Pulanglah Nak, Kami Rindu

Pulanglah Nak, Kami Rindu

Heni_Wiras

5


"Tolong Mas, ponsel saya sepertinya rusak. Sudah beberapa pekan terakhir ini tidak ada telepon yang masuk sama sekali."


"Tidak bunyi atau bagaimana maksudnya Mbah? Apa saat telepon tidak ada suara si penelpon?"


Wanita tua itu menggeleng.


"Biasanya mereka selalu menelepon, akhir-akhir ini tidak pernah mendengar dering ponsel. Mungkin ponselnya rusak." Wanita itu masih bersikeras mengatakan ponselnya rusak.


Pemilik konter pun mengalah. Ia meminta ponsel wanita itu dan melakukan pengecekan terhadap ponselnya.


Tidak ada kerusakan. Bahkan pulsanya saja masih banyak. Namun dapat dilihat tidak ada panggilan masuk beberapa bulan terakhir.


"Ini tidak ada yang rusak Mbah, bahkan ponsel ini masih sangat bagus."


"Tapi kenapa anak-anakku tidak menghubungi kembali di nomor ini, kalau memang nomor ini tidak rusak?" lirihnya dengan lemas.


__________


Wanita tua dengan pakaian lusuh itu Darsih. Darsih memiliki tiga orang anak laki-laki yang tinggal jauh di kota. Sedangkan dirinya tinggal di kampung bersama sang suami yang sudah sakit-sakitan.


Dia gaptek, bahkan sekedar berbalas pesan pun tidak bisa. Boro-boro berbalas pesan untuk menelpon pun dia tidak tahu bagaimana caranya.


Mungkin jika hanya mengangkat telepon jika berbunyi dia masih bisa. Itu pun dia tidak tahu siapa yang meneleponnya, harus bertanya kalau tidak mengenali suaranya.


Panas terik tak menghalanginya untuk beranjak ke konten yang cukup jauh dari rumahnya hanya untuk sekedar membeli pulsa lima ribu agar nomornya tetap aktif.


"Kalau anak Mbah nggak ada yang telepon mending Mbah yang nelepon saja. Pulsa Mbah cukup banyak untuk telepon."


"Tapi Embah tidak bisa caranya. Mbah tidak mengerti."


"Saya ajarin Mbah." Pemilik konter itu meluangkan waktunya mengajari Darsih. Sesekali ia harus menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena Darsih yang susah diajari dan tentu hal itu tidak lepas dari usianya yang sudah tua. Darsih sudah pikun, wajar jika dia cepat sekali lupa.


"Sudahlah Mas, nanti saya nunggu anak saya saja yang telepon. Kalau sudah ada bunyi hanya cukup pencet tombol hijau ini saja. Susah kalau mau telepon duluan. Mencetnya dimana-mana."


Penjaga toko menelan ludahnya. Merasa sangat kasihan dengan orang tua itu. Di usianya yang sudah senja seharusnya dikelilingi oleh anak-anaknya. Namun apapun ia lakukan sendiri.


Darsih pulang dengan menggenggam ponsel bututnya.


Sesampainya di rumah didapati suaminya yang tengah menunggunya di depan pintu sambil berjongkok.


"Kenapa Pak, kok Bapak di situ?" Darsih bertanya pada Karno suaminya.


"Perut Bapak sakit, sepertinya Bapak lapar."


Darsih menepuk jidatnya pelan.


"Astaghfirullah Pak, Darsih lupa belum masak. Gara-gara kepikiran ponsel yang tidak bunyi. Takut jika anak-anak telepon tidak bisa makanya ke konter siapa tau mereka bisa benerin."


"Terus bagaimana Bu? Apanya yang rusak?" Karno kembali bertanya.


Darsih menggeleng pelan. Sebenarnya ia merasa sedikit kecewa. Jadi selama ini anaknya kenapa tidak menghubunginya.


****


Malam sudah gelap, seperti biasa Darsih dan Karno menikmati malam mereka dengan mengobrol di ruang keluarga sekaligus ruang tamu.


Tidak ada TV, tidak ada hiburan yang dapat melipur kelelahannya setelah seharian bekerja di sawah.


"Apa sampai tua nanti kita hanya akan berdua Pak?" tanya Darsih tiba-tiba.


"Ibu ngomong apa?"


"Iya, anak-anak kita jauh semua. Tidak ada yang pulang dan menemani masa tua kita. Anto, Rusman dan Anang sibuk dengan pekerjaanya, apa mereka tidak ingat dengan kita Pak." Suara Darsih terdengar parau.


"Mereka sibuk untuk keluarga mereka juga Bu, Ibu lupa mereka sudah berkeluarga. Mereka memiliki tanggung jawab masing-masing. Jangan seperti itu Bu, itu akan membuat rezeki mereka menjadi sulit!"


"Astaghfirullah! Duh Gusti, nyuwun pangapura. Maaf Pak, aku hanya memikirkan perasaanku saja. Aku hanya merindukan mereka Pak."


Karno mengusap punggung istrinya. Punggung yang semakin lama terlihat membungkuk sama dengan punggungnya.


Tring Tring Tring


Dering ponsel terus terdengar membuat keduanya tersadar dan Darsih bangkit menuju atas nakas yang tak jauh dari tempat duduknya.


Tanpa membaca siapa yang meneleponnya. Darsih menekan tombol hijau untuk menghubungkannya dengan si penelepon.


"Halo," ucapnya dengan gugup.


"Bu, Ibu tidak tahu malu sekali. Maksudnya apa bilang seperti itu sama orang lain!"


Deg


Darsih terkejut, apa maksud perkataan seperti itu benar untuk dirinya?