Siapa Jodohku?

Siapa Jodohku?

Aisya Ica

0

"Asik banget gak sih?, Uuuuuuu"

Teriakan keras terdengar di telinga, angin kencang membuatku sedikit melepaskan seluruh suaraku agar terdengar jelas.

Di atas mobil, aku dengan sahabatku sedang bersenang-senang setelah kami berdua pulang dari tempat disko.

"Bel, udah gue aja yang nyetir, ngeri banget kalo lo yang bawa. Lo mabuk berat ini" gumam Amanda dengan keadaan khawatir.

Mendengarnya aku pun tersenyum dan berusaha untuk membuka mulutku, "Halah tenang aja, takut amat sih lo, santai aja lah, aman ko------".

Pembicaraanku terpotong saat aku menabrak suatu objek di depan mobilku. "Awwww".

Aku mencoba membuka mataku dengan lebar, inginku melihat apa yang telah ku hantam dengan mobilku.

"B-bel, lo nabrak mobil polisi bodoh"

-----

"Kamu itu mau jadi apa sih Bel? Kerjaannya mabuk terus, kuliahmu itu belum selesai, harusnya kamu fokus kuliah, bukan main terus kaya gini"

Suara yang membuatku malas sadar, mendengarnya aku menjadi semakin mengantuk.

Dengan keadaan yang belum sepenuhnya sadar, aku berjalan di belakang papa dengan mata tertutup sambil mendengarkan ocehannya.

Brukkkkk

Aku terjatuh karena aku tidak kuat mendengarkan ocehan yang sangat mengganggu telingaku, "Ya ampun, kamu ini. Minum berapa banyak sih kamu" gumam papaku terheran-heran.

Melihatku yang sudah sangat lemah, akhirnya papa menggendongku hingga masuk ke dalam mobilnya, "Minum sedikit kok, segini doang" ujarku menjawab pertanyaan papa yang sudah daritadi terlontarkan sambil mendekatkan jari telunjuk dan jempol di depan mataku yang sudah menyipit.

Papaku nampak hanya menggelengkan kepala sambil memasangkan sabuk pengaman mobilku, lalu ia membawaku kembali ke rumah.

----

Saat kami sudah di rumah, papa membantuku untuk berbaring di atas kasur. "Ingat ya! Papa udah gak tahan sama kelakuan kamu!".

"Kamu papa didik, papa jamin kehidupan dan masa depannya, tapi kamu malah seperti ini. Papa akan jodohkan kamu dengan teman papa, supaya teman papa yang akan menjagamu!" Ujar papa di depan wajahku.

Mendengarnya akupun sontak langsung membuka mataku dengan sangat lebar dan terbangun dari tidurku, "what? Jodohin? Teman papa?".

Papaku mengangguk dengan ringan tanpa merasa apapun, "So, aku nikah sama om om gitu?" Tanyaku sekali lagi untuk memastikan.

"Yap, meski umurnya gak jauh beda sama papa, tapi umur hanyalah angka, pokoknya papa mau kamu nikah sama dia" jawab papaku yang langsung keluar dari kamarku tanpa berbasa-basi lagi.

Tentu aku begitu sangat syok, aku terdiam untuk beberapa saat meratapi nasib malangku.

Saat itu juga aku langsung mengambil ponselku, "halo Nda" ujarku menghubungi sahabatku dengan nada lesu.

"Halo, are you okay?" Tanya sahabatku dengan langsung.

"No!"

Mendengar aku menjawab tidak, sahabatku langsung mengira aku tidak baik-baik saja sebab aku dimarahi oleh papa, "No! I'm sad because I'm getting married!" Ujarku menentang Amanda.

Jelas Amanda merasa heran saat aku mengatakan aku sedih karena aku akan menikah, karena Amanda berpikir mana ada orang hendak menikah malah sedih. "Harusnya seneng dong, lo bakal nikah, gak akan kesepian, gak akan ngerengek ke gue kalo lo iri sama yang bucin-bucin, kenapa jadi sedih" ujarnya.

Aku menghela napas, rasanya sangat kesal dengan semuanya. "Gimana gak sedih, gue dijodohin".

"Ya terus apa masalahnya? Bisa jadi calon lo ganteng, or kaya" kata Amanda mencoba membuatku tidak overthinking.

"Ya tapi masalahnya yang dijodohin sama gue itu temen papa, lo bayangin aja, masa gue nikah sama om om sih" rengekku yang semakin geram.

"What? Demi apa?"

Hening sesaat setelah Amanda merasa kaget, namun tak lama kemudian aku mendengar suara tawa terbahak-bahak dari seberang telepon.

"Ih!!!!! Amanda!!!!!! I'm not kidding!" Ujarku yang sudah mulai emosi.

"Uemmm... I'm sorry, But I find it funny Bel, demi apa sih aduh... Makanya gue bilang juga apa, jangan nakal, gini kan jadinya" kata Amanda menahan tawanya.

Kupikir bercerita kepada sahabatku akan membuatku menemukan jalan keluar, namun nyatanya aku malah ditertawakan, memang sialan. "Dahlah, ngomong sama lo malah lo ketawain" ujarku langsung mematikan ponsel.

Tak tahu harus bagaimana lagi, aku hanya bisa melemparkan ponselku begitu saja dan membanting diri di atas kasur.

Aku mencoba mencari ide yang pas, "Gue harus apa ya" gumamku berpikir keras sambil menatap langit-langit kamar.

Aku mencoba bangun, dan aku melihat benda-benda di sekeliling kamarku, mungkin ada beberapa yang bisa dimanfaatkan.

Mataku tertarik ke sebuah koper kecilku, aku mencoba kembali berpikir, "Gak ada pilihan lain, gue harus lakuin!".