Pretend to Love You

Pretend to Love You

Aida Nurul

0

“Clarice …” Pekikan suara seorang gadis terdengar dari depan pintu kelas. Suaranya yang cempreng membuat seluruh penghuni kelas menatapnya dengan pandangan sengit. Sementara Gadis yang dipanggil hanya menatap sahabatnya sekilas. 

Untung saja mata kuliah telah usai dua puluh menit yang lalu. Jika saja Sahabatnya memanggil namanya dengan suara yang tidak ramah di telinga saat mata kuliah sedang berlangsung. Clarice yakin dia juga akan mendapatkan ceramah tambahan dari sang dosen. 

Clarice hanya memperhatikan gadis itu sekilas, Bibirnya cemberut dan dahinya mengkerut. Menandakan jika sahabatnya dalam kondisi mood yang buruk. Sudah pasti dia harus mendengarkan curhatan gadis itu setelah dia keluar.

Gadis itu kembali melanjutkan mencatat materi di papan tulis. Dia sebentar lagi akan selesai. Tapi tentu saja sahabatnya itu tidak dapat menunggu lebih lama. Gadis itu berjalan sambil menghentakkan kakinya menuju bangku Clarice di Urutan ke dua dari depan. 

“Kamu nggak denger aku panggil?!” Hardik sahabatnya. 

Clarice masih menatap papan tulis sambil sesekali mencatat di bukunya, “Hanya orang tuli yang nggak denger suara cempreng kamu, Jo,” jawabnya datar, ia kembali menatap sekilas sahabatnya itu.

Jovie atau yang sering dipanggil Jo hanya berdecak keras. Dia akhirnya memutuskan untuk menggeret bangku di samping Clarice dan duduk. Jovie tau jika sahabatnya itu tidak akan mereponnya saat Clarice sedang fokus mengerjakan sesuatu. Maka Jo memutuskan untuk menunggu Clarice selesai mencatat materinya. 

Saat ini sudah waktunya istirahat, satu per satu mahasiswa meninggalkan kampus untuk sementara waktu, sebelum kembali untuk mata kuliah selanjutnya. Dan di kelas hanya menyisakan Clarice dan Jovie.

Clarice meletakan bolpoin nya ke atas buku, dia merenggangkan tubuhnya setelah selesai mencatat materi yang diberikan dosen. “Kenapa sih kamu?” tanya Clarice sambil memiringkan kursinya ke arah Jovie. 

“Udah selesai kamu? Aku nunggu seabad buat mencatat itu doang.” 

Clarice hanya tersenyum polos, “Kenapa? Apa lagi yang dilakuin Mas Kenzie?” Tanya Clarice. Gadis itu tahu jika penyebab Jovie bete luar biasa karena Mas satu-satunya Jovie yang protektif setengah mati. Jadi tidak ada alasan lain selain dia.

Jovie kembali cemberut saat mendengar nama Mas-nya di sebut, “Kamu tau nggak sih, kemarin Mas Kenzie dengan sengaja menggagalkan kencanku. Dia udah nunggu di depan bioskop tempat aku mau nonton sama Rian. Sengaja banget, mana nunggunya sebelum nonton lagi.” Curhat Jovie panjang lebar. 

Clarice tertawa setelah Jovie menceritakan kelakuan Ajaib Masnya. 

“Kok kamu ketawa sih?! Aku kesal tau. Harga tiketnya mahal kalau weekend.” Protes Jovie.

Clarice mengangguk pelan, dia berusaha menahan ketawanya agar Gadis di depannya tidak semakin kesal. Bagi Clarice mendengar kelakuan Mas Kenzie yang selalu menggagalkan kencan Jovie seperti membaca meme di sosial media. Sangat menggelikan. 

“Sorry… sorry…Emang kamu udah ijin buat pergi hari itu?” tanya Clarice mencoba memahami kekesalan Jovie. 

Jovie menghembuskan nafas kasar, Jika dia ijin untuk pergi berkencan tentu saja Mas Kenzie tidak akan mau memberikan izinnya. Jika minta izin untuk kencan saja sulit, apalagi kalau Gadis itu minta izin untuk menikah suatu hari nanti. 

“Aku minta ijin Mas Kenzie, seperti minta izin untuk nikah bulan depan. Sangat nggak mungkin sekali di izinkan,” Keluh Jovie. 

Clarice mengambil botol minum di tas dan membukanya. Dia minum seteguk untuk menghilangkan dahaga, “Udah tau nggak di bolehin kenapa kamu masih pergi?” Tanya Clarice sambil mengelap sisa air mineral di pinggir mulutnya. 

Jovie menatap Clarice tajam, “Kok kamu belain Mas Kenzie? Dia nggak akan pernah mau ijinin sampai kiamat Clarice. Kamu ngerti nggak sih?” Jawabnya menggebu-gebu. 

Gadis itu hanya mengangkat satu tangannya untuk meminta Jovie tenang. Jika Jovie sudah kesal seperti ini maka dia hanya membutuhkan Validasi akan perasaannya. Yang harus Clarice lakukan adalah mengiyakan segala curhatan Jovie. 

“Iya sih, Aku paham.” Jawab Clarice pada akhirnya. 

Jovie mengangguk lebih puas dengan jawaban sahabatnya, “Emang Mas Kenzie ASU,” umpat Jovie dengan kejamnya. 

Clarice tertawa terbahak-bahak. Jovie tidak akan berani jika dia melontarkan kata-kata Bahasa jawa kasar di depan sang pemilik nama itu. Dia hanya berani melakukannya di depan Clarice. 

Jovie kembali murung, dia tidak akan bisa pergi berkencan selama Masnya tidak mengijinkan. Akhirnya sekelebat ide cemerlang muncul di benak kepalanya. Jovie menatap Clarice dengan pandangan bersinar. Clarice lantas tau apa yang dimaksud dengan tatapan itu. 

“Nggak!” Ucap Clarice tegas. Dia mematahkan harapan Jovie sebelum gadis itu bertanya. 

Jovie merengut, “Kan aku belum ngomong apa-apa,” kata Jovie tidak terima. 

“Apa pun itu, enggak mau.” Jawab Clarice bulat, Gadis itu tidak ingin menjadi tumbal Jovie hanya untuk sahabatnya kencan. 

“Aku bayarin deh,” Jovie berusaha menyuap Clarice. 

Alis tebal Clarice terangkat satu, dia tidak mengerti maksud Jovie, “Bayarin apa?” tanyanya. 

“Tuh kan, Kamu nggak tau aku mau berikan tawaran apa, udah bilang nggak-nggak aja,” sungut Jovie kesal. 

Clarice menggulirkan matanya, “Semengiurkan apa pun tawaranmu, aku tetap nggak mau. Aku nanti ikut-ikutan keseret dimarahi Mas Kenzie,” Jawab Clarice. Dia merapikan peralatan tulisnya.

Jam istirahat sebentar lagi selesai. Setelah ini Clarice tidak ada kuliah lagi, dia memutuskan untuk pulang. Sementara Jovie, masih ada dua mata kuliah lainnya. yaitu setelah istirahat dan jam 2.30.

“Ya udah deh nggak usah.” Kata Jovie Akhirnya. Dia menyerah dengan keinginannya. 

Jovie dan Clarice berjalan keluar kelas. Lorong lantai lima yang tadinya sepi, kini sudah mulai berdatangan mahasiswa untuk mengikuti kelas selanjutnya. Mereka berdua berjalan menuju lift kampus yang berada di ujung Lorong.

“Kamu hari ini ada dua kelas lagi, kan?” tanya Clarice.

Jovie memainkan ponselnya, “Engga. Aku kayaknya mau bolos,” jawabnya sambil mengetik pesan kepada seseorang. 

“Kok Bolos? Emang mau pergi kemana?” Tanya sang sahabat tidak terima. 

Saat ini mereka sudah kuliah di jurusan yang berbeda. Clarice memilih jurusan akuntansi untuk melanjutkan pendidikannya, sementara Jovie memilih Management. Yang artinya, Clarice tidak bisa memantau kegiatan Jovie lagi. Dulu saat masih SMA, Clarice akan selalu menyeret Jovie masuk kelas, semalas apapun dia. Tapi kini keadaan sudah berubah. Gadis itu tau saat ini mereka sudah dewasa, mengerti akan konsekuensinya. 

“Aku mau kencan sama Rian. Kemarin kan kita nggak jadi pergi. Lagi pula jatah absensiku masih full,” jawab Jovie enteng. Dia tidak melihat jika Clarice sudah siap memuntahkan setiap kalimat ceramah dari mulutnya.

Setelah Pintu lift terbuka, mereka masuk ke dalamnya. Untung saja tidak ada siapa pun. Kedua gadis itu kembali melanjutkan pembicaraannya. 

“Kamu ngga inget Mas Kenzie bisa liat keberadaan mu dari Smartphone?” tanya Clarice.

“Untuk itu tenang aja. Kemarin aku sengaja mematikan keberadaan posisiku, setelah pertengkaran panjang dengan Mas Kenzie.” Jawab Jovie dengan percaya diri. Seolah idenya itu sangat cemerlang. 

Setelah Jovie menyelesaikan kalimatnya, deringan ponsel Clarice berbunyi, menandakan jika ada panggilan dari seseorang. Layar datar itu menampilkan nama Mas Kenzie’s Calling. Clarice memperlihatkan layar ponselnya kepada Jovie. 

Kedua gadis itu terpaku satu sama lain. Mas Kenzie seperti memiliki indra ke enam jika Adik kesayangannya ini akan membuat ulah. Dengan berat hati, Clarice menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan itu.

“Halo,” sapa Clarice.

Terdengar suara sudah menyambung ke penelpon, “Halo Clarice. Mas mau tanya dong, Jovie sama kamu kan?” Tanya Mas Kenzie. 

Clarice menatap Jovie, “Iya Mas, Jovie sama aku, ini dia mau masuk kelas.” Jawab Clarice, tatapannya mengisyaratkan ancaman kepada Jovie. 

“Oh… gitu ya, Okey. Nanti Mas jemput Jovie setelah selesai kuliah. Dia selesai jam 4.45, kan?” 

“Iya, Mas, Kalau gitu udah dulu ya Mas, Aku udah mau pulang,” 

“Okey, Hati-hati ya,”

Clarice mematikan telponnya dengan buru-buru. Dia menatap Jovie setajam mata pisau. “Kamu dengar sendiri kan? Mas Kenzie bakalan jemput kamu setelah selesai kuliah,” Clarice memelankan suaranya. Meredamkan kekesalannya. 

Jovie mengangguk lirih. Yang artinya dia gagal lagi untuk bisa pergi ke bioskop bersama Rian. Gadis itu harus tetap mengikuti kelas selanjutnya. Entah bagaimana caranya Masnya selalu bisa mencari keberadaan Jovie. 

Clarice dan Jovie sudah keluar dari pintu lift, mereka berjalan keluar menuju depan gedung kampus. Terlihat jika bangku di bawah tenda atau pohon masih di padati oleh mahasiswa yang duduk di sana. Mereka sedang makan, bercengkrama atau pun menyelesaikan deadline tugas kuliah.

Clarice menatap Jovie di sampingnya, dia terlihat murung, tatapannya menandakan jika dia terlihat sedih. Melihat sahabatnya seperti itu, membuat Clarice menjadi iba. Gadis itu jadi menimang-nimang apakah dia harus membantu sahabatnya itu atau tidak.

“Kamu mau minta apa dari aku?” tanya Clarice pada akhirnya.

Jovie menatap Clarice bingung, dia mengedipkan matanya beberapa kali, “Maksudnya?” tanyanya. 

“Tadi saat di kelas, kamu mau minta tolong apa?”

Segaris senyum yang diikuti oleh lengkungan mata bulat itu terlihat di wajah Jovie, “Aku minta tolong kamu untuk minta ijin ke Mas Kenzie. Kita bakalan ngedate bertiga sama Rian,” Kata Jovie. Dia sedikit skeptis jika Clarice akan mengabulkan permintaannya.

“Dan aku bakalan jadi nyamuk kalian?” Clarice berusaha menatap sahabatnya Tapi Jovie kembali menunduk. Dia berpikir jika permintaannya terlalu kurang ajar. Mana ada orang yang mau diajak untuk menemani kencan seseorang. 

“Oke!” jawab Clarice pada akhirnya. 

Jovie menatap Clarice bingung. Antara senang dan tidak percaya. “Beneran?” tanya Jovie memastikan pendengarannya. 

Clarice hanya mengangguk sekali. 

Gadis itu langsung memeluk Clarice itu dengan erat-erat. Membuat kehebohan yang disaksikan orang lain di depan kampus. “Makasih… makasih… makasih… kamu memang sahabatku yang paling baik,” Teriak Jovie kegirangan sambil mengguncangkan tubuh Clarice di dalam pelukannya. 

Clarice hanya membiarkan Jovie melakukannya sampai puas. Jovie langsung melepaskan pelukannya, wajahnya masih menampilkan senyuman lebarnya, persis seperti emoticon wajah tersenyum.

“Tapi Kamu harus masuk kelas sampai waktu kencan kalian tiba,” Kata Clarice mengajukan persyaratan.

Jovie mengangguk semangat, “Janji!” ucapnya sambil mengeluarkan jari kelingkingnya. Dia akan melakukan apa pun yang Clarice minta, asal Sahabatnya itu juga akan membantunya untuk bisa kencan seharian penuh. 

Tapi … Apakah bisa semudah itu meminta Izin ke Mas Kenzie?