Simbiosis MutuaLove

Simbiosis MutuaLove

CoffeLate

0

"Tentram."

Dara Jelita Tentram mengangkat kepalanya dengan dahi berkerut, setahu Dara panggilan khas dengan nama Ayahnya tersebut disematkan kepadanya dulu saat masih SMA. 

Dara semakin memperdalam kerutan di dahinya saat kedua netra coklatnya bertatapan langsung dengan sosok tak asing ini, pria tinggi yang sudah tersenyum sinis dengan kedua tangan yang ia simpan dibalik kantong celana hitamnya, yang Dara kenal sebagai si kulkas tiga puluh lima pintu berwarna kehitaman, Arleon Gentala.

"Iya?" ujar Dara sempat terpana sesaat.


"Dari semua warung makan yang ada di kota ini, kenapa gue harus ketemu lo?"


"Hah?" kata Dara agak terpana dengan ucapan Arleon yang luar biasa bijak ini. "Maksud lo? Helooo ... ini kampung halaman gue, dari dulu gue di sini, lahir makan dan boker di tanah ini, hak gue mau kemana aja! Why lo sok sibuk ngatur-ngatur gue!" Lanjut Dara yang sudah menjetikan jarinya tepat di wajah Arleon yang sudah menutup matanya sebelah.


"Norak!" Balas Pria tersebut kemudian berlalu meninggalkan Dara yang mengangnga mendengar ucapan singkat nan menyakitkan tersebut.


"Sialan, lo lihat kan? gila ya mulutnya ajaib banget ngeri nggak lo," adu Dara kepada Nadira yang sedari tadi terkiki kecil kearahnya.


"Istighfar Ra. Jadi tontonan lu. Lagian lo berdua kenapa sih dari dulu kagak pernah akur gua lihat-lihat?"


"Dia aja yang sok ganteng, najis!"


"Ya emang ganteng si Ra, makin ganteng malah."


Dara merotasikan matanya dengan kesal tapi tak urung juga melihat kearah yang ditunjuk Nadira, Arleon dengan tenang menutup kembali pintu mobilnya, menarik kaos putih bagian belakang bajunya, sesaat memperbaiki topi hitamnya yang digunakan terbalik dan terlihat memasuki kembali Warung Milenium —warung makan tempat mereka bertemu saat ini— kali ini tak sendiri ada gadis cantik bertunik kuning yang mengepit lengan Arleon dengan manja. 


Melewati kembali meja Dara, kali ini Arleon tak lagi menoleh Pria tersebut berjalan angkuh dengan dahi sedikit naik, Dara melirik sinis dan tanpa sengaja bertatapan mata dengan gadis cantik yang masih lengket mengapit lengan Arleon tadi, wajahnya mungil dengan rambut hitam tergerai berponi tipis rata di atas alis, bibirnya merah merona yang sedari awal tak berkesudahan memamerkan gigi rapinya. 


Dara yang terpana tanpa sadar mengikuti langkah keduanya, dan agak mengerutkan dahi setelah melihat bahwa gadis cantik di samping Arleon tadi tak menggunakan alas kaki sangat kontras bahkan aneh menurut Dara, tunik kuning di atas lutut yang amat sangat terlihat mahal bertemu dengan kaki telanjang? Sangat menunjukkan bagaimana Arleon memperlakukan kekasihnya dengan tak pantas.


"Udah gila!" ucap Dara judes.


"Kenapa lagi?" Tanya Nadira bingung. "Lo ditegur menyalak sekalinya dicuekin Arleon malah nggak terima? Bingung gue."


"Nad?"


"Apa?"


"Lo lihat cewek yang barengan Arleon tadi kan? Gigi kuning baju merah? Eh, salah maksud gue. Baju kuning bibir merah? Masak punya pacar nggak dibeliin alas kaki? Minimal sandal jepit tiga ribuan aja deh nggak kemahalan juga kan? Hartanya juga nggak bakalan habis, sekedar beli sandal jepit doang!"


Nadira menggeleng sembari memanjangkan leher untuk melihat kearah meja Arleon yang sedang menikmati makan siang bersama beberapa teman kerjanya. "Kagak ada cewek?"


"Ada ... tuh gelendotan kayak monyet."


Nadira cekikikan gemas sendiri, "cemburu memang menguras hati ya Ra. Gue paham kok kalau lo masih kesel karena pernah ditolak."


Dara tak segan menggeplak Nadira yang sudah nyengir kuda, "gue nggak pernah ditolak! Gue yang ngebuang dia makanya jadi sinting begitu."


"Iye Ra, iye."


Dara memandang sinis kepada Nadira yang kali ini terbahak, dengan rasa penasaran mencapai ubun-ubun tak ayal Dara menoleh kearah meja Arleon yang agak menyudut kebelakang area Warung, mendapati Arleon sedang melahap makan siangnya, Dara membola setelah melihat pemandangan mengerikan yang terpampang dihadapannya sesaat tadi, dengan cepat Dara membuang muka menatap Nadira dengan kepala nyut-nyutan.


"Ra? Lo nggak kenapa-kenapa kan?"


Dara memejamkan matanya sesaat, setelah sedikit tenang kembali melihat Nadira kali ini tampak sedikit serius, "Nad, tolong lihat kearah Arleon deh, ada yang aneh nggak? Dia lagi ngapain terus ada siapa aja disana."


Nadira mengerutkan dahi, kembali memanjangkan leher kemudian menggeleng pelan, "lagi menuju kasir, udah selesai kayaknya, nggak ada yang aneh. Yang bikin aneh, tuh orang kenapa ganteng banget dari dulu?"


"Please deh Nad. Kambing dipakein jas juga pasti lo bilang ganteng."


Nadira terkikik, sementara Dara hanya bisa meraup wajahnya dengan kesal. 


"Lo lihat apaan deh Ra?"


"Cewek lagi duduk di bahunya Arleon lagi ngacak-ngacak pipinya Arleon lagi gelendotan di lehernya Arleon," urai Dara panjang lebar sembari memasang wajah ngeri menatap Nadira yang berubah panik.


"Terus lo cemburu?"


"Si Kuyang!"


Nadira kali ini benar-benar terbahak yang membuat seisi Warung menoleh kearah mereka, termasuk Arleon yang oleh Nadira sudah melambaikan tangan lentiknya kearah Arleon, yang membuat pria tinggi nan kharismatik tersebut hanya menggeleng dan menatap tak suka kearah keduanya.


"Samperin kali Ra."


"Ngapain?"


"Ya kasih tahu, gitu-gitu kan mantan TTM lo zaman dahulu kala."


"Ogah, palingan itu penglaris dia biar cewek-cewek modelan lo ngiler lihat dia."


Nadira kembali terbahak, kali ini dengan susah payah ditahannya dengan kedua tangan hingga terdengar suara bengek dari wanita tersebut yang membuat Dara mau tak mau ikut terbahak juga.


"Cari perhatian gue nggak gitu caranya," celetuk Arleon seraya berjalan pelan di sisi kanan Dara yang memang merupakan jalan menuju pintu keluar Warung.


"Dih!" 


Nadira terkikik melihat keduanya yang bertingkah seperti bocah.


"Gue sumpahin tuh orang di kawinin sama piaraannya biar nyahok! Pakek penglaris aja belagu!" Jerit Dara agak tertahan. "Udah tahu itu orang pakek begituan, masih suka lo?" Hardik Dara yang melampiaskan kekesalannya kepada Nadira.


"Elo bukan gue!"


"Najis cuih!"


"Ya Allah, patah hati emang begini banget ya efeknya?"


"Heh!"


Nadira terbahak kembali melihat reaksi Dara yang selalu spontan ketika menjawab sesuatu yang tak disukainya.


"Mbaknya bisa lihat saya ya?"


Satu suara merdu sedikit menggoda dan diiringi suara cekikikan berbisik ringan di telinga Dara, yang membuat gadis tersebut diam dan mengerjap beberapa kali serta meremang sendiri. Tanpa Dara cari tahu pun, Dara sudah yakin pasti sosok yang menempel pada Arleon tadi lah yang menghampiri dirinya saat ini, karena setelah Arleon lewat tadi, Dara tak lagi melihat si gadis bertunik kuning tersebut mengapit lengan Arleon.


"Ayo balik, lupa belum setor laporan!" Ajak Dara yang tanpa ampun menyeret Nadira untuk meninggalkan tempat tersebut.


•••