Duh ini dimana?
Aku tersentak kaget saat melihat sekelilingku penuh dengan kegelapan.
Sejenak aku berpikir bahwa aku mungkin sedang bermimpi, tapi setelah otakku loading beberapa saat, barulah aku benar-benar tersadar.
Omg... bukannya aku masih di Perpustakaan! Tunggu, sudah berapa lama aku disini?
Aku bergidik ngeri membayangkan bahwa aku masih di Perpustakaan sendirian, di tempat gelap ini. Apa aku benar-benar sendirian?
Astaga... tidak ada seorangpun di perpustakaan ini kecuali aku, apa ini sudah tengah malam?
Sekujur tubuhku rasanya merinding.
Aku harus secepatnya keluar dari sini!
Kembali aku memperhatikan sekililingku –gelap, semua lampu sudah tidak ada yang menyala, hanya ada seberkas cahaya bulan yang masuk memenuhi ruangan ini. Aku berjalan sangat pelan sambil meraba-raba sekitarku.
Bukan tanpa alasan kenapa aku bisa berada disini, dengan menahan jengkel di dalam hati, aku mengingat nama seseorang –Rio, dia adalah satu-satunya teman cowokku.
Dia berjanji akan datang ke Perpustakaan setelah latihan basketnya selesai dan memberikanku buku referensi Jurnal –untuk tugas kelompok kami.
Aku menunggunya sembari belajar di Perpustakaan setelah pulang sekolah. Aku masih ingat dengan jelas saat itu, aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul lima sore. Karena rasanya aku sangat mengantuk, jadi aku membaringkan wajahku di atas buku pelajaran yang malah membuatku beneran ketiduran dan baru terbangun sekarang ini.
Lain kali jika aku ke Perpustakaan, tidak boleh lagi ambil posisi paling pojok!
Tapi mau bagaimana –posisi paling pojok di ujung belakang rak, memang posisi paling strategis untuk belajar karena jauh dari suara orang-orang. Hening dan nyaman. Cuma, siapa yang tahu pada akhirnya aku benar-benar di tinggalkan disini sendirian.
Masalahnya ruangan ini sungguh gelap, remang-remang hanya ada cahaya dari pantulan bulan. Aku menyipitkan mataku dan memfokuskan penglihatanku, hanya ada sedikit cahaya yang masuk ke ruangan ini –ya namanya juga sudah malam.
Ini sudah jam berapa ya?
Aku menyalakan senter mini dari gantungan kunci milikku, dan berjalan ke arah pintu keluar.
Sial! Nggak cuma gelap, ternyata disini sangat horor pada malam hari!
Aku merinding disetiap langkahku menelusuri ruangan ini.
Nggak, aku harus berani! Jangan menakuti diri sendiri Reina!
Aku menyorotkan senter miniku pada pergelangan tanganku, dan jam tanganku ternyata masih menunjukkan pukul setengah delapan malam.
"Hah! Masih setengah delapan, lo harus berani Ren!" ucapku menyemangati diri sendiri.
Sembari memantapkan langkah, aku mengabaikan semua ketakutanku. Perlahan-lahan aku sampai pada satu-satunya pintu terakhir yang harus kulewati untuk keluar dari ruangan ini.
Semoga pintunya tidak terkunci!
“Brak…!” Tiba-tiba suara-suara yang tidak ingin kudengar, terdengar.
Oke, sekarang beneran nggak lucu!
Aku ketakutan setengah mati mendengar suara yang terdengar tepat dibelakangku.
Sebelum sempat berbalik ke arah suara itu, aku melihat sekelebat bayangan hitam melintas cepat dari belakangku. Refleks aku menoleh cepat ke belakang, seketika terasa sekumpulan cahaya menusuk mataku.
Ruangan itu seketika terang benderang.
Aku berkedip beberapa kali untuk memfokuskan penglihatanku kembali karena cahaya lampu yang tiba-tiba menyala, membuat mataku sakit.
Aduh! Siapa yang nyalain lampu? Mapus deh, kalo aku ketemu orang jahat beneran.
Aku teramat gugup memikirkan siapa yang datang ke Perpustakaan malam-malam begini.
Betapa sangat terkejutnya aku saat melihat ke sekitar, ada darah yang bercecer di lantai dan.. sosok yang tergeletak diam di lantai.
Mayat seorang perempuan?
Tunggu! mayat??
Refleks aku fokus pada seragam sekolah kami yang dikenakan oleh perempuan itu.
Holy shit! harusnya aku nggak berada di sini!
Beberapa waktu belakangan, semua murid sibuk membicarakan mengenai cerita mencengangkan yang terjadi di sekolah baru-baru ini. Cerita seram yang tentunya tak luput dari obrolan teman-teman sekelasku juga. Seluruh sekolah digemporkan oleh beberapa kecelakaan tak masuk akal yang di alami oleh beberapa murid sekolah kami.
Aku sama sekali nggak pernah membayangkan bahwa aku bakalan disini malam ini, menyaksikan adegan yang sangat horor…horor... ini!
Yang benar saja! Apakah ini adalah hari terakhirku berada di dunia ini?
Aku merasa situasi yang sangat mencekam, seolah bahaya yang akan menyergapku semakin dekat.
Apa yang akan terjadi padaku Tuhan?
Seorang pemuda menyeret sebuah kursi tepat di samping tubuh gadis itu –dan yah tepat menghadap ke arahku. Aku menatapnya sekilas, sebelum memperhatikan dengan seksama siswi yang tergeletak di bawah kaki cowok yang sedang mengenakan setelan serba hitam itu.
Cowok yang kelihatan masih seumuran denganku sedang duduk santai di atas kursi dengan penampilan yang diciprati darah, mulai dari dagu, leher, hingga sedikit bercak terlihat di pakaiannya.
Dia merangkulkan tangannya pada senderan kursi dengan bergaya bak bos mafia di film-film. Matanya melihatku sambil menatapku tajam. Seolah waktu disekitarku berhenti berputar, otakku ngeblank.
Aku hanya berdiri mematung sementara degub jantungku yang berdetak tidak karuan.Tungkai kakiku lemas, tanganku gemetaran.
Apa aku akan menjadi korban selanjutnya dari party gilanya ini?
Sekelebat peristiwa-peristiwa tragis mulai bermunculan di pikiranku. Mulai dari cerita mantan ketua tim basket yang ditemukan di gedung olahraga yang sudah terbengkalai, sekretaris osis yang tertimpa kotak berisi alat-alat lab, Toni yang menghilang tiba-tiba dan setelah dua hari dikabarkan di rumah sakit dengan tidak bisa mengingat apapun(amnesia) –btw Toni salah satu teman sekelasku. Dan berbagai peristiwa lainnya yang tiba-tiba membuatku berpikir “Apakah cowok ini dalang di balik itu semua?”
Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang.
Ayo berpikir Reina!
Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang, melihat ke arah cowok di depanku yang sedari tadi menatapku dengan sorot matanya yang tajam dan... dingin, beberapa bulir keringat terasa mengalir di keningku.
Kakiku seperti tidak berasa apa-apa, aku hanya sadar saat tanganku mengepal sembari meremas rok seragamku. Mengatur nafasku dengan susah payah.
Cowok di depanku tampak tenang melihatku dari tempatnya semula, tidak ada tanda-tanda dia akan menyerangku dan sebagainya.
Aku melirik takut-takut ke sekitar sambil tetap berjuang menenangkan jantungku yang rasanya pengen lompat dari tempatnya.
Situasi hening yang berselang beberapa menit –yang terasa sangat lama untukku.
Dan aku mulai heran dengan reaksi cowok di depanku, dia hanya menatapku diam.
Awalnya dia memperhatikanku dengan seksama, kemudian sesekali menoleh ke samping sambil menyeringai. Beberapa kali cowok di depanku menatapku sambil tersenyum seram, situasi yang membuatku merasa tercekik sampai waktu yang menurutku begitu lama.
Namun anehnya, beberapa kali mata kami bertemu, dia malah tampak terkejut.
Walau dia tetap tidak berbicara sepatah katapun juga.
Aku benar-benar merasa tersedot ke dunia lain dikarenakan hening yang mencekam.
“Ehm… tarik kursi di belakangmu dan duduk di depanku!” perintah cowok itu.
Membuatku melongo dalam sekejap.
Dia berbicara dengan suara rendah, namun nada bicaranya tegas dan memerintah.
Dengan tatapannya yang sedari tadi menakutiku, refleks aku berbalik menyeret kursi di belakangku dan duduk tepat di depannya.
Entah kenapa, instingku mengatakan bahwa jika aku tidak menuruti perintahnya, aku akan berakhir konyol seperti cewek yang sedang tergeletak di lantai.
Beberapa saat, aku melirik ke bawah dan mendapati sepertinya masih ada tanda-tanda kehidupan dari perempuan tersebut. Semoga dia masih hidup!
“Umn...” Dia bergumam pelan.
Aku mengalihkan pandanganku kembali padanya, cowok psycho yang sedang dudup tepat dihadapanku saat ini. Lagi-lagi dia tampak terkejut saat mata kami bertemu.
Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu... atau sedang menimbang-nimbang tentang apa yang akan dia lakukan padaku?
Aku melihat ke arah pintu keluar dan meremas kuat rok sekolahku.
Aku ingin secepatnya keluar dari tempat ini, tapi apakah aku bisa keluar dari sini dengan selamat?
“Baiklah! Begini saja. Dimana alamat rumahmu, aku akan mengantarmu?” ucapnya tiba-tiba.
Pertanyaan yang membuatku kaget sekaligus bertanya-tanya.
“Ha???”
Apa maksudnya???