Rella

Rella

LamAlif

0

Regan menyingkirkan bulir-bulir air hujan yang mengenai rambutnya. Ia baru saja berlari dari gereja ke mobilnya. Kebaktian dua jam itu cukup melelahkan. Sebenarnya ia malas sekali beribadah seperti ini. Tapi demi menjaga nama baik keluarganya ia harus melakukan itu. Nama keluarga kristen yang sekarang sukses spektakuler, Saliban.


Sudah hampir tengah hari tapi langit masih begitu kelabu. Regan meneguk sisa air mineralnya sampai habis, meremas botol, lalu melemparkannya pada tempat sampah di dekat mobilnya. Baru saja, ia akan menyalakan mobilnya. 


Tapi dari mobilnya ia bisa melihat, ada gadis berhijab dan anak kecil yang berlindung di bawah halte kecil di seberang gereja. Anak kecil itu memakai jaket yang kedodoran dan dipeluk gadis itu. Rupanya gadis itu meminjamkan jaketnya. Hujan yang begitu deras sesekali menerpa mereka. 


Regan segera menyalakan mobilnya dan berhenti di depan halte. Ia mengambil payung dan bisa melihat dengan jelas keduanya. "Lagi nunggu apa?” ujar Regan berdiri tepat di depan keduanya. 


Ternyata anak kecil itu memiliki mata berwarna biru, tapi matanya basah seperti habis menangis. Gadis di sampingnya juga sangat cantik. Tapi apakah mereka punya hubungan darah? Entahlah yang jelas baru kali ini Regan merasa grogi di depan perempuan.


“Taxi,” balas gadis itu singkat sambil terus memeluk anak kecil itu dan mengawasi jalan, mungkin saja taxi akan lewat. “Mau gue anterin?” tawar Regan merasa tak tega melihat keduanya.


“Gak perlu, makasih,” tolak gadis itu berusaha tak peduli dengan lelaki di depannya. “Lo gak kasihan sama adek lo?” ujar Regan menatap anak laki-laki tampan itu prihatin. Sepertinya akan agak susah membujuk gadis ini. 


Gadis itu mencium pucuk kepala anak laki-laki itu dengan kasih sayang. Ia terlihat berpikir keras, lalu ia menatap anak kecil itu lama. “Oke, aku harap kamu juga bisa bantu aku,” ujar gadis itu akhirnya menatap Regan meskipun sejenak. Regan tak habis pikir, ternyata secepat itu ia menerima tawarannya. Rupanya, ia benar-benar butuh bantuan. Dari matanya ia tampak gelisah.


“Dengan senang hati,” balas Regan tersenyum sambil mengajak anak-laki itu terlebih dahulu dengan payung hitamnya. Gadis itu juga ikut membuntuti di belakang meski harus diguyur hujan. Payung Regan tidak cukup jika harus bertiga. Regan hanya geleng-geleng melihat tingkahnya, tubuhnya basah kuyup dan Regan berusaha memayunginya tapi ia malah menjauh.


“Apa susahnya nungguin gue bentar? ‘Kan lo jadi makin basah kuyup gitu,” ujar Regan tak habis pikir dengan gadis itu. “Maaf, jarak itu terlalu dekat. Aku gak mau aja,” asalnya menjawab saat sudah di dalam mobil.


“Oke, kalo gitu di mana rumah lo?” ujar Regan mulai menyalakan mobilnya dan menerobos hujan yang deras. “Kita harus nganter anak ini dulu. Tapi aku gak tau ke mana.” Regan masih mencerna ucapan gadis berhijab itu. “Maksudnya?”


Gadis itu bingung menjelaskannya dari mana. “Emm... Namanya Orhan. Dia disabilitas, anak tuli. Aku gak terlalu paham bahasa isyarat dia, bahasa kita beda. Trus aku juga gak terlalu bisa bahasa Inggris, pas tadi aku juga gak bawa hp. Aku ngomong bahasa Inggris sebisanya dan kayaknya dia juga baru bisa belajar ngomong. Aku gak paham dia ngomong apa,” jelasnya panjang.


“Oke, gue ngerti kita harus ke mana,” ujar Regan seketika paham lalu putar balik mobilnya menuju arah yang berbeda. “Ke mana?” balasnya heran karena lelaki di depannya memutuskan begitu saja.


“Entar juga tau kok. Nih, pake jaket gue dulu.” Regan menarik jaketnya di kursi sebelahnya dan menyerahkan ke gadis itu. “Nama gue Regan,” ujarnya memperkenalkan dirinya. "Ke kantor polisi?" tebak gadis itu.


"Bukan. Tenang aja, gue yakin ini bisa bantu," balas Regan menenangkan gadis di belakangnya. “Namaku Bella,” ucap gadis itu sambil memakai jaket Regan. Udaranya sangat dingin, tak ada salahnya memakai jaket itu.


“Namanya Orhan. Kayaknya asalnya dia dari Turki. Bocah Turki bisa bahasa Inggris itu hebat lho, tapi beda lagi kalo dia blasteran. Trus bokap nyokapnya ke mana?” heran Regan bingung dengan anak itu. 


“Gak tahu. Kan udah kubilang, aku gak bisa bahasa Inggris. Pas ketemu dia tadi, dia nangis aku tanyain yang dijawab cuma namanya aja. Selebihnya aku cuma tenangin dia,” jelas Bella pada Regan. Regan hanya mengerutkan dahi, mencoba menerka-nerka siapa anak itu. Jelas sekali Bella tadi tanpa pikir panjang mau diajak Regan. “Ya udah, biar gue aja yang ngomong sama dia,” tukas Regan.


“Masih jauh gak?” ujar Bella malah bertanya bukan menjawab. “Lumayan sih, setengah jam mungkin. Di luar kota bagian pinggir,” jawab Regan.


“Jangan ngomong dulu sama dia, kayaknya dia masih capek.” Bella pun menawarkan anak itu agar tidur karena waktu setengah jam lumayan untuk tidur. Memang bahasa Inggris Bella terdengar cukup buruk bagi Regan. Tapi anak kecil itu mengangguk mengerti dan mulai menutup mata.


Hening. Regan dan Bella tidak membuka suara selama beberapa menit. “Kamu pasti bukan asli sini ya?” tebak Regan kembali membuka suara, jarak yang lumayan itu akan ia gunakan untuk mengetahui tentang Bella. Regan tidak akan menyia-nyiakan waktu. “Iya, aku baru pindah,” ujar Bella sambil mengelus-elus kepala anak di sampingnya.


“Aku harap kamu gak aneh-aneh sama kita. Tapi kulihat dari sikapmu kamu orang baik, mungkin sih.” Hati Regan terasa hangat mendengarnya. Ada yang mengatakan dirinya baik?


Padahal seluruh kota sudah tahu bahwa ia bukan lelaki baik, tapi kabar baiknya itu semua tertutupi oleh prestasinya dan ketaatannya dalam ibadah, ketaatan palsu lebih tepatnya. Regan hanya ingin semakin lama dengan gadis ini, meskipun tahu kalau berbeda agama, tapi Regan tak peduli.


Regan menoleh ke Bella, “Makasih. Tapi abis ini lo bakal ke orang yang bener-bener baik. Kayaknya kalian itu... hampir sama.” Bella tak paham apa maksud Regan. Semoga perasaannya benar bahwa ia adalah laki-laki yang baik.


“Aku gak paham kamu ngomong apa. Tapi, kalo orang itu bener-bener baik dan bisa anter anak ini pulang, berarti aku utang budi sama kamu,” ujar Bella begitu apa adanya. Regan hanya tersenyum miring mendengar ucapan gadis di belakangnya itu. 


“Lo itu baru kenal sama dia, tapi lo udah serela itu sama nih bocah. Tapi tenang aja, orang yang gue maksud itu jagonya hal kayak gini. Dia juga sayang banget anak kecil kayak lo,” ujar Regan menjelaskan sambil sesekali menoleh, mencuri pandang ke Bella.


“Lain kali, lo harus hati-hati diajak orang yang gak lo kenal. Jangan sembarangan ikut orang yang gak dikenal, meskipun keliatannya baik. Kota ini banyak yang pura-pura baik di awal, eh terakhirnya ada aja maunya. Apalagi lo cewek cantik,” peringat Regan pada Bella, entahlah kalimat terakhirnya terucap begitu saja tapi memang nyata Bella cantik. Bella paham Regan berbicara ke arah mana. 


"Kamu ini beneran baik atau pura-pura aku juga gak tau. Tapi, tadi aku bener-bener gak tega sama anak ini. Makasih atas peringatannya, itu makin buat aku yakin kalo kamu gak bakal macem-macem sama aku.” Bella mengatakan itu sambil bersender lelah. Jaket Regan yang ia pakai sudah basah bagian dalamnya.


Hening. Hanya suara hujan yang memukul-mukul kaca mobil. Regan tak suka keheningan ini.