☆☆☆
Hari ini tepat kepergian kedua orang tua Afshena Terra Raharja untuk selama-lamanya. Dengan perban yang masih menempel setia pada gadis yang berumur 19 tahun itu. Kini sedang menatap pilu makam kedua orang tuanya yang sudah di taburi banyak bunga serta di penuhi karangan duka cita di seluruh halaman rumah mereka.
Kebahagian yang dirasakan Terra sebelumnya lenyap sudah, ia takkan pernah lagi merasakan hangatnya pelukan Mama dan perhatian yang di berikan oleh papanya. Langitpun menjadi sendu kala mengiringi hilangnya harapan seorang gadis cantik yang kini tertunduk tak berdaya.
Bagai itik kehilangan induknya, Terra kini bingung harus melanjutkan hidupnya, sementara harapan yang ia ganggam erat-erat kini meninggalkannya untuk selama-lamanya. Rasa sendu didada kini menyesak menyeruak sampai ia tak bisa benapas, rasa sesak yang ia rasakan tak terbendung, sudah ribuan tetesan air mata jatuh pada pipinya yang mulus.
"Terra mulai hari ini tinggal sama Om, Ya?" ucap seseorang yang ia kenal betul mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.
Setelah pemakaman kedua orang tuanya, Terra langsung mengurung diri di kamar. Meratapi dan selalu memandangin foto kedua orang tuanya.
"Buka dulu, om mau masuk, Erra," sahut Reza, adik kandung dari mendiang papanya Terra. Tak ada sautan dari Terra, membuat Reza khawatir. Ia tidak ingin terjadi sesuatu oleh keponakan satu-satunya ini.
"Om tahu, Erra pasti sedih, tersiksa, kehilangan. Tapi om ada disini, om ada di samping Erra."
"Om buka ya," tanya Rezza, sebenarnya ia mempunyai kunci cadangan yang di simpan oleh Mbok Jum, Asisten Rumah tangga yang sudah bekerja sejak Terra masih kecil.
"Mana mbok kuncinya, biar saya buka aja." Mbok Jum menyerahkan kunci cadangan kepada Reza.
Rezza perlahan membuka pintu kamar Terra yang terkunci, ia melihat beberapa benda-benda yang berada dikamar berserakan entah kemana. Di pojok sudut kamar terdapat gadis cantik, tubuhnya yang di penuhi luka-luka kini menangis sendu, rintihannya begitu memilukan dengan menggenggam foto mereka bertiga yang tengah tersenyum. Orang yang melihatnya pasti akan ikut merasakan kesedihan termasuk Reza dan Mbok Jum.
"Erra, ada om disini," sahut Reza mulai mendekat kearah gadis itu.
"Om bisa balikin mama dan papa?" rintih Terra dengan suara seraknya.
"Om, bisa hidupin mama dan papa?"
"Om, bisa bawa mama dan papa kesini?"
Beberapa pertanyaan Terra yang sedikit melantur membuat Reza tak tega melihatnya, keadaan gadis itu sangat kacau, seperti tak mempunyai harapan hidup.
"Ada om disini Erra, om dan tante yang akan menggantikan peran mama dan papa," sahut Reza yang berharap bahwa Terra tenang, tatapi gadis itu memeberontak.
"Om gak akan pernah bisa gantiin mama dan papa, Erra mau mama dan papa, om. Erra mau mereka," lirih Terra di sela-sela deruan napas yang kian memburu serta air mata yang terus berjatuhan.
Reza langsung memeluk ponakan satu-satunya, ia tidak tega melihat Terra sedih seperti ini yang biasanya ceria, angkuh, dan manja. Tetapi sifat itu hilang diganti dengan rintihan, ringisan serta tangisan yang kian mendalam. "Erra tinggal sama om, ya. Eca pasti seneng di rumah ada kakak Erra."
Tak ada suara apapun, sepertinya Terra kehabisan tenang dan tertidur di dekapan Rezza. Laki-laki berjas itu segera membawa Terra untuk tidur di kasur.
"Nanti kalau Erra udah bangun suruh makan ya mbok Jum, dia belom makan dari kemaren," pesan Reza sebelum keluar dari kamar Terra.
"Iya tuan," ucap Mbok Jum, sedikit menunduk dan kembali melihat Terra yang tengah tertidur sambil memegang bingkai foto keluarganya. Mbok Jum menarik selimut sampai ke dada Terra, memberikan kehangatan saat Terra tertidur.
Mbok Jum meratapi wajah cantik dan anggun Terra, kini berubah menjadi pucat dan terlihat lelah sekali. "Non, Mbok kangen non Terra yang dulu."
☆☆
Sudah lebih dari seminggu Terra enggan beranjak dari kamarnya, setiap hari hanya merenung dan menangis merindukan mama dan papanya. Kondisinya sekarang lebih memperhatiakan, yang seharusnya gadis itu cekup ke rumah sakit tetapi sampai saat ini Terra tidak mau pergi dari kamarnya.
Mbok Jum membawakan nampan makanan baru, tatpi daat memasuki kamar Terra makanan yang sebelumnya tidak tersentuh masih untuk di atas nakas samping kasurnya.
"Non kita makan dulu yuk," bujuk Mbok Jum, ia duduk di samping Terra yang kini bersandar di samping ranjang kasur kamarnya.
"Kalau Erra makan. Mama dan papa bisa ada disini, Mbok?" Mbok Jum yang mendengarnya ikut bingung untuk menjawab pertanyaan yang lontarkan oleh Terra.
"Mama dan papa non Erra pasti sedih kalau non seperti ini," lirih Mbok Jum mulai meneteskan air matanya.
"Erra maunya mama dan papa, Mbok," lirih Terra, Mbok Jum yang mendengarnya ikut merasakan kepiluan yang dialami oleh Terra gadis manja dan angkuh kini harus bisa mandiri dengan raga serta pikirannya.
Terra perlahan memeluk Mbok Jum menumpahkan kesedihannya, rasanya hangat sekali seperti sedang memeluk mamanya.
"Erra sendirian disini," lirih Terra, air matanya kini menempel pada baju Mbok Jum.
"Erra mau nyusul mama dan papa, Mbok." Mbok Jum semakin mengeratkan pelukannya, ia tidak tega dengan Terra seperti ini. Ia ingin Terra kembali ceria dan manja seperti sebelumnya.
☆☆☆