“Re, gue abis putus sama Livi,” kata Kevin tiba-tiba.
Baru saja Rere melemparkan tasnya ke atas kasurnya. Tetapi Kevin sudah berdiri di depan kamar Rere dengan wajah yang semrawut.
“Lagi?”
Kevin mengangguk tak berdaya. Sementara Rere memandangnya seakan hal itu sudah biasa terjadi. Mungkin ini sudah yang ke sembilan kali Kevin mengatakan pada Rere bahwa dia putus dengan Livi. Meski satu jam kemudian mereka terus balikan.
“Oh… “
“Oh doang, Re? Gue putus sama Livi, lho. Gue sakit hati tau, nggak?!”
“Nggak, gue nggak tau.”
Rere duduk di kursi meja belajar, membuka laptopnya kemudian mulai mengunggah video yang sudah dia edit tadi malam.
Kevin tiba-tiba duduk di sebelah Rere, memasang wajah yang memelas.
Rere menghela napasnya, sampai-sampai dapat menerbangkan poni lempar milik Kevin.
“Gue udah denger lo bilang putus itu sering, Kev. Terus gue harus gimana? Salto? Guling-guling?”
Kevin menekuk wajahnya. “Dia selingkuh, Re. Sama anak kuliahan.”
Baru lah kali ini jari lentik Rere berhenti. Dia memandang Kevin seolah tidak percaya.
Biasanya mereka putus karena alasan yang sepele, misal Kevin yang kegenitan sama teman sebangkunya. Atau jika tidak Livi yang cemburu padanya karena terlalu dekat dengan Kevin.
“Serius selingkuh?”
Kevin mengangguk. “Dan gue mutusin, itu karena gue kesel. Gue nggak serius mutusin dia.”
“Ah, lembek. Ya udah mending tinggalin Livi lah, kayak nggak ada cewek lain aja sih, Kev.”
Kevin dan Livi sudah berpacaran sekitar dua tahun. Tepatnya sejak mereka duduk di kelas satu setelah acara kemah Sabtu Minggu. Mereka berdua bahkan dinobatkan sebagai prince dan princess-nya sekolahan karena tampan dan cantik.
Mereka adalah pasangan yang serasi, jadi tak mungkin ada yang bisa mendekati mereka secara terang-terangan karena sudah tahu bahwa Livi milik Kevin. Kevin milik Livi.
Hanya Rere yang menjadi pengecualian. Dia dapat mendekati Kevin karena dia adalah sahabat Kevin sejak masih balita.
Mereka bahkan pernah mandi bersama ketika berumur tiga tahun. Lalu bobok bareng saat berumur empat tahun.
Hal satu-satunya yang dapat membuat iri Livi, tiap kali bertemu dengan Rere dia selalu bilang, “Gue iri deh, Re sama lo. Udah pernah mandi bareng sama bobok bareng sama si Kevin,” katanya sambil cemberut.
Rere hanya menanggapi ucapan Livi dengan anggukan pasrah. Padahal tak ada yang istimewa dari mandi dan bobok bareng. Karena balita mana pun tidak akan merasakan apa-apa. Karena mereka masih bayi!
Kecuali ketika Rere duduk di kelas enam. Dia mulai menyadari kalau dia menyukai Kevin.
Ya, dia menyukai Kevin. Dengan alasan yang sangat klise yang membuat perasaan itu terbawa sampai dia sekarang berumur enam belas tahun.
Dia menyukai Kevin hanya karena dulu waktu kelas enam SD. Rere pernah mencabut pohon singkong tetangganya untuk dibakar rame-rame. Kemudian ketahuan oleh si tetangga, dan munculah si Kevin sebagai pangeran berkuda jantan bilang pada si tetangga, kalau dia lah yang mencuri pohonnya.
Dan sejak saat itu lah benih-benih cinta monyet tumbuh di hati Rere sampai sekarang.
“Ini tuh salah, Re!” ujar Kevin tiba-tiba. Diam-diam dia mengecek PR Fisika milik Rere.
“Heh, apa?” Dia terkejut karena mendadak Kevin mengalihkan pembicaraan.
“Lo nggak belajar ya, mikir apaan sih,” gerutunya. Kevin mengambil pensil kemudian membuat coretan di samping soal Rere.
“Coba deh ntar lo teliti lagi, kemarin dijelasin di kelas gue begini. Harusnya bener,” katanya sambil tersenyum.
“Lo udah lupa sama patah hati lo?” tanya Rere mengejek.
Ekspresi wajah Kevin berubah kembali menjadi sendu.
“Ah, gimana Re? Kalo sampai dia bener-bener serius sama dia?!”
“Lo cari cewek lain lah.”
“Nyari cewek lain nggak semudah nyari mendoan di pasar malem,” sahutnya.
“Terus, gue bukan cewek?” tanya Rere sewot.
Kevin mendekat ke arah Rere. Wajah mereka sangat dekat sampai membuat Rere menahan napasnya.
“Oh iya ya, lo kan juga cewek.” Kevin nyengir.
Dia tidak tahu saja kalau senyumnya itu hampir membuat Rere jatuh pingsan.
“Eh ada Kepin, makan siang di sini ya, mamah kamu masih pulang nanti malem, kan?” Tiba-tiba ibu Rere sudah berdiri di ambang pintu. Seperti biasa dia akan menawarkan Kevin makan siang jika mahkluk tengil itu ada di sana di jam-jam pulang sekolah.
“Boleh, Tan.” Kevin pun berdiri, pergi setelah mengusap kepala Rere dengan lembut.
Dan hal itu lah yang membuat Rere kesal sekaligus berdebar jantungnya. Karena terkadang, Kevin melakukan hal-hal yang dapat membuatnya selalu menyukainya.
Membantunya mengerjakan PR. Mengantarkan ke tempat les. Dan… yang paling membuatnya semakin menyukainya adalah Kevin selalu ada untuknya tak peduli apakah dia sedang bersama dengan Livi atau tidak.
Rere melirik ke arah kertas yang ada di depannya. Matanya membeliak saat membaca apa yang ditulis oleh Kevin.
RERE GANTENG.
“KEVIN!!!” teriak Rere dari kamarnya, sementara Kevin pura-pura tidak mendengarnya.