Permainan Rasa

Permainan Rasa

Fidiar

0


"Ara, ibu lihat sepertinya ada seseorang yang sedang mencarimu di depan pintu," Ujar ibunya seraya melerai rambutnya.

Dengan wajah penasaran, ia langsung keluar kamarnya dengan berlari. Ibunya tersenyum seraya mengikuti langkah kakinya.

"Rafa?" panggilnya seraya terkejut.

"Iya ini aku," ujar Rafa meyakinkan Kinara.

"Kamu bilang, kesininya 3 bulan lagi. Kamu bohong," cicit Kinara seraya memajukan bibir bagian bawahnya.

"Nanti akan aku ceritakan ya," ucap Rafa dengan senyumnya seraya mengelus puncak kepala Kinara.

Bagi Kinara, Rafa adalah seseorang yang penuh dengan teka teki. Ia tidak bisa memberi jawaban A diberinya A. Rafa selalu melesatkan jawaban lain yang selalu memberikan teka teki baginya.Namun, walaupun seperti itu Kinara tetap tenang menghadapi sifat sahabat satu-satunya ini.

"Ki, ada kabar baik loh," ungkap Rafa penuh semangat seraya mengajak Kinara ke suatu pekarangan dekat dengan rumah keduanya.

Kinara menoleh ke arahnya tanpa kata, Rafa pun bertutur lagi.

"Aku kesini kembali," ucap Rafa tersenyum.

"Apa yang kamu rasakan Ki, ketika aku kembali lagi?" tanyanya lagi.

"Senang, aku sangat ingin kita bersekolah bersama. Kau akan menetap bukan?" tanya Kinara.

"Mengapa bertanya?" tanya Rafa.

"Aku hanya ingin memastikan, " ucap Kinara.

"Kita tunggu saja esok hari. Ibuku pasti kerumahmu untuk memberikan informasi baru," ujarnya memastikan.

"Kamu seperti peramal saja," ujar Kinara tertawa.

Sedari kecil mereka bersahabat, hingga waktu membawa salah satu dari mereka pergi lalu kembali lagi. Kisah ini kembali dimulai, di bawah sebuah pohon besar. Yang daunnya melebar, biji buahnya berwarna merah, rupanya keras. Namun ketika biji buahnya terjatuh ke dasar tanah, disiram perlahan dengan rinai-rinai hujan. Ia perlahan bertumbuh.Kisah ini kembali dimulai untuk bertumbuh.

Sejak dua hari setelah pertemuannya dengan Kinara, Rafa memiliki banyak waktu untuk kembali bersama dengan sahabatnya ini. Rumah mereka hanya berjarak 30 langkah kaki anak-anak, 10 langkah untuk kaki orang dewasa hanya diberi jeda oleh satu pekarangan yang terletak di tengah rumah keduanya.

"Ara, minggu depan kamu sudah masuk sekolah loh ya. Istirahat yang cukup dan persiapkan diri untuk semester baru," tutur Elina, ibunya.

Ara panggilan kecil dari Kinara.

"Iya bu siap, Kinara pasti akan lebih rajin," ucap Kinara tersenyum.

Tok..tok..tok

Elina dengan langkah gontainya menuju pintu depan rumahnya.

"Elinaaa," serunya seraya memeluk.

Elina hampir saja terjatuh, karena Nadin memeluknya tiba-tiba.

"Nadin, kamu makin cantik saja," celetuk Elina.

"Hahaha, kamu ini bisa saja.El, sudah lama ya kita tidak bertemu," Nadin tertawa seraya mengibaskan tangannya.

"Iya benar sekali, lebih baik kita masuk ke dalam. Kita bicara di dalam," seru Elina tersenyum seraya merangkul pundak Nadin.

Elina dan Nadin,sahabat kecil tak terpisahkan jua. Sekalipun jarak memisahkan, tak pelik bagi mereka saling berkabar satu sama lain melalui telepon. Sejak Nadin menikah, Nadin harus ikut dengan Doni – suaminya, dipindah tugaskan ke luar kota. Hingga pada saatnya Jakarta menjadi kota tempat kembalinya ia menapakkan kaki sedari kecil.

Ketika Elina dan Nadin sedang bercengkrama, Kinara memberi senyum seraya membawa minuman untuk keduanya. Kinara tertawa dalam hati, benar yang Rafa katakan bahwa ibunya akan berkunjung ke rumahnya.

"Silahkan diminum tante," ucap Kinara dengan senyum seraya meletakkan minuman di meja.

"Ara! Hampir saja tante lupa denganmu" serunya seraya beranjak untuk memeluk Kinara.

Kinara membalas peluknya dengan senyum.

"Tante apa kabar?" tanyanya antusias.

"Sehat, kamu sendiri bagaimana?" tanyanya seraya tersenyum.

"Baik juga tante," ucapnya.

"Kalau begitu, aku pergi ke kamar dulu ya tante" pamitnya pada Nadin.

"Disini dulu saja Ara, lagipula sudah lama kita tidak bercengkrama kan," bujuk Nadin.

Sejujurnya Kinara ingin beranjak, namun perasaannya tidak enak jika pergi begitu saja. Mengingat yang berkunjung ialah ibu dari sahabatnya dan sahabat dari ibunya. Tidak lama setelah itu, ponselnya berdering, tanda notifikasi pesan masuk. Rupanya pesan tersebut datang dari Rafa.

                                                   Rafa ‘_’

Mamaku benar pergi kerumahmu bukan?

                                                                                                   Ya benar

Aku tidak bohong bukan?

                                                                                                 Iya benar

Ki, aku tidak sedang main kuis denganmu loh

                                                                                Lalu aku harus jawab seperti apa?

Aku tunggu dibawah pohon Saga

                                               Ups,sayangnya aku terjebak diantara obrolan para ibu-ibu

‘_’

Kedatangan Rafa layaknya kejutan, ia tiba-tiba saja datang di depan pintu rumah Kinara tanpa memberi pesan setelah emot senyum yang ia sematkan di badan pesan setelah terlontar 10 menit yang lalu.

“Permisi,” seru Rafa menghentikan pembicaraan.

“Rafa,ayo masuk,” titah Nadin.

“Rafa kesini mau ajak Kinara main,” ucap Rafa menyeringai

, Elina dan Nadin mengganguk paham.

“Oalah ya sudah, ibu titip Ara ya,” ucap Elina dengan senyum.

“Ibu, Kinara bukan helm loh,” keluh Kinara.

“Tenang tante, Aranya dijagain kok,” Rafa menyeringai

Kinara memukul lengan Rafa.

“Ara kalo hujan berteduh ya nak,” titah Elina.

“Iya bu, Ara pamit ya,” pamitnya seraya mendorong Rafa untuk bergegas pergi.

Elina hanya menggeleng dengan senyum melihat keduanya.