"Vira. Selamat ulang tahun." tutur Alea sembari mengecup keningku tanpa tahu malu. Dasar Alea, dia salah satu sahabatku yang selalu ada baik disaat suka atau duka. Bahkan dia selalu curhat tentang suaminya atau keluarganya. Padahal aku sendiri saja belum pernah merasakan kehidupan rumah tangga. Alea yang sangat ramah dan hangat, di usia kami yang sama dia sudah memiliki dua orang anak yang masih balita.
Siang itu, suasana kantor menjadi ramai, mereka ternyata menyiapkan kejutan kecil ditengah padatnya aktivitas kami. 10 tahun sudah aku mengabdi di perusahaan ini. jabatan kepala HRD yang kini ada di pundakku bukanlah sesuatu yang pernah kubayangkan ketika masuk dan bekerja disini.
"Selamat ulang tahun Bu Vira. Semoga disegerakan." Pak Tomo yang tak lain adalah atasanku, selalu memberikan doa terbaiknya untukku. Tapi entah kenapa, aku terlalu asyik hidup sendiri dan merasa nyaman dengan semua ini. Setiap kali aku ingin bahagia, setiap itu pula bayangan wajah adik dan ibuku berkelebat di depan wajahku.
"Selamat nambah tua ya Bu. he..he.." Febrian menimpali. Aku hanya tersenyum menyikapi sindiran itu.
"Pak Tomo dan teman-teman, terimakasih atas doanya. Semoga doa yang sama untuk kalian." jawabku dengan wajah semringah.
"Ayo kita makan" Ujarku mengajak seluruh pegawai untuk makan siang bersama.
Saat itu seluruh pegawai makan siang bersama di kantor. Jam istirahat siang cukup panjang untuk kami makan siang dan juga sholat zuhur. Alea mendekatiku yang saat itu sedang duduk sendirian di sebuah meja makan.
"Vira, kamu masih nyaman sendirian? kapan ada niatan kamu untuk nikah?" tanya Alea dengan wajah serius. Alea sudah selesai makan siang dan mempersiapkan alat pompa ASI.
"Ini mompa buat Marcel?" Tanyaku sambil menyuapkan sendok berisi makanan ke mulutku.
"Viiir, please. jangan mengalihkan pembicaraan." Alea mendengus kesal menatapku. Sudah bosan rasanya aku mendengar pertanyaan itu. Jika aku sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, aku ingin sekali marah dan membalas dengan umpatan kasar. Tapi semuanya selalu bisa kutahan. Khusus Alea, aku tahu dia tidak bermaksud menyindirku, dia sepenuhnya perduli denganku.
"Siapa yang mau menikah dengan perawan tua kayak aku sih Al? apalagi aku ini punya keluarga yang harus aku..." belum selesai ucapanku, aku menahan emosi di ujung kelopak mataku. Aku berjanji akan menjadi wanita kuat yang takkan mengeluh apalagi menangis.
"Pasti ada. Allah kan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Lusa, aku kenalkan dengan temanku ya. Mau kan?" Alea begitu bersemangat.
Aku hanya tersenyum hambar, ya.. ya.. aku akan datang dan kemudian semua laki-laki itu akan mundur ketika melihat aku membawa beban keluarga dan wajahku tampak biasa saja. Apa yang menarik dariku? kepercayaan diriku selalu runtuh manakala mereka melihat kondisi keluargaku.
"Pastikan kamu sudah ceritakan semuanya tentangku ya. Jangan sampai dia enggak tahu apa-apa." aku tersenyum kecut.
Siang itu, langit-langit nampak cerah berawan. Awan-awan cumulonimbus, berarak perlahan mengikuti rotasi bumi. Matahari setengah terik menandakan jam menunjukkan pukul 14.00. Dari jendela ruangan aku menghela nafas sejenak. Rehat beberapa menit dari pekerjaan dan memandang langit adalah salah satu cara menjaga kondisi moodku dalam kondisi stabil. Tiba-tiba,
tok.. tok.. ceklek. suara pintu ruanganku diketuk dari luar, kenop pintupun terbuka perlahan dan akupun menarik nafasku untuk bersiap menyambut seseorang yang datang dari balik pintu.
"Masuk." Akupun dengan sigap merapikan ujung poniku dan kacamata minus tiga yang sudah kupakai selama lebih dari sewindu.
"Eh Pak Tomo, ada yang bisa saya bantu pak?" Pak Tomo masuk dengan seorang laki-laki yang wajahnya sangat baru. apakah dia karyawan yang digosipkan lulus tes tahap 1? tanyaku dalam hati.
"Bu Vira, tolong di wawancara ya. Ini kandidat yang lulus tahap 1." Pak Tomo memberikan titah.
"Baik Pak."
Pak Tomo langsung meninggalkan kami berdua didalam ruangan. Dia tersenyum kepadaku.
"Perkenalkan saya Davira Gayatri. Panggil saja Bu Vira." Aku mengulurkan tangan kepada laki-laki tersebut dan dia langsung menyambutnya dengan kedua binar mata yang hangat.
"Bryan Abimana Putra. Panggil saya Bryan."