Save Me

Save Me

@rainy_blue10

0

Dini hari, di sebuah asrama…

 “Aaaaaaaa......”

Suara teriakan dari arah belakang asrama yang terletak agak jauh dari keramaian kota, begitu nyaring hampir membangunkan seluruh penghuni asrama tua yang tidak seberapa itu. Satpam yang sedang tidur pulas setelah patroli malam tersentak dan langsung mencari sumber suara yang membangunkannya di pagi buta. Rambutnya yang sedikit beruban dan berantakan segera tertutupi topi dengan warna yang senada dengan pakaiannya. Dari arah belakang asrama itu, seorang lelaki muda berlari kearahnya dengan wajah yang sangat kacau. Dia ingin bertanya pada pemuda yang dia tebak umurnya sekitar 20an, bagaimana cara dia masuk dengan pagar yang masih tertutup rapat. Asrama itu dikelilingi pagar besi karatan termakan usia.

“Pak di belakang ada...” katanya terhenti ketika dia dengan susah payah menelan ludahnya. Jantungnya seperti sedang lari maraton. Tangannya menopang pada lutut sembari berusaha mengatur napasnya. Setetes peluh mengalir lancar di wajahnya yang pucat.

Melihat raut wajah pemuda yang ketakutan itu, Pak Satpam mencoba menenangkannya “Tenanglah” ucapnya sembari kedua tangannya yang sedikit berlemak itu menopang bahu dan menuntun pemuda itu untuk berdiri. “Ambil napas pelan-pelan melalui hidung lalu tahan sebentar, hembuskan pelan-pelan melalui mulut” dia mencontohkan teknik napas dalam begitu nikmat dengan mata terpejam. Jika keadaan tak sedarurat saat itu, siapa pun pasti akan tertawa dengan usaha Pak Satpam itu. Wajahnya jenaka, mulut dan hidungnya bergerak berlebihan saat mendemonstrasikannya, serta tidak lupa perut buncit yang tampak segan mengempes saat menarik napas. Sejenak pemuda itu lupa akan ketakutannya, namun hanya sejenak. Otaknya kembali pada kesadaran untuk menyampaikan apa yang baru saja dilihatnya.

 “Pak, ada mayat” kata pemuda itu dengan susah payah setelah mengumpulkan napasnya.

Satpam itu terbelalak. Jantungnya seketika berdetak cepat, secepat ketika dirinya pertama kali jatuh hati pada masa mudanya. “Cepat tunjukkan tempatnya” perintahnya sambil menggandeng dan menarik tangan lelaki muda itu. Bukannya jalan, tetapi pemuda itu mengangkat tangannya yang bebas lalu mempraktekkan napas dalam sambil memejamkan mata sesuai arahan satpam tadi.

“Kau pikir ini saatnya untuk napas dalam? Lakukan nanti saja” omelnya lalu menarik kembali lengan pemuda itu.

Sebuah mobil ambulans dan dua mobil polisi datang tidak lama setelah mendapat laporan dari Satpam Asrama. Seorang pemuda keluar dari mobil polisi lalu berjalan menuju TKP. Setelah melakukan inspeksi bersama regu forensik, dia menghampiri kedua saksi yang mana keduanya telah duduk bersama seorang temannya di pos Satpam. Wajahnya terasa sejuk jika dipandang dengan mata senyum yang membuatnya terlihat ramah. Pemuda yang menemukan mayat pertama kali mengatakan jika saat melewati lorong samping asrama itu, anak anjingnya masuk melalui celah pagar yang memang pas untuk tubuh mungilnya dan terus menggonggong tiada henti. Takut mengganggu ketenangan penghuni asrama itu, dia melompati pagar dengan tinggi hampir dua meter untuk mengambil anjingnya. Dia berteriak mendapati sebuah mayat perempuan dan segera lari mencari pertolongan. Sementara satpam itu menceritakan keanehan malam sebelumnya di mana sebuah pot jatuh dari atap asrama berlantai lima itu. Dia berpikir itu ulah kucing liar sehingga dia tak terlalu memedulikannya. Satpam itu juga sangat yakin tak ada orang luar yang masuk di tempat itu malam sebelumnya. Satpam itu menunjukkan rekaman cctv bagian luar bangunan.

Hujan deras turun tanpa peringatan membuat petugas dan orang-orang yang berkumpul berlarian mencari tempat berteduh. Mayat berhasil diidentifikasi dan telah masuk mobil ambulans. Lilian, seorang mahasiswi tahun terakhir yang diduga bunuh diri dengan melompat dari lantai atap asrama itu. Dugaan sementara, mahasiswa itu bunuh diri berdasarkan surat yang ditemukan di dekat tubuh korban serta tidak adanya tanda-tanda kekerasan.

Orang-orang tertawa di depanku tapi kutahu mereka tertawa di belakangku. Mereka seolah-olah mendukungku tapi hati mereka mengutukku. Ceritaku hanya angin lalu bagi mereka, jadi biarkan aku mengakhiri semuanya

Malam kejadian, di atap asrama…

“Kau menyuruhku mundur?” Vio tersenyum mengejek “Jangan membuatku tertawa.”

“Aku hanya ingin membantumu. Kudengar tema kali ini tentang ibu. Apa kau yakin bisa mendapatkan ide?” sindir Lilian. Lilian adalah mantan sahabat Vio. Hubungan mereka selalu baik hingga suatu hari Lilian mendapati kenyataan bahwa Vio membunuh kakaknya sendiri. Suatu hari, Lilian diam-diam mengikuti Vio pulang dan menyaksikan seorang wanita mengamuk dan melempari Vio dengan barang-barang yang bisa dia gapai dan menuduh Vio sudah membunuh kakaknya serta mengatai Vio seorang monster. Lilian berniat menolong namun perkataan Vio yang membenarkan tuduhan ibunya membuat Lilian syok dan mengurungkan niatnya untuk membantu sahabatnya. Lilian menyebarkan gosip di sekolah mengenai apa yang dia lihat hari itu karena tak ingin orang-orang tertipu dengan kebaikan Vio.

“Apa kau menyuruhku mundur karena kau tak yakin bisa menang dariku? Sepertinya kau masih belum mendapatkan pengakuan dari ibumu” sindir Vio. Bukan hanya Lilian tapi Vio juga tahu kelemahan Lilian. Demi memenuhi harapan ibu tirinya, Lilian belajar mati-matian, mengikuti beberapa kursus baik akademik maupun seni serta berpartisipasi di beberapa lomba bahkan tak jarang Lilian melakukannya dengan cara yang salah demi mendapat pengakuan ibunya.

Rahang Lilian mengeras. Kekesalan terlihat di wajahnya. Dia mengikuti lomba melukis karena akan ada beasiswa untuk pemenang pertama dan karyanya akan di pamerkan di salah satu galeri seni ternama yang sering dibicarakan oleh ibu tirinya.

Hening sejenak. Lilian berusaha mengatur emosinya “Aku memang belum mendapatkan hatinya tetapi setidaknya ibuku tak pernah menyebutku seorang monster” sindir Lilian.

Vio melangkah maju dan mencengkram erat kerah baju Lilian. Tinggi dinding yang hanya mencapai pinggang Lilian membuat setengah tubuh bagian atasnya berbaring di atas udara. Rambut panjangnya menjuntai tertiup angin malam. Lilian ketakutan namun dia berusaha menyembunyikannya “Apakah seperti ini kau mendorong kakakmu ke laut?”

“Jika kau begitu penasaran, matilah dan tanyakan langsung padanya” Lalu Vio melepaskan cengkraman tangannya yang membuat Lilian kehilangan keseimbangan dan “Brukk” suara tak bersahabat memecahkan keheningan malam itu.