“TIGA! DUA! SATU!” teriakan para panitia pengenalan kampus menggema di stadion Universitas Negeri Adiguna.
Ghaida terlihat sibuk memandangi mahasiswa lain yang masih berlarian menuju ke tengah stadion. Ia sudah tiba di stadion sejak satu jam yang lalu, ketika para panitia masih sibuk menyiapkan segala peralatan untuk kegiatan pengenalan kampus hari ini. Ghaida adalah salah satu mahasiswa baru Universitas Negeri Adiguna yang datang tepat waktu hari ini, karena ia berangkat bersama salah satu panitia acara pengenalan kampus.
“Bagi peserta yang terlambat, bisa membuat barisan sendiri di sebelah kiri. Silakan menghadap ke timur.” Seorang panitia yang bernama Ghevira mengumumkan hal tersebut dari panggung utama.
“Kak Ghev terlihat semakin berwibawa sekarang,” ucap Ghaida dalam hati sambil menatap saudara kandungnya itu.
Hari ini adalah hari pertama dimulainya acara pengenalan kampus bagi para mahasiswa baru Universitas Negeri Adiguna. Acara hari pertama hanya berupa upacara penerimaan mahasiswa baru, pengenalan lingkungan kampus, dan penyampaian penugasan untuk hari-hari berikutnya. Upacara penerimaan mahasiswa baru berlangsung selama satu jam di stadion.
Mahasiswa baru diarahkan menuju gelanggang mahasiswa untuk mendengarkan materi pengenalan lingkungan kampus.
“Diharapkan seluruh mahasiswa dapat duduk dengan rapi, jangan berdesakan dan pastikan kalian berada di posisi yang nyaman untuk mendengarkan materi hari ini.” Seorang lelaki tampan yang mengenakan PDH (Pakaian Dinas Harian) BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Negeri Adiguna menempatkan diri di panggung.
Suara bisik-bisik pujian bagi sang lelaki tampan terdengar di seluruh penjuru gelanggang. Semua orang memuji ketampanan serta kewibawaannya, tak terkecuali Ghaida yang menatap dalam lelaki tersebut.
“Kak Ubay semakin tampan ternyata. Tidak sia-sia aku mengikutinya hingga ke universitas,” batin Ghaida sambil tersenyum simpul.
“Harap tenang, teman-teman. Pemateri akan segera menaiki panggung. Ingat! dengarkan materi dengan baik, jangan lupa dicatat dan jangan membuat kegaduhan.” Ubay tampak berlari ke belakang panggung dan tak lama kemudian ia mengantar pemateri hingga duduk di kursi yang sudah disediakan
“Acara akan segera dimulai. Para mahasiswa baru diperbolehkan mengkonsumsi makanan yang sudah dibagikan oleh panitia dengan catatan tidak membuat kegaduhan selama acara berlangsung. Terima kasih, acara saya serahkan kepada pembawa acara.” Ubay mengundurkan diri dan menyerahkan mikrofon kepada salah satu pembawa acara yang sudah siap berdiri di salah satu sisi panggung.
Materi tentang pengenalan lingkungan kampus dilaksanakan selama tiga jam, mulai dari jam sembilan hingga jam dua belas siang. Seluruh mahasiswa baru dipersilakan meninggalkan gelanggang mahasiswa untuk beristirahat, melaksanakan ibadah salat zuhur dan makan siang.
“Ghaida!” Ghevira mengejar Ghaida yang sudah berjalan cukup jauh dari gelanggang mahasiswa. “Duh! Jalannya cepat sekali.” Ghevira mulai mempercepat langkah kakinya.
Ghaida yang sedang berjalan bersama beberapa teman yang belum terlalu dikenalnya merasa terkejut setelah tubuhnya sedikit ditarik ke belakang.
“Ghaida, astaga! Kakak panggil dari tadi.” Ghevira sedang terengah-engah dan sedang mencoba mengatur napasnya.
“Kenapa harus lari sih, Kak? Ada apa?” Ghaida mengusap punggung sang kakak.
“Mau bareng sama kamu. Ayo ke masjid!” Ghevira menggamit lengan Ghaida.
Ghaida mengangguk, kemudian tersenyum manis, ia sangat menyayangi Ghevira, begitu pun Ghevira yang juga sangat menyayangi Ghaida.
Ghaida dan Ghevira melakukan salat zuhur di masjid kampus Al-Azzam. Selesai salat mereka memutuskan untuk makan bersama di pelataran masjid. Ghaida mengeluarkan sebuah kotak bekal berwarna biru yang berisi nasi goreng dan telur dadar, sedangkan Ghevira membawa kotak makan berwarna merah muda yang berisi bento nugget kesukaannya.
“Bento buatan Bunda ya, Kak?” Ghaida menatap Ghevira sambil tersenyum.
“Hm.” Ghevira menatap sendu sang adik. “Kamu mau nuggetnya?” tanya Ghevira.
Ghaida menggeleng dan tersenyum. “Jangan sedih gitu dong, Kak. Aku saja tidak sedih dan sudah mulai terbiasa. Aku baik-baik saja, Kak.” Ghaida kembali mengusap pundak sang kakak.
Ghaida memiliki sifat yang pendiam dan tidak banyak bicara. Ekspresinya terkadang sangat sulit ditebak, sehingga ia mudah untuk memanipulasi perasaannya di depan banyak orang. Meskipun pendiam, ia memiliki jiwa yang menyukai kebebasan. Ghaida tidak suka dipaksa dan hal tersebut yang membuatnya dibenci oleh sang bunda. Ia menolak permintaan sang bunda untuk masuk jurusan IPA saat berada di SMA. Ghaida sudah hampir mendapat maaf dari sang bunda apabila ia masuk ke jurusan manajemen saat kuliah, tetapi Ghaida kembali menolak permintaan itu dan lebih memilih jurusan desain interior yang sesuai dengan keinginannya. Hal tersebut membuat sang bunda semakin melabelinya sebagai anak yang suka membangkang.
Ghevira adalah kakak kandung Ghaida, umur mereka hanya terpaut dua tahun. Saat ini Ghevira tercatat sebagai mahasiswa kedokteran semester lima dan menjabat sebagai menteri pengembangan internal BEM Universitas Negeri Adiguna. Berbanding terbalik dengan sifat Ghaida, Ghevira adalah perangai yang pandai berbicara, mudah bergaul dan selalu menuruti kemauan sang bunda. Ia menjadi anak kesayangan sang bunda, tetapi Ghevira tidak senang akan hal itu, ia merasa sedih saat melihat adiknya yang selalu diabaikan.
“Ubay! Sini gabung.” Ghevira memanggil Ubay yang kebetulan berjalan sendirian sambil menenteng sebuah kotak makan.
Ubay langsung melangkah menuju tempat duduk Ghevira dan Ghaida. “Sudah dari tadi di sini?”
“Sudah, Bay. Ini tinggal setengah makanannya,” jawab Ghevira.
“Ghaida, kok sudah kuliah. Perasaan kemarin masih tanya-tanya tentang PR.” Ubay menatap Ghaida dengan senyum yang mengembang.
Ghaida tersenyum malu. “Iya, Kak.”
“Nanti ketemu lagi sama aku di pengenalan fakultas sama program studi,” ucap Ubay.
“Wah, Kak Ubay jadi panitianya lagi?” Mata Ghaida berbinar.
“Iya, aku jadi koordinatornya lagi.” Ubay kembali tersenyum.
Ghevira yang melihat binar bahagia di mata sang adik turut merasa senang, ia sudah tahu sejak lama jika sang adik menyukai teman sekelasnya saat SMA itu.
BERSAMBUNG