku berimajinasi tentang elf atau peri.
Di tengah kehidupan metropolitan dan canggihnya teknologi saat ini tidak menutup kemungkinan tak ada kehidupan lain didunia ini, pikirku.
Tapi sesaat kemudian pikiranku kembali normal dan menepis adanya kehidupan lain selain manusia dan hewan, walau ada setitik rasa penasaran ingin menjelajah bangunan- bangunan itu.
Aku bergegas melangkah kembali saat merasakan ada seseorang yang tengah menatapku entah darimana, berjalan secepat mungkin meninggalkan tempat itu.
Menghela napas lega setelah jauh dan kembali melangkah pelan menyusuri jalan menuju tempat kerja yang sudah didepan mata.
Aku hampir lupa, namaku Arunika yang sekarang berusia 23 tahun, masih single dan belum pernah berkencan seumur hidup. Bekerja di kedai jus dipinggir jalan yang tidak terlalu ramai tapi banyak pelanggan yang membeli jus disana.
Aku anak kedua dari tiga bersaudara yang dilahirkan dari sepasang suami istri yang aku panggil ayah dan ibu tercinta, membentuk sebuah keluarga yang tidak terlalu miskin dan tidak terlalu kaya atau bisa disebut keluarga sederhana.
Walaupun keluarga sederhana tapi latar belakangnya tidak sesederhana itu. Ayah dari ibuku adalah seseorang yang cukup dekat dengan pemimpin di kota ini dahulunya, dan beliau punya ' penjaga' disekitarnya.
Kakekku sudah tiada dan penjaga itu sedang memilih akan mengikuti siapa dari 13 anak kakekku dan lebih dari 100 cucu dan cicitnya.
Cukup pembahasan tentang keluargaku karena mau diceritakan sepanjang apapun tidak akan selesai hanya dalam satu buku.
Sambil bercerita tadi aku sudah menyelesaikan pekerjaan pertama alias bersih- bersih dan menata kursi, meja dan peralatan tempur untuk membuat jus, bukankah aku hebat?
Sekarang aku tengah melamun karena belum ada satupun pembeli yang datang terlebih lagi awannya mendadak mendung dan gelap membuat listrik langsung dipadamkan serentak hingga besok.
Ini lebih menyebalkan dari pembeli yang selalu berkomentar tentang jus alpukat yang kurang kental.
Aku menghela napas lelah sambil kembali membereskan kursi, meja dan peralatan tempurku, hari ini meliburkan diri karena cuaca yang jelek.
Hampir 30 menit aku berhasil membereskan semuanya, sekarang kembali menyusuri jalan untuk pulang.
Aku lupa satu hal, dan baru tersadar saat sudah ada didepan mata, yaitu perumahan yang tidak dihuni atau lebih tepatnya bangunan yang ditinggalkan.
Biasanya orang- orang akan takut saat melewati tempat seperti ini di cuaca yang gelap dan berangin, tapi itu tidak berlaku denganku yang kini sudah ada didepan pagar pembatas perumahan itu.
Krieett
Bunyinya cukup keras untuk ukuran pagar yang lumayan tinggi dan cuaca berangin saat aku membukanya.
Saat kakiku menginjak tanah yang dilingkari tanaman semanggi didalam pagar, secara tiba-tiba angin berhembus sangat kencang hingga aku jatuh terduduk sambil menutupi kedua mataku dari tanah dan bunga berwarna ungu- tunggu! Bunga berwarna ungu? Sejak kapan ada bunga disini?!
Sesaat setelahnya angin itu berhenti berhembus, kebisingan dari suara angin berhenti seketika, terganti dengan suasana sunyi sepi dan kicauan burung.
Mendengar kicauan burung dan aroma bunga membuat kedua mataku langsung terbuka.
Sejenak menahan napas ketika melihat pemandangan pertama yang ditangkap kedua mataku, hamparan tanaman bunga berwarna ungu setinggi satu meter.
Aku berdiri dengan mata membola melihat hamparan bunga yang sangat luas, rasa kagum muncul bersamaan dengan keringat dingin di dahiku.
Pandangan terus menatap sekeliling dimana hamparan tanaman bunga itu dikelilingi oleh pepohonan yang besar dan tinggi menjulang, setiap dahannya rapat satu sama lain sehingga hanya sedikit cahaya yang masuk, tapi cukup untuk melihat isi didalam hutan.
" Aku dimana? " Gumamku lebih kepada diri sendiri, karena jujur saja memangnya ada orang yang ingin tinggal disini? Yah walaupun tempatnya sangat indah.
Aku menaiki batu tempatku tadi terjatuh agar dapat melihat sekeliling dengan lebih jelas.
Jauh didalam hutan terlihat sebuah gubuk yang cukup besar dikelilingi pagar tanaman.
Aku bergegas turun dan berlari ke arah gubuk sambil membawa tas ransel ukuran sedang.
Pandanganku terus fokus ke gubuk sehingga tidak menyadari sesuatu dibawah yang tidak sengaja aku tendang dan mengaduh kesakitan.
Aku berhenti dan memeriksanya, terlihat seseorang tengah memunguti bunga yang berserakan sambil sesekali mengelus bokongnya.
" Hei, maaf aku tidak sengaja menendang bokongmu, apa kau baik- baik saja? " Ucapku sambil membantu memunguti bunga dibelakangnya.
Ia memakai jubah bertudung warna putih menutupi tubuhnya dari sinar matahari, karena hanya di hamparan bunga cahaya matahari menyinar terang.
" Mungkin aku terdampar di dunia sihir? Atau aku masuk isekai? " Ucapku dalam hati saat melihat orang yang tertutup jubah seperti Hari Totter.
Saat mendengar suaraku, orang itu menoleh perlahan, sangat pelan pergerakan kepalanya.
Aku sesak napas, bukan... Bukan karena melihat wajahnya atau belum, melainkan karena kepala orang itu bergerak sangat pelan dan lama.
" Noleh aja lama banget nyet! " Ucapku keceplosan, aku lupa kalau saat ini sedang berada dicerita bergenre fantasi.
Tak mau menunggu lebih lama lagi, aku meraih kepalanya agar ia langsung menoleh, terdengar bunyi krek pelan di lehernya membuatku meringis ngilu, pasti sakit.
Tapi ringisanku berubah menjadi terkejut atau membatu atau lebih tepatnya terkejut karena terkagum lalu membatu saat melihat wajah orang itu.
Bagaimana tidak? Bayangkan saja wajah dihadapanku yang sedang mengernyit sakit itu mirip sekali dengan artis luar negri, orang- orang sering menyebutnya' P TTS'. Tapi wajah ini versi tidak nyata karena ini genre fantasi.
Pstt...MC atau karakter utama sudah bekerja sama dengan author.