Semenjak Ada Dia

Semenjak Ada Dia

LadyOrlin27

0

Atap Rumah Sakit Central.

"JANGAN LOMPAT! Saya mohon!" pinta seorang gadis bernama Nesyana Park kepada sosok yang kini tengah berdiri di tepi luar pagar pembatas rooftop. Hanya kedua tangannya saja yang masih memegang pagar itu sehingga jika ia lengah dan sampai melepaskan pegangan sudah pasti resiko terjatuh dari bangunan berlantai tujuh itu tak dapat terhindarkan lagi.

"Jangan maju dan tetep di tempat kamu!" larang sosok wanita ketika Nesyana perlahan maju mendekatinya. Situasi pun semakin menegang diiringi udara dingin malam yang menusuk ulu hati.

"Aku benci sama hidup ini. Aku mau mati aja!" pekik frustrasi wanita cantik berambut panjang lurus sepinggang. Manik bulatnya tak henti berkaca-kaca, penuh kepedihan.

Mati, hah? Kenapa si enteng banget nyebut mati? Mereka pikir mati itu jalan terbaik mengakhiri masalah hidup? Cukup! Gak akan aku biarin orang mati semudah itu apalagi di depan mata kepala aku sendiri, Nesyana membatin miris untuk sesaat.

"Kamu gak mengerti. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya termasuk masalah kamu," tutur Nesyana mencoba memberi saran menenangkan hati. Sosok wanita itupun berbalik arah menghadap Nesyana.

"Kamu yang gak ngerti. Masa depan aku udah hancur. Aku gak mau dijodohin tapi aku harus nerima. Aku cintanya sama orang lain tapi mereka malah maksa jodohin," balas sang wanita memuntahkan persoalan pelik yang tengah dihadapi.

"Saya ngerti perasaan kamu."

"Bohong! Kamu gak akan ngerti karena kamu gak pernah ada di posisi aku," tuturnya lirih sembari menatap kesal ke arah Nesyana.

"Percaya, please! Saya pernah ada posisi kamu. Apa kamu mau saya bersumpah?" tantang Nesyana mencoba bernegosiasi dengan sang wanita. Sosok itu pun mengerenyitkan dahinya seolah mulai tertarik untuk mempercayai kata-kata Nesyana.

"Kalau gitu, aku mau kamu bersumpah atas nama ibu kamu, bisa?" balas si wanita.

"Ok. Saya bersumpah demi ibu saya kalau pernah ada di posisi kamu." Nesyana pun mengucap sumpah saat itu juga. Sesaat setelahnya, raut wanita asing itu mulai terlihat goyah.

"Saat pertama kali dengar bakalan di jodohin ... saya juga hancur seperti kamu," lanjut Nesyana mulai bercerita, mencoba berempati dengan maksud meredam emosi wanita di hadapannya.

"Be-neran?" 

"Iya." Nesyana mengangguk mantap. Dirinya mulai mencoba masuk untuk memahami perasaan sang wanita sembari mulai perlahan maju mendekatinya.

"Yuk, sini! Kita saling cerita. Saya janji bakalan jadi pendengar yang baik," bujuk Nesyana sembari mengulurkan tangan kanannya ke hadapan sosok wanita yang masih bergeming di batas luar pagar.

"Aku–"

Belum selesai si wanita berucap, tiba-tiba saja tembok tipis penopang pijakan kaki ambruk dan spontan menyebabkan tubuhnya itu ikut ambruk jatuh ke bawah mengikuti hukum gravitasi.

"AAAA...."

Beruntung, Nesyana bergerak cepat dan sempat menggapai tangan si wanita. Kini posisi tubuhnya bergelantung sembari mengandalkan pegangan tangan Nesyana.

"Argh ... tahan!" pinta Nesyana sekuat tenaga berusaha menaikkan tubuh berukuran seperti dirinya dengan kedua tangan.

"Pergi! Lepasin aku!" Bukannya bekerja sama, si wanita malah mengusir Nesyana dan tetap pada pendirian ingin mengakhiri hidup.

"Gak mau. Saya gak akan biarin seseorang mati konyol karena perjodohan." Nesyana pun tak kalah bersikukuh pada pendiriannya untuk menyelamatkan sang wanita. Ia bahkan harus rela menahan kesakitan akibat tangan yang mempertahankan bobot tubuh.

"SIAPAPUN, TOLONG!" teriak Nesyana putus asa.

Sial! Kalau gak ada yang datang nolong, aku gak akan sanggup lagi nahan beban tubuh mbak ini lagi, Nesyana membatin sembari berusaha mati-matian mempertahankan pertautan tangan dengan sosok wanita itu.

"Lepasin!" Sialnya, tangan si wanita mulai meronta meminta untuk dilepaskan. Situasi saat in benar-benar membuat Nesyana kewalahan sampai akhirnya ... tangan wanita itu benar-benar terlepas sempurna dari pertautan dengan Nesyana.

"NOOO!"

Dalam sepersekian detik, uluran tangan kuat seorang pria berhasil menggapai wanita keras kepala yang hendak terjun bebas. Dengan kekuatan penuh pria itu segera menarik tubuh si wanita ke atas. Alhasil keduanya pun terkapar di lantai rooftop

"Fyuhh! Syukurlah." Dengan napas yang tersengggal, Nesyana berdecak lega.

"Jana! Bangun, Anjana!" desak si pria khawatir sembari menepuk-nepuk pipi wanita yang tengah terbaring di sebelahnya. Ya, setelah diselamatkan, wanita yang hendak mengakhiri hidupnya itu kini terbaring tak sadarkan diri.

"Biar saya periksa!" Nesyana sigap berlari dan segera memeriksa memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan serta leher.

"Syukurlah. Dia cuma pingsan lemas yang kemungkinan karena syok," jelas Nesyana tanpa melihat kepada sosok pria di hadapannya. 

Hening. Tak ada jawaban dari pria asing itu. Ia malah menatap lekat kepada sosok Nesyana. Entah apa yang ada dipikirannya. 

"Apa kamu kenal mbak ini?" tanya Nesyana yang kali ini menilik si pria. Pria itu tetap terdiam dengan masih menatap lekat mata Nesyana. Sejenak, pandangan keduanya tekunci satu sama lain. Pandangan yang seakan terselip makna lain di sana.

"Halo?"

"Hmm?" Sang pria terkesiap saat Nesyana mengejutkannya.

"Saya nanya kamu. Apakah kau kenal mbak ini?" Nesyana mengulang pertanyaan.

"Uhm ... ya. Saya kenal dia. Dia calon tunangan saya."

"Apa?" Netra Nesyana sontak terbelalak tak percaya. "Jadi ... kamu cowo yang dijodohin sama mbak ini?" tanyanya sekali lagi memastikan.

"Yup."

Gila! Kenapa mbak ini malah nolak dijodohin sama cowo seganteng dia? Aneh banget, gak masuk di akal.